Pertama kali seni Patingtung muncul di tengah masyarakat Banten tidak diketahui secara pasti. Namun demikian, berdasarkan cerita yang berkembang dapat diambil beberapa kesimpulan sementara bahwa Seni Patingtung dahulu digunakan oleh para ulama sebagai alat untuk memanggil masyarakat agar berkumpul. Sumber lain menyebutkan bahwa Seni Patingtung berkembang pada masyarakat Banten yang berbahasa Jawa. Berdasarkan keterangan-keterangan tersebut, Tim Studi Pengembangan Kesenian Tradisional Serang menyimpulkan bahwa Seni Patingtung muncul bersamaan dengan masa berkembangnya zaman Kesultanan Banten, yaitu sekitar tahun 1552. Kesimpulan tersebut diperkuat oleh adanya keterangan bahwa pada zaman Kesultanan Banten semua aspek kehidupan termasuk kesenian masyarakat setempat mengalami perkembangan. Masyarakat pendukung seni Patingtung beranggapan bahwa kata patingtung diambil dari bunyi-bunyian waditra atau alat musik, seperti gendang atau kendang.
Patingtung dapat diuraikan menjadi tiga suku kata, yaitu pa-ting-tung. Pa dari kata pak dimaksudkan suara gendang kulanter atau talipak (kendang kecil yang diberdirikan); tung suara gendang talipung (kendang kecil yang dibaringkan); dan tung suara kendang atau bedug yang besar. Seni Patingtung merupakan jenis kesenian yang memadukan pencak silat dengan tarian. Keberadaan tarian di dalam seni Patingtung sebagai selingan. Adapun gerak dasar tarian dalam seni Patingtung sangat didominasi oleh gerakan pencak silat sehingga seni ini dapat dikatakan identik dengan pencak silat. Akan halnya tarian dalam seni Patingtung bersifat atraktif karena gerakan-gerakannya menggambarkan ketangkasan, baik dalam hal menggunakan piring-piring dari beling maupun menggunakan belati.
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017
© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya