Lariangi

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300050
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Sulawesi Tenggara
Responsive image

Lariangi merupakan tarian tradisional yang berasal dari kepulauan Wakatobi. Diperkirakan tarian ini telah ada sejak Tahun 1634, tepatnya pada masa kesultanan Buton. Dahulunya, Lariangi dimainkan di istana raja yang berfungsi sebagai media penerangan informasi kepada masyarakat luas. Menurut etimologi, lariangi terdiri dari dua suku kata, /ari dan angi. Lari berarti menghias atau mengukir sedangkan angi berarti orang-orang yang berhias dengan berbagai ornamen untuk menyampaikan informasi dengan maksud memberikan nasehat ataupun sebagai media hiburan dengan gerakan tari dan nyanyian.

Sebagai perwujudan dari lari (menghias) adalah pakaian para penari yang terdiri dari kain, manik-manik, hiasan sanggul, logam berukir untuk gelang, kalung, dan hiasan sarung. Masing-masing perwujudan dari memiliki simbol-simbol, yang misalnya saja, pada bagian kepala disebut panto dan pintoru melambangkan derajat bangsawan, hepupu/konde melambangkan Kerajaan Buton, bunga konde melambangkan pagar beton keraton, dan toboy atas bawah kamba melambangkan prajurit-prajurit penjaga pasar benteng keraton. Selain itu, ada yang namanya hebindu atau sangi-sangi yang melambangkan Fatimah (istri Nabi Muhammad SAW); kalung melambangkan matahari dan bulan; naga melambangkan penjaga benteng keraton; sekori dan gelang bersusun melambangkan derajat bangsawan; kombo tipis melambangkan gadis perawan atau wanita cantik yang sudah menikah; pelapis kombo berwarna jingga melambangkan sore hari; punto/wuray nibelo dasar hitam melambangkan malam hari; dan manik-manik putih melambangkan cahaya alam.

Dalam pagelaran, Tari Lariangi sebenarnya mirip dengan tarian tayub di Jawa. Para penari perempuan memberikan selendang kepada para tamu pria dan tamu pria yang telah diberi selendang wajib menari bersama dengan para perempuan ini. Tentu saja, mereka juga memberikan uang saweran kepada para penari. Gerakan Tari Lariangi, sebelum dan sesudah selalu diiringi dengan perkataan le .. le .. ., maksudnya, Tari Lariangi siap ditampilkan, begitu pun sebaliknya. Tari ini bedurasi 10 menit. Sepuluh orang perempuan cantik menari dan bernyanyi. Tarian didominasi oleh gerakan duduk dan melingkar dengan mengibaskan lenso atau kipas.

Klimaks tarian ini berada di akhir tarian, yaitu gerakan yang dinamakan dengan nyibing. Nyibing dilakukan oleh dua orang penari lelaki. Mereka menari mengelilingi dua orang penari perempuan. Gerakan ini mengandung maksud, para lelaki, dalam kondisi apapun harus tetap melindungi para perempuan. Nyibing ini sangat ditunggu-tunggu oleh para lelaki. Lelaki akan sangat malu apabila diberi seledang tetapi tidak memberikan uang saweran.

Tari Lariangi merupakan satu dari beberapa tarian yang diusulkan dalam memorandum of understanding (MOU) atau nota kesepahaman yang dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk mematenkan seni budaya yang ada di Nusantara ke UNESCO sebagai salah satu badan PBB yang menangani pendidikan dan keragaman budaya dan tradisi masyarakat yang ada di Wakatobi, serta beberapa situs sejarah dan tarian daerah, di antaranya, Benteng Watima di Binongko, Benteng Patua di Tomia, dan Benteng Lia di Wangi-Wangi Selatan. Untuk tarian, di antaranya, Tari Eja-eja dan Kuiramba dari Tomia, Tari Badanda dari Binongko, Tari Lariangi dari Kaledupa, dan Tari Kenta-kenta dari Wangi-Wangi. Seni budaya tersebut merupakan bagian dari tradisi lisan yang perlu dilestarikan sebagai salah satu kekayaan daerah.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047