Anu Beta Tubat pada dasarnya adalah praktek gotong royong, dimana beban satu orang sama-sama dipikul, yang dilakukan oleh masyarakat Maybrat di Provinsi Papua Barat. Anu Beta Tubat yang berarti bersama kita semua mengangkat suatu beban. Semangat gotong royong orang Maybrat ini sudah ada sejak zaman leluhur, dimana masyarakat bahu-membahu berswadaya mengatasi berbagai hambatan atau tantangan seperti membuka kebun atau ladang, menyekolahkan anak, pembayaran maskawin (mahar) atau denda adat menurut adat istiadat setempat, dan pembangunan rumah permanen.
Secara adat, Anu Beta Tubat telah berlangsung turun-temurun sejak masa silam hingga saat ini. Namun oleh Robert Isir dan Pdt. Herman Saud pada tahun 1983 dibentuklah Yayasan Anu Beta Tubat di Jayapura Ibu Kota Provinsi Papua. Hadirnya Yayasan Anu Beta Tubat menandai era baru pelestarian nilai-nilai budaya Maybrat yang tidak hanya dikenal oleh masyarakat Suku Maybrat saja, tetapi menjadi pengetahuan yang disebarkan dan dikenal oleh masyarakat Papua. Dalam urusan perkawinan yang memerlukan biaya besar terutama untuk urusan mas kawin berupa kain-kain timur yang mahal, keluarga besar gotong royong menanggung biaya tersebut, dengan harapan bila anak dari keluarga penyumbang menikahkan putranya dan harus menyiapkan maskawin, keluarga yang pernah menerima sumbangannya harus membalas.
Tersebarnya kain tenunan tradisional yang disebut kain timur itu bermula tiga abad yang lalu, kain-kain itu dibawa oleh orang Portugis untuk dibarter dengan hasil alam Papua, seperti damar. Kain timur adalah tenunan ikat yang berasal dari Timor, Flores, Seram. Anu Beta Tubat atau gotong royong ditemui juga dalam bidang pendidikan. Untuk membiayai pendidikan anak, orang Maybrat di Papua Barat mengatasi kendala ketiadaan bangunan sekolah, kekurangan guru, membantu guru yang hidup pas-pasan, kesulitan anak didik melanjutkan ke jenjang lebih tinggi. Disitu di uraikan bagaimana dengan semangat gotong royong anu beta tubat, orang Maybrat bekerja sama, berkorban, demi pendidikan anak-anak mereka. Orang Maybrat bergotong royong membangun sekolah, mengumpulkan makanan untuk guru, membuka kebun untuk guru bercocok tanam, membangun asrama bagi anak-anak yang melanjutkan sekolah di kota, jauh dari kampung bahkan bergotong royong membantu biaya anak-anak mereka melanjutkan kuliah.
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017
© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya