Kala Bubu

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800608
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Sumatra Utara
Responsive image
Kalabubu adalah salah satu aksesoris sejenis kalung asal Nias bagian selatan. Aksesoris yang saat ini tengah digalakkan pemasarannya oleh masyarakat berbentuk lingkaran yang sangat unik, yakni besar di tengah, lalu mengecil sampai ke ujungnya. Di bagian belakang, tempat bertemunya kedua ujung kalabubu diberi sejenis pengunci yang bentuknya seperti koin yang terbuat dari kuningan. Harga untuk satu buah kalabubu berkisar antara Rp. 200.000,- hingga Rp.300.000,-, hargainicukuppantasmengingat proses pengerjaannya yang sulitdanmembutuhkankeahliantinggi. Kalabubu ini berbahan dasar batok kelapa (sole) yang disusun dengan presisi tinggi, sehingga ia mengikat kuat satu sama lain. Untuk membuat satu kalabubu ukuran dewasa, membutuhkan lebih kurang 120-150 keping koin tempurung kelapa. Satu tempurung kelapa biasanya dapat menghasilkan satu sampaitigakeping koin. Bahanlainnyaadalahkapursirih (betua), kuningan (life), sejeniskayukeras (berua), sertabesitulanganbeton (kaweatausi’oli) diameter 4 milimeter. Cara pembuatannya, pertama sekali dipilih bagian terkeras dari batok kelapa (sole), biasanya berada di bagian bawah yang terdapatpolasepertimata. Menurutbahasasetempat, disebutsebagaitempurungbetina (sialawenia). Setelah bahan baku diperoleh, maka bagian terkeras dari batok kelapa itu dipotong membentuk persegiempat menggunakan parang atau kapak kecil (fato). Setiap keping koin batok kelapa tersebut memiliki ukuran yang berbeda-beda, dengan ketebalan yang tidak simetris. Tujuannya agar kepingan-kepingan koin batok kelapa itu akan membentuk lingkaran ketika disusun rapat. Koin-koin yang sudah dibuat lalu dilubangi bagian tengahnya dengan memakaiborö, dan dimasukkandalamkawe yang berfungsi sebagai tulang atau kerangka (frame). Adapunperalatan yang digunakanadalahkapakkecil (fato), pisaupenukil (famoe), mangkokpelebur (bowoatanah), mal (cetakan) kuninganpengunci, mal (cetakan) tempurung, borö (bortradisional), fofa (pompa), pahat (fahö), kikir (arakha) kasardanhalus, tungku, tang penjepit, dankuas. Satu persatu koin dimasukkan dalam untaian kawat, lalu dihaluskan menggunakan kikir atau amplasdandiganjalmenggunakankayu yang sudahdiruncingkanujungnya (berua) agar pasangankointempurungkelapatidaklaridarisusunannya. Begitu seterusnya hingga untaian koin yang terbuat dari batok kelapa itu membentuk satu kalabubu yang utuh. Sisa kawat yang ada di ujung kalabubu lalu diikat menggunakan pengunci kuningan yang berbentuk lingkaran, lalu ujungnya dipanaskan sehingga merekat dengan kawe dengan sangat ketat. Proses yang sangat rumit ini membutuhkan keterampilan, ketelatenan dan kesabaran tingkat tinggi. Seorang perajin yang sudah mahir dapat menyelesaikan satu buah kalabubu dalam waktu dua hari. Kalabubu yang dikenakan menunjukkan status sosial seseorang dalam masyarakat. Prajurit biasa mengenakan kalabubu yang polos dan sederhana, dengan pengikat yang terbuat dari bahan logam kualitas standar seperti kuningan dan lain sebagainya. Sementara untuk golongan bangsawan (si’ulu), biasanya memiliki motif atau corak yang lebih kompleks dan diikat dengan emas di bagian ujungnya. Kaum pria biasanya membuat sendiri kalabubu yang mereka kenakan. Filosofinya adalah bahwa seorang pria harus mampu melindungi diri sendiri dan keluarganya. Sebagai aksesoris, kalabubu ini memiliki nilai budaya dan nilai sejarah yang sangat tinggi. Di masa lalu, kalabubu ini merupakan salah satu perlengkapan perang yang dikenakan oleh seluruh laki-laki di desa-desa yang ada di Nias bagian selatan. Tujuan utama dari dikenakannya kalabubu ini adalah melindungi leher dari tebasan tolögu lawan. Tebasan yang dimaksud bukanlah tebasan ke arah leher selayaknya pemenggalan kepala (decapitation) pada umumnya, tetapi tebasan dari arah leher sebelah kiri mengarah ke bagian ketiak kanan. Tebasan ini dimaksudkan untuk memperoleh bagian kepala dan tangan kanan yang utuh (binu), yang akan dijadikan sebagai pengorbanan untuk membangun batu hombo, meraih gelar kepahlawanan di desa asal, ataupun meningkatkan elemu dan fetua. Dalam kepercayaan Nias jaman dahulu, kematian yang paling menyedihkan adalah mati sebagai binu. Beberapa Tolögu menurut tradisi lisan dipercaya dapat memisahkan anggota tubuh lawan dalam satu kali tebasan, sebab ia memiliki sejenis jimat (ragö) yang dipercaya mampu meningkatkan kekuatan pemakainya. Kalabubu yang dipakai oleh laki-laki di Nias bagian selatan waktu itu memiliki jimat khusus yang dapat menangkal kekuatan tebasan tolögu lawan. Letak jimat tersebut biasanya di bagian belakang (kuningan pengikat) atau di bagian depan kalabubu yang paling besar (bagian yang menjuntai di dada bagian depan pemakai). Alih-alih menghindari tebasan tolögu lawan, pemakai kalabubu akan menyambut tebasan tersebut dengan mengarahkan bagian tubuh yang terlindungi kalabubu untuk menangkis tebasan tersebut. Jika jimat pada tolögu lawan lebih kuat, maka kalabubu yang dikenakan akan pecah. Tetapi jika jimat pada kalabubu itu lebih kuat dari jimat yang ada pada tolögu lawan, lawan akan terpental dan itu memberikan kesempatan pada pemakai kalabubu untuk membalas serangan yang tak kalah mematikan. Mereka yang jadi pemenang akan sangat dihormati oleh sesama penduduk desa, sebab pertarungan yang terjadi tidak hanya melibatkan kelihaian fisik semata tetapi juga kekuatan kebatinan pada tingkatan tertentu. Jika kita memperhatikan dengan seksama, teknik-teknik semacam ini masih dapat kita lihat pada tarian perang fataele atau foluaya yang masih dilestarikan oleh masyarakat Nias bagian selatan. Menurut informasi yang diperoleh dari narasumber, kalabubu yang ada saat ini sudah tidak lagi memiliki kekuatan mistik. Kalabubu yang ada saat ini hanyalah sebatas aksesoris semata, dan tidak ada pantangan bagi siapapun yang mengenakannya. Terlepas dari itu semua, kalabubu ini layak diusulkan menjadi warisan budaya nasional, sebab ia merupakan sebuah mahakarya yang menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Sehingga akan sangat disayangkan jika karya budaya ini diakui oleh negara lain sebagai karya budaya mereka.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047