Maku-maku

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300064
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Maluku
Responsive image

Tari Maku-maku merupakan hasil karya leluhur Maluku ketika tinggal di Nunusaku (tempat dimana orang Maluku diyakini berasal) sebelum berpencar ke wilayah Pulau Seram dan sekitarnya. Tari Maku-maku diciptakan sebagai sari pergaulan yang melambangkan persekutuan anak-anak Maluku. Dahulu Tari Maku-maku ditarikan sebagai penutup adat seperti mensyukuri acara inisiasi masuk persekutuan Kakehan (sebuah ritual yang dilakukan terhadap anak lelaki suku Nuaulu yang beranjak dewasa), pembangunan Baileo atau rumah raja, dan pada upacara pengangkatan raja negeri.

Tari Maku-maku sendiri tak dapat dilepaskan dari kisah Putri Hanuele. Konon, Nunusaku merupakan kerajaan tertua di Pulau Seram yang dipimpin oleh Kapitan Elake yang memiliki seorang putri bernama Hanuele. Putri Hanuele adalah putri yang tercantik di kerajaan tersebut dan oleh karenanya menjadi rebutan para lelaki. Ketika sang putri beranjak dewasa diadakanlah upacara adat Pinamou (ritual terhadap anak perempuan yang memasuki usia dewasa) dan ditutup dengan pesta yang berlangsung selama sembilan hari. Pesta ini dimeriahkan dengan Tari Maku-maku. Kala itu seluruh pemuda dan pemudi di Nunusaku mengambil bagian dari tarian tersebut sehingga terbentuklah lingkaran yang sangat besar yakni sembilan lapisan lingkaran. Dalam tarian ini para pemuda memperebutkan putri Hanuele sehingga terjadi perlawanan dan karena tak seorangpun yang mendapatkan sang putri maka para pemuda ini melakukan gerakan toti yang merupakan gerakan dalam tempo cepat dan mulai menginjak-injak sang putri hingga terbunuh dan darahnya tertutupi oleh tanah yang telah menjadi timbunan oleh gerakan-gerakan lincah sang penari. Peristiwa ini pulalah yang menjadi latar belakang pecahnya perang di Nunusaku antara kelompok Patasiwa dan Patalima hingga akhirnya para leluhur kemudian menyebar dari Nunusaku melalui tiga batang air Eti, Tala dan Sapalewa. Tari Maku-maku memang dapat dikaitkan dengan kisah putri Hanuele, namun tidak berarti bahwa tarian tersebut mengandung unsur kejahatan, sebaliknnya tarian ini adalah tari yang bertujuan merekatkan persekutuan namun justru dipakai sebagai alat pada masa itu untuk maksud jahat para pemuda.

Tari Maku-maku adalah tarian tradisional yang bersifat sosial yakni merupakan tarian pergaulan yang bertujuan untuk mempererat keakraban antara anggota masyarakat dalam hal ini anak cucu Maluku. Gerakan tarian yang sederhana secara tidak langsung menyiratkan bahwa tarian ini dapat ditarikan oleh siapa saja dan oleh karenanya semua orang diundang untuk mengambil bagian dalam tarian ini sehingga dapat dikatakan pula bahwa tarian ini memiliki sifat terbuka karena tidak adanya batasan jumlah penari, malah semakin banyak partisipan maka semakin banyak pula variasi lapisan lingkaran dalam tarian ini dan semakin semarak.

Personil Tari Maku-maku terdiri dari kapitan, mamiri, penari maku dan penabuh tifa, peniup tahuri serta pelantun kapata. Kapitan bertugas mengarahkan penari, menyemangati dan memberi komando terhadap penari dengan teriakan-teriakannya yang khas. Posisi kapitan dalam formasi tarian di depan, kemudian seiring dengan berjalannya tarian, kapitan akan berlari mengelilingi penari sambil berteriak-teriak. Mamiri bertugas membimbing para penari dan dalam formasi tarian, mamiri berjalan di samping penari untuk mengiringi penari dengan gerakan tangan yang melambai-lambai. Para penari dalam tarian ini tidak dibatasi, justru semakin banyak penari semakin semarak pula tarian, balk itu penari wanita maupun pria. Penabuh tifa terbagi berdasarkan jenis tifa yang ditabuh yakni tifa kecil yang disebut lhaanairo dan tifa besar yang disebut Ihahi- nandalo. Jumlah personil penabuh tifa juga tidak terbatas. Seringkali salah satu penabuh tifa juga bertugas meniup tahuri di awal dan akhir tarian untuk menandakan dimulai dan berakhirnya Tarian Maku-maku. Pelantun kapata terkadang juga adalah orang yang menabuh tifa. Formasi mereka dalam tarian ini adalah di depan barisan, namun apabila barisan telah bertambah banyak maka mereka akan duduk di tengah-tengah lingkaran.

Tarian ini terdiri atas 2 macam gerak dasar yaitu:

- Gerak lambat yang disebut Maru-maru

Pada awalnya tarian dimulai dengan tempo alunan tifa yang lambat sehingga gerakan para penari juga perlahan-lahan yang disebut juga maru-maru. Bila tempo dan gerakan agak meningkat maka terjadi suatu variasi gerakan yang disebut rapu-rapu (agak cepat). Gerakan ini melambangkan awal dari suat persekutuan yang dimulai dengan pengenalan hingga penyesuaian dengan karakter dalam hubungan persahabatan.

- Gerak cepat yang disebut Toti atau Amatoti

Pada pertengahan waktu, tempo tifa akan semakain cepat sehingga gerakan para penari juga harus semakin cepat yang disebut toti atau amatoti. Gerakan yang cepat ini bersifat ceria atau gembira, melambangkan telah terjalin keakraban dalam persekutuan antar kelompok ini.

Sedangkan arah gerak dasar yaitu:

- Gerak maju

Dalam gerakan ini posisi penari tetap berdiri sambil mengambil langkah maju.

- Gerak mundur

Sikap tubuh para penari agak membungkuk sambil bergandengan tangan (baku kele) bergerak maju kemudian mundur. Gerakan membungkuk atau jongkok terjadi pada saat gerak langkah semakin cepat yang disebut toti atau amatoti.

Pola Tarian Maku-maku berbentuk lingkaran dimana penari bergerak dari arah kiri ke kanan mengelilingi pemain musik. Lingkaran ini dapat digandakan tergantung dari jumlah peserta dan luasnya lokasi tempat pelaksanaannya.

Dalam mengiringi Tari Maku-maku dilantunkan kapata. Kapata adalah bentuk lagu tradisional Maluku yang dibawakan dalam bahasa tanah dan biasanya bercerita tentang sejarah Maluku. Sebelum Tari Maku-maku dilakukan, terlebih dahulu ada suatu ritual yang dinamakan Manuru, yakni ritual untuk memanggil orang-orang untuk turut berpartisipasi dalam Tari Maku-maku. Manuru dilakukan oleh para penabuh tifa dan orang yang berkapata. Setelah orang-orang berkumpul dan bersiap untuk menari, para penabuh tifa dan orang yang berkapata akan mengambil tempat di tengah. Kapata yang dibawakan bervariasi, ada kapata Kisah Peperangan di Nunusaku, kapata Maku, kapata Siu siu to tasi mawe momo, maupun kapata Panggayo Mati-mati dari Pulau Seram. Busana dalam Tari Maku-maku yang digunakan oleh penari lelaki adalah baju cele dan celana malarikano, disusul kemudian dengan aksesoris berupa ikat kepala merah dan kain pinggang. Baju Cele adalah baju khas anak Maluku yang menyerupai baju kurung, yang dipakai dalam tarian ini berwarna merah jambu untuk menunjukkan sifat tarian yang riang gembira, sedangkan celana Malarikano adalah celana yang dibuat khusus melebar di bagian tengah agar para penari dapat bergerak leluasa pada gerakan tarian dalam tempo yang cepat, serta dipilih warna yang Iebih gelap dari warna baju, dalam hal ini warna ungu, sehingga masih terlihat ceria namun berbeda dari warna baju. Kain merah sebagai ikat kepala dan ikat pinggang merupakan kain yang menunjukkan warna khas anak Maluku yang mengandung arti pemberani. Para penari wanita memakai atasan baju Cele, dan bawahan kain Salele. Kain salele berarti kain yang dililitkan berulang kali. Cara pemakaian kain Salele pada Tari Maku-maku berbeda dengan tarian lain, yakni dilipat agak ke atas hingga kain hanya menutupi tujuh perdelapan bagian bawah tubuh penari agar memungkinkan penari bergerak leluasa pada gerakan dalam tempo yang cepat namun masih dalam batas kesopanan. Busana wanita ini kemudian dilengkapi dengan kain merah yang diikat di leher menyerupai kerah baju, sedangkan busana untuk Momiri (wanita yang membimbing para penari) dilengkapi pula dengan ikat kepala merah yang dihiasi bulu ayam. Penari pria maupun wanita tidak menggunakan alas kaki. Adapun fungsi dari tarian ini yakni sebagai penutup dalam perayaan-perayaan adat. Seiring dengan perkembangan zaman dimana pada desa-desa tertentu upacara-upacara adat telah bergeser bahkan tidak ada, tarian ini ditarikan dalam acara-acara tahun baru atau penyambutan tamu. Bagi para pemuda tarian ini juga dijadikan kesempatan sebagai ajang untuk mencari dan mendekati lawan jenis, karena dalam tarian ini posisi pemuda dan pemudi berdekatan dan bergandengan tangan.

Tarian ini biasanya sering di pentaskan pada saat upacara-upacara adat yang di laksanakan dalam negeri seperti, Panas Pela, Pelantikan Raja dan saat-saat tertentu dalam kehidupan masyarakat negeri yang mengandung partisipasi masyarakat umum secara meriah. selain iringan musik tifa juga dilengkapi dengan lagu-lagu khas tradisional yang memiliki syair bermakna historis dan diluangkan dalam bentuk nyanyian, puisi serta pantun yang di sebut Kapata.

Dalam mengiringi Tari maku-maku dilantunkan kapata. Kapata dapat diartikan sebagai bentuk lagu tradisional Maluku yang dibawakan dalam bahasa tanah dan biasanya bercerita tentang sejarah leluhur orang Maluku, ada kapata yang bercerita tentang kisah Peperangan di Nunusaku, hingga ada pula yang menceritakan aktifitas para leluhur sehari-hari seperti misalnya memancing atau berkebun. Salah satu contoh kapata yang sering digunakan adalah kapata maku :

Maku

Uru patasiwa uru siwa rima o..

Uru siwa rima o..

Uru nusa ina o..

(Manusia Siwalima. Manusia Nusa Ina)

 

Nunu saku o...

Nunu saku..nunu o...

Nunu nusa ina.

Nunu siwa rima o..

(Cepat ke Nunusaku.Di Nusa Ina)

 

Sei hale hatu

Hatu lisa pey o..

Sey lesy sou

Sou lesi pey o..

(Siapa balik batu, batu tindis dia. Siapa langgar sumpah, sumpah bunuh dia)

 

Sumber : Bpk. Punce Tamaela

Kapata ini dilantunkan dengan tempo lambat dan cepat untuk mengiringi gerakan penari dalam langkah kaki maru-maru dan amatoti.

Ritual yang ada sebelum tarian ini dimulai adalah manuru yakni sebuah kegiatan dimana para pelantun kapata dan penabuh tifa memanggil orang-orang untuk bergabung dan menari Maku-maku dengan cara berkapata. Kapata yang dilantunkan bermacam-macam sehingga semakin menarik perhatian warga untuk ikut serta. Salah satu contoh kapata adalah kapata Siu siu to tasi mawe mo, mo yang bunyinya demikian :

Siu siu To Tasi Mawe mo, mo

Siu siu to tasi mawe mo mo

Mo mo yane hua hua kira kira o..

Mo mo yane hua hua kira kira o..

Yana siwa reu saka manu make

Yana siwa reu saka manu make o..

Yana siwa reu saka manu make

Yana siwa reu saka manu make

Apabila terdapat pembesar-pembesar adat yang hendak bergabung dalam tarian ini, biasanya dalam acara-acara penyambutan tamu kehormatan maka akan diadakan hasurete yakni para penyambutan terhadap raja atau tamu kehormatan.Kapata yang digunakan yakni kapata Kisah Peperangan.

Kapata Kisah Peperangan

Tui-tuiya hei lete, hei lete

(Ada Kelihatan banyak orang yang berlarian)

Hei lete nunusaku o...

(Mereka dari Nunusaku menuju pantai)

Riai mama taralele, taralele

(Ada batu sebagai tempat berhenti dan musyawarah)

Tara lele mono lasamo moria lasamo

(Berjalan terus untuk mencari tempat kediaman yg tetap)

Upu ama karu pela o... karu pela o...

(Apa yg Orang Tatua sudah taru)

Upu ama lepa pela lepa pela o...

(Orang Tua-tua bilang jangan rubah akang lai)


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047