Mekhatin

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800665
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Lampung
Responsive image
Indonesia terkenal kaya akan budaya dan kekayaan alamnya begitu juga yang ada di propinsi lampung, adat istiadat pun banyak ragamnya contoh kecilnya hukum adat perkawinan Suku lampung Lampung Pepadun yang ada di Kecamatan Negara batin yaitu di Kampung Srimenanti. Di mana masyarakat asli orang Lampung yang menikahi wanita yang bukan Suku lampung atau Suku lain. Maka di anjurkan melakukan acara adat perkawinan merwatin, perkawinan merwatin yaitu perkawinan antara dua, antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, untuk membentuk rumah tangga yang disyahkan berdasarkan ketentuan Agama, Negara, dan adat istiadat.Sedangkan merwatin itu salah satu rangkaian upacara adat lampung pepadun untuk memasukkan isteri ke dalam adat lampung atau cakak pepadun sekaligus menerangkan asal usul isteri maupun tempat tinggalnya. Begitu juga apabila masyarakat lampung yang menikah dengan orang lampung namun berbeda daerah atau marga adatnya maka dianjurkan pula melaksanakan acara adat merwatin,dimaksudkan guna untuk menerangkan kepada masyarakat bahwa wanita yang di nikahi bukan Suku Lampung maupun bukan satu marga. Apabila telah dilaksanakan acara adat perkawinan merwatin maka wanita tersebut mendapatkan pengakuan dari masyarakat Lampung Adat Pepadun yang ada di Kampung Srimenanti Kecamatan Negara Batin Kabupaten Waykanan sebagai Warga Lampung Adat Pepadun Kampung Srimenanti. Jika adat perkawinan merwatin tidak dilaksanakan maka wanita tersebut tidak mendapat pengakuan sebagai masyarakat lampung Adat Pepadun Kampung Srimenanti, tidak mendapatkan gelar sebagaimana mestinya yang berlaku bagi masyarakat LampungPepadun Waykanan, Gelar itu diberikan pada waktu sebelum akad nikah yang dimusyawarahkan oleh para penyimbang adat. Sehingga pada saat Resepsi pernikahan kedua mempelai tidak diperkenankan memakai pakaian adat, jika mempelai tidak melaksanakan cakak pepadun atau merwatin. Ketika mempelai tetap menggunakan pakaian adat maka mempelai tersebut dikenakan sanksiatau denda sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku di Kampung Srimenanti. . Perkawinan merwatin juga memerlukan proses administrasi di mana hasil dari administrasi tersebut masuk ke kas adat, dan tidak ketinggalan ada juga syaratsyarat yang terdiri dari Tati-Titi Gumanti. Tata-Titi Gumanti adalah kelengkapan yang harus dipenuhi oleh mempelai yang akan melaksanakan pernikahan. Sehingga perlu kehadiran para penyimbang adat atau penyimbang marga untuk bermusyawarah, menghadirkan masyarakat sekitar seperti saudara, tetangga yang mencakup satu lingkungan perkawinan. Semuanya itu memerlukan biaya untuk kelengkapan jamuan hidangan makanan ringan berupa kue-kue sampai makan berat berupa nasi, lauk pauknya dan pada umumnya dianjurkan memotong hewan berkaki empat seperti kerbau atauSapi, dan paling minimal kalau tidak mampu membeli kerbau atau sapi maka boleh memotong hewan yang akan dikurbankan sebagai pengganti kerbau atau sapi yaitu kambing. Teriring dengan itu banyak hal yang membuat masyarakat tidak melaksanakan perkawinan merwatin yaitu memerlukan waktu dan tenaga, minimnya pemahaman masyarakat terhadap perkawinan merwatin, kurangnya tingkat kepedulian masyarakat lampung terhadap adat perkawinan merwatin dan terkadang timbul anggapan bahwasanya perkawinan adat merwatin atau cakak pepadun itu tidaklah terlalu penting.Di samping itu juga yang paling utama adalah faktor biayanya yang cukup tinggi. Mekhatin adat adalah musyawarah mengenai urusan yang berkenaan dengan urusan adat yang dilakukan oleh para penyimbang adat dan dipimpin oleh penyimbang adat tertinggi (penymbang marga/Bandar) atau penyimbang yang ditunjuk mewakili. Menurut sebagian penyimbang adat, perwatin diartikan sebagai pelaksana musyawarah adat; sedangkan Merwatin diartikan sebagai warga non-penyimbang sbg pelaku musyawarah). Pendapat ini juga dapat diterima kebenarannya sesuai dengan pemahaman maknanya bagi kepenyimbangan adat dan para kelompok masyarakat setempat (lokal). Merwatin juga dapat diartikan sebagai tokoh/pemimpin/jakhu/pimpinan warga di luar struktur adat yang melakukan (me=kata kerja, predikat) kegiatan musyawarah. Pada dasarnya istilah merwatin menunjukkan pada kegiatan peppung/buhippun (musyawarah), baik dari para penyimbang adat, maupun dari tokoh-tokoh masyarakat setempat. Sedangkan mekhatin warga di luar struktur adat dalam kehidupan sosial sehari-hari sering diartikan sebagai kegiatan peppung/buhippun (musyawarah), baik mengenai urusan adat atas sepengatahuan penyimbang adat, maupun urusan kepentingan umum warga. Sementara itu ada juga kegiatan mekhatin yang diartikan kumpul berkomunikasi atau berdialog bersama antar beberapa warga/tetangga/teman, baik secara kebetulan atau dilakukan sengaja untuk membicarakan suatu rencana, peristiwa, tukar pendapat/informasi atau sekedar ngerumpi. Dalam budaya masyarakat jawa kegiatan musyawarah secara umum, bahkan secara nasional disebut rembug. Rembug desa artinya kegiatan musyawarah yang dilakukan oleh perangkat desa setempat. Desa dalam bahasa Lampung disebut pekon, tiyuh, kampung atau anek. Dengan kata lain rembug adalah istilah musyawarah menurut bahasa Jawa.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047