Beksan Guntur Segara

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800701
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image
Teks Kultural tentan Hamengku Buwono I ( RM Sujono/ PA Mangkubumi , 1717- 1792) sebagai pendiri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat setelah melalui perjuangan panjang dengan peperangan melawan kumpeni Belanda ( 1746 – 1755), diakhiri dengan perjanjian Giyanti ( 1755), terdapat kesan kuat adanya keberlangsungan dan kesinambungan nilai perjuangan dan fibrasi semangat keprajuritan, yang menyertai saat-saat meletakan dasar- dasar kenegaraan. Sumber materi lainnya adalah ksiah panji, yang menggambarkan peperangan antara Raden Guntur Segara melawan Raden jayasusena. Pada waktu itu, Raden jayasusena menghadap Raj Jenggala dan memohon agar dirinya diakui sebagai putranya dari ibu Dewi Windansari (sich). Raja jenggala belum bersedia mengakuinya sebagai putra sebelum Raden Jayasusena dapat mengalahkan putra Raden Brajanata yang bernama Raden Guntur Segara. Meskipun pertempur antar keduanya sama kuat dan tidak bisa saling mengalahkan, Raja jenggal akhirnya dapat mengakui Raden Jayasusena sebagai putranya. (Sumber : Dikutip dari leaflet Taman Budaya Yogyakarta, 2007 ) Sumber cerita Beksan Guntur Segara dari siklus Panji yang dapat dikenali pula dari cerita dan permainan Wayang Gedhog. Dari naskah tari Guntur segara yang disusun Soenartomo Tjondroradono ( Maret, 1999), dapat ditarik suatu pemahaman bahwa Raden Jayasena adalah adik Prabu Kediri. Sedangkan Guntur Segara adalah Prajurit baru yang semacam dipersaudarakan dengan Prabu Ngracang Kencana dari Dhasaring Pertala ( dasar bumi). Raden Jayasena bertarung dengan Raden Guntur segara. Ternyata, Raden Jayasena adalah putra Prabu di jenggala, dari Isteri Dyah Dewi wandhasari. Cerita panji pada waktu itu masih menjadi cerita idola disamping mahabarata dan Ramayana. Pilihan pada tokoh jayasena dan Guntur segara pada sajian beksan gagah kambeng berjiwa keprajuritan., yag kedua tokoh tersebut dapat dimaknai sebagai representasi anak – anak muda ( prajurit). Apalagi, kisah itu diangkat dalam konteks’latihan perang” yang distilisasi dalam bentuk tarian. Beksan Guntur segara bukan hanya tarian yang bercerita elainkan tarian yang membuka ruang inspirasi keteguhan dala perjuangan dan upaya untuk terus menempa diri bagi kalangan muda ( prajurit). Harap diingat, Sri Sultan BH I dan Seluruh rakyat Kasultanan Ngayogyakarta selain memerankan fungsi sebagai raja dan rakyat ( bendara-kawula) dalam “ Negara baru”. Namun pada dasarnya mereka adalah prajurit yang berpengalaman berperang ( melawan kumpeni penjajah) sepanjang masa-masa sebelumnya. Teks Gunutr segara layak dipulangkan dalam konteks zaman seperti itu.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047