Gejog Lesung Yogyakarta

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800705
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image
Asal usul dari Gejog Lesung berawal dari tiga cerita. Pertama, dongeng atau mitos tentang terjadinya ’lesung’, dalam cerita tersebut ’lesung’ adalah jadi-jadian dari gembung atau bagian perut dari Dewa Kala Rau alias Lembu Culung. Bentuk lesung yang kuno menggambarkan beberapa bagian tubuh manusia raksasa, yaitu bagian (1) mustaka atau kepala(2) jangga atau leher;(3) jaja atau dada;(4) lambung atau perut;(5) suku atau kaki dan (6) kepet atau sirip. Bagian kepala dan kaki tidak berlubang dan jika dipukul menimbulkan suara dhug dan theg, bagian leher, dada, dan perut menimbulkan suara nyaring namun berbeda-beda frekuensinya sehingga menimbulkan efek tinggi rendah suara. Kedua, cerita Badung Bandawasa ketika Bandung membuat seribu candi untuk Jonggrang dalam satu malam dan harus selesai dalam waktu semalam. Dalam cerita tersebut, Roro Jonggrang mengerahkan petani di desa-desa untuk memainkan musik ’gejog lesung’ di tengah malam sehingga ayam berkokok pertanda hari telah fajar. Ketiga, sejarah perkembangan ketoprak Mataram. Seni sandiwara ketoprak adalah ciptaan Pangeran Wreksadiningrat di Kepatihan Surakarta diiringi oleh musik Gejog Lesung bahkan pada awal kemunculannya sering disebut sebagai Ketoprak Lesung. Ketoprak ini masuk ke Yogyakarta pada abad XX dan berkembang pesat menjadi Ketoprak Mataram dengan iringan musik gamelan secara lengkap berlaras slendro dan pelog. Nama ’gejog lesung’ artinya adalah permainan musik yang bersaut-sautan, saling menimpali dengan model pukulan interlocking atau dalam permainan musik gamelan disebut imbal-imbalan. Kata ”gejog” merujuk pada pengertian bersaut-sautan dan saling menimpali ibarat dua orang atau lebih yang sedang bercengkrama atau dalam bahasa Jawa diartikan ”gojeg” atau ”gojegan” dan kata ’lesung’ berarti benda tmpak menumbuk padi. Seni ’gejog lesung’ adalah seni musik yang memainkan alat musik berupa benda kayu yang berongga menyerupai sampan yang disebut ’lesung’, yang biasa digunakan sebagai tempat menumbuk padi. Alat musik ’gejog lesung’ bersifat perkusif, yang memainkannya dengan dipukul-pukul dengan kayu semacam tongkat yang disebut ’alu’ atau secara umum antan (alat penumbuk padi). Lesung berukuran 1 ˝ sampai 2 meter, lebar ˝ meter dan tingginya juga kurang lebih ˝ meter. Bentuk ’lesung’ bervaariasi ada yang satu rongga/lubang dan ada pula yang memanjang dan ada pula yang rongga/lubangnya tersekat-sekat menjadi beberapa kotak. Satu ’lesung’ biasanya biasanya dimainkan oleh empat sampai lima orang. Tingkat kemeriahan seni musik ini tergantung dari banyaknya ’lesung’ yang digunakan. Semakin banyak semakin meriah. Prinsip dasar permainan ’gejog lesung’ adalah ”kothek-an” yang berpijak pada pola-pola pukulan interlocking . Pola-pola permainan musik ’gejog lesung’ yang menciptakan pola ritme dan kalimat-kalimat lagu sederhana, ternyata juga ada judul lagu-lagunya. Judul-judul lagu musik ’gejog lesung’ nampak terinspirasi oleh suasana-suasana lingkungan pedesaan dengan alam semestanya. Gambaran sebagai seni musik tradisional yang bersifat agraris dapat diamati dari judul nama-nama lagunya, seperti misalnya (1) lagu Wulung Kekalang;(2) lagu Emprit Neba;(3) lagu Ayam Ngelik dan beberapa judul lagu lainnya. Seni musik ”gejog lesung” mengekspresikan kegembiraan kaum petani pedesaan setelah melaksanakan masa panen. Musik ini menjadi hasil kreasi dan kalangan para petani sehingga bunyi yang ditimbulkan sederhana dan gerakannya pun tampak sederhana dengan memukul-mukul ’lesung’. Perkembangan musik ’gejog lesung’ saat ini sudah mengalami modivikasi dan sentuhan-sentuhan kreatif dari para musisi pedesaan agar lebih menjadi ekspresif dan memiliki daya tarik lebih sebagai seni pertunjukkan. Lagu-lagu seperti campursari tidak luput pada pertunjukkan seni musik ini bahkan para penyanyi pun berani bergaya dengan gerakan-gerakan tari yang ritmis, lenggak-lenggok, dan dengan tata rias busana yang didesain sedemikian rupa. Seni musik ”gejog lesung” yang telah berupa menjadi seni hiburan telah mencapai perkembangan pesat di DIY khususnya Kabupaten Bantul (berpusat di Imogiri), Kabupaten Gunungkidul (berpusat di Panggang, Giriharja, Kec. Panggang), Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman. Organisasi pedesaan seperti PKK berperan besar di dalam membangkitkan, mengembangkan, dan memasyarakatkan kembali seni musik ’gejog lesung’. Berbagai perlombaan diselenggarakan guna meningkatkan daya tarik pembelajaran dari seni musik ini. Seni musik ’gejog lesung’ telah menjadi seni musik tradisional yang khas dan menjadi sarana silaturahmi, hiburan, dan mampu memupuk rasa persaudaraan masyarakat pedesaan.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047