Beksan Etheng

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800716
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image
Beksan Etheng diciptakan oleh Sri Sultan HB I (RM Sujono/PA Mangkubumi, 17171-1792). Menurut sejarahnya, HB I terkenal sebagai seorang seniman yang kreatif yang sekaligus juga sebagai pelindung seni (2000:36). Beksan Etheng lahir bersamaan dengan dengan karya-karya tari semasa Beksan Trunajaya yang terdiri dari Lawung Ageng, Lawung Alit, dan Sekar Madura. Menurut RM Pramutomo (2017) Beksan Etheng pada dasarnya telah menjadi bagian dari resepsi pernikahan agung putra putri Sultan pada zaman Sultan HB V sampai ke Sultan HB VIII. Beksan Etheng merupakan bagian dari pemediaan muatan pesan falsafah seni, budaya, sekaligus prinsip hidup manusia Ngayogyakarta sebagai pewaris budaya Mataram. Tarian sebagai bagian dari upaya peletakan dasar-dasar pandangan hidup negara dan masyarakatnya. Beksan Etheng digolongkan sebagai tarian yang cukup berat. Untuk dapat mempelajarinya, dibutuhkan sekitar satu tahun agar menjadi mahir. Waktu satu tahun pembelajaran dimaksudkan agar makna dan suasana dialog para pemainnya betul-betul natural, menyatu dengan perannya. Artinya, antara peran Botoh dan Sawung tidak hanya hafal teks naskah, tetapi sudah sampai tahapan nyarira, yaitu merasuk ke dalam diri sehingga kalau nanti ada gending pedhotan sudah tidak terkejut untuk merespon. Beksan Etheng dimainkan oleh dua belas penari yang terbagi dalam empat penari yang berperan sebagai Botoh, empat penari yang memerankan Sawung, dan empat penari memerankan Rencang Botoh. Ragam tari dalam Beksan Etheng terbagi dalam peran-perannya: untuk Botoh biasanya menggunakan tari Kagok Bapang; untuk Sawung menggunakan kalang kinantang alus; dan untuk Renceng Botoh menggunakan ragam tari yang belum dinamai. Iringan yang digunakan adalah Gending Tawang Ganjur Slendro Pathet 9, irama ketawang sedang untuk perang diiringi Gending Kalaganjur. Busana yang digunakan adalah pakaian wayang wong zaman kuno. Irah-irahan tepen yakni ikat kepala model kodhok boneset untuk Botoh, sedangkan untuk penari alus berupa irah-irahan lar (seperti klana alus). Rencang botoh memakai pakaian ala Madura, sedangkan Botoh adalah celana cindhe, nyamping kawung ageng sapit urang, buntal, lontong cindhe, kamus timang bludir, kricing, boro, kaweng, kalung tanggalan, kelat bahu, duwung gayaman, dan oren. Pakaian untuk sawung adalah celana cindhe, nyamping parang gurda sapit urang, lonthong cindhe, kamus timang, boro, kalung sungsum, kelat bahu, duwung branggah, sumping oren. Senjata yang digunakan dalam menari adalah tameng yang dipakai oleh Botoh dan Sawung. Sawung digunakan hanya pada saat permulaan dan saat akhir tarian. Pocapan (Dialog) menggunakan bahasa campuran bahasa Madura dan bahasa Bagongan. Prosesi penampilan tarian ini dimulai dengan alunan gamelan dari pengrawit dan waranggana yang berada di sisi utara panggung. Krincing penari Botoh sayup-sayup terdengar. Rombongan penari sudah siap dan dimulai dengan Lagon Slendro 9. Penari masuk beriringan dari sisi kanan dan kiri mengarah ke gawang pinggir, Rencang Botoh, Botoh, Sawung, Botoh, Rencang Botoh. Para penari langsung berjajar duduk berderet sejajar di sisi kanan dan kiri area menari. Di susul Pocapan antara Dhalang dan Botoh. Sahut-sahutan. Selesai proses tersebut, dilanjutkan dengan beksa, yaitu gerakan maju ke area tengah. Kandha dikumandangkan. Mantap mengumandang ”Wauta,... songkok prikonca, siten ethenge, dinadek ethenge, ginabek jelame, srebah asrah ganjur”. Masuklah gending ”Tawang Ganjur”, seseg antal. Penari menuju gawang pinggir. Kemudian muncul pocapan antara Botoh dan Sawung. Iringan mengalun lagi dan penari hambeksa. Kembali dibunyikan dialog yang diakhiri dengan ngakak bersama. Setelah itu, pocapan yang bergairah kembali muncul dengan memberi semangat dan diakhiri dengan ngakak bersama. Iringan terus berlanjut sampai para Botoh mulai bertaruh. Para Botoh dan Sawung menuju gawang tengah. Tantangan taruhan, penari kemudian balik ke posisi semula dengan diiringi pocapan. Selanjutnya, diteruskan dengan beksan para penari sampai beberapa gong-an. Tarian disusul dengan lirik Kawin, tembang Girisa dilanjutkan Kandha. Selanjutnya, pocapan kembali untuk kemudian tayungan nengah gawang. Pocapan dilakukan lagi dan dilanjutkan dengan beksa. Hal itu diulangi sampai pertarungan silih berganti dan diakhiri dengan percakapan Botoh tertawa ngakak.. Beksa kembali ke arena pertarungan menang dan kalah etheng. Penari bergerak menengah, meminggir dengan menggunakan tameng, begitu seterusnya berselang pocapan, tawa, dan iringan dengan pedhotan-pedhotan selaras dengan irama pocapan. Rencang botoh dapat berimprovisasi dalam tahap ini dan direspon dan direaksi oleh Botoh. Unik silih berganti terus- menerus antara tarian dan pocapan, ramai tumpang tindih gumyak. Selesai para penari ke gawang tengah kemudian beksa miring hendak mengakhiri tarian. Lagon, para Sawung dan Botoh undur diri dari sisi kanan dan kiri tempat semula muncul. Para Rencang Botoh tetep di area tari, mereka berdialog tagih-menagih diimbuh dengan banyolan-banyolan khas wong cilik. Iringan gending playon, para Rencang Botoh undur diri. Suwuk dan tarian berakhir. Beksan Etheng yang disusun pada masa HB I ini dipergunakan sebagai sarana pengendali perubahan sosial, dari suasana kemileteran dan peperangan menuju tertib sipil sebagai negara berdaulat. Oleh sebab tujuan tersebut, Beksan Etheng disusun dengan filosofi dasar dalam ”kawruh Joged Mataram” serta filosofi ”sawiji,greget, sengguh, nora, mingkuh” yang semua terwarisi secara turun-temurun dan tidak sembarang orang dapat mempelajarinya, yang pada akhirnya kini menjadi ”pengetahuan umum” yang tidak saja menjadi acuan dalam berkesenian, tetapi juga mampu menjadi ”panduan teknis” bersikap dalam kehidupan sehari-hari.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047