Beksan Golek Pucung Kethoprak

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800719
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image
Tari Golek Pucong Kethoprak diciptakan oleh KGPAA Mangkubumi putra HB VI atau adik HB VII bersamaan dengan golek-golek yang lain dan gendhingnya diciptakan oleh KRT Wiraguna (Putra Mangkubumi). Istilah Golek Pucong Kethoprak terdiri dari beberapa kata yaitu, Golek berarti jenis tarian (beksan) putri, Pucong, nama gending utama untuk mengiringinya dan Kethoprak adalah aksen rasa gerak tari yang biasa dibawakan pemain seni kethoprak tradisi. Golek Pucong Kethoprak hadir sebagai penanda relasi antara seni kerakyatan dan seni istana(RM Dino Satomo, 2010). Para penari tari ini haruslah seorang sinden sehingga berkaitan dengan dua hal yaitu (1) asumsi bahwa para sindhen telah memiliki penguasaan daya rasa gendhing lebih daripada penari yang bukan pesindhen atau pengrawit sehingga rasa gending segera didapatkan dari tariannya;(2) adanya motivasi memperkaya sumber penari dari kalangan pelaku seni karawitan tidak saja karena kebutuhan rasa gendhing, melainkan sebagai bagian dari siasat kebudayaan yang terkait dengan perluasan partisipasi masyarakat yang meluas sehingga dapat memperkuat jati diri kebangsaan yang pada zaman KGPAA Mangkubumi Putra HB VI dan KRT Wiraguna adalah masa pergerakan nasional. Golek dalam arti kosa kata Jawa artinya mencari, atau carilah makna atau jajaran kebaikan yang dapat dipetik dari suatu karya seni pertunjukkan. Pada pertunjukkan wayang kulit, di akhir pagelaran dalang sering menutup dengan penampilan jejogetan anak wayang golek yang dimaksudkan agar penonton dapat memetik manfaat ajaran yang sepanjang malam dipergelarkan. Golek adalah wayang anak yang populer di Jawa Barat dan membawa lakon-lakon dari Serat Menak dan Serat Ambya di Jawa Tengah dan DIY.Wayang Golek yang dimainkan di daerah Kedu inilah yang menginspirasi HB IX untuk menciptakan tarian Golek Menak pada tahun 1944. Tari ini belum selesai diperbaharui sampai HB IX wafat sekitar tahun 1988. Kemudian di era abad 20 seputaran tahun 1900 hingga kemerdekaan atau zaman kebangkitan nasional, era saat kekayaan karya budaya bangsa termasuk seni klasik tradisi istana Yogyakarta menjadi alat perjuangan strategis, Tari Golek Pucung Kethoprak pun menjadi bagian dari propaganda tersebut. Golek adalah tarian yang menembus batas kultural, membangun suatu perjalanan vertikal hingga secara horinzontal juga memberi makna makin beragamnya pilihan ragam tari dalam masyarakat. Golek memerankan dirinya sebagai salah satu pembawa perubahan yang cukup bermakna. Dalam proses transformasinya, Golek Pucong Kethoprak mampu mengubah diri dan membangun identitas baru sebagai suatu tarian terhormat. Golek Pucong Kethoprak pada awalnya tarian yang berkesan tregel, kenes, cenderung nakal, bahkan erotik telah diperhalus dengan pendekatan estetika klasik sehingga berubah menjadi tarian tanpa kesan erotik namun terkesan mbranyak dan riang gembira menyenangkan. Tidak sewibawa dan se-luruh bedhaya dan srimpi. Transformasi inilah yang kemudian membuat ikatan kuat jatidiri interaksi budaya masyarakat DIY di dalam mengelola hubungan kawula-bendara, rakyat dan gustinya, kampung dan istana. Tri golek telah memasuki kalangan rakyat menjadi bidang olah dan bidang garap kreator-kreator kelas menengah atas. Tari Golek Pucong Kethoprak dapat menjadi populer karena tidak memerlukan persyaratan teknis yang terlalu berat, mencerminkan ekspresi remaja putri, dinamis dan riang, dapat ditarikan seorang diri dan relatif cepat dikuasai secara teknis gerak. Kunci kehebatan Tari Golek adalah penguasaan irama gending oleh penarinya, relasi gerak dan kendangan. Tari Golek Pucong Kethoprak berpegang pada kemampuan wiraga, wirama dan wirasa. Prosesi pertunjukkan diawali dengan Pesindhen dan pengrawit serta penari yang bersiap. Lantai agung pemanggungan tari klasik, Lagon Wetah. Penari masuk dan berada di posisinya kemudian duduk sesembahan lalu berdiri untuk berjalan kapang-kapang lampah sekar. Beberapa gerakan dilakukan untuk kemudian kembali ke posisi jengkeng dan duduk disusul dengan Lagon Jugak. Kemudian gendhing Pucong, sesembahan, jengkeng, berdiri lanjut nglengking terus mapan baru kemudian nggurda, nyerimpet, dan seterusnya yaitu nafas gerak pemain kethoprak, dibawakan dengan rasa gembira, penuh senyum, dan lenggok yang ”menggoda”. Selanjutnya bergerak bergeser dan memulai simbolisasi aktivitas remaha putri memacak diri. Mulai gelungan ngracik dan seterusnya gerakan mengalir bergeser dalam muatan rasa gerak bersama Gendhing Pucong. Tampak jelas penguasaan penari atas isi pesan tarian. Di samping penguasaan teknik menari, juga penguasaan ruang pertunjukkan, suatu pendhapa yang luas dengan seorang diri menari. Setelah borehan, jelas tampak penari mulai peragaan lampah kethoprak ke arah depan (maju), ke arah samping kiri, mau lagi, kemudian ke kanan. Gerakan dilakukan terus menerus memperlihatkan kemayunya seorang putri. Penari melakukan leleyeh kemudian nggurda disusul jengkeng dan lenggah. Terdengar Lagon Sekar Dhandhanggula. Tarian berakhir dengan gerakan kapang-kapang mundur. Keberadaan Tari Golek dalam pengertian penggambaran anak gadis yang sedang bersolek, berdandan, berias, berbusana, ceria penuh keriangan, dibumbui rasa gerak kenes kemayu, membawa perbawa pesona, sudah menjadi konsumsi publik seni pertunjukkan tari klasik sejak lama. Pesan yang ingin disampaikan dari tarian ini memberikan semangat baru tentang citra diri seorang perempuan Jawa yang penuh kegembiraan. Citra inilah kemudian memberikan identitas baru bagi perempuan khususnya para penari Kraton yang mahir bersolek dan riang gembira.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047