Megibung

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800741
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Bali
Responsive image
Magibung merupakan tradisi makan bersama dalam satu wadah (sela) yang ada dalam kehidupan masyarakat Karangasem, Bali. Magibung berasal dari kata gibung yang berarti kegiatan yang dilakukan oleh banyak orang untuk saling berbagi satu dengan lainnya mendapat awalan me-berarti melakukan suatu kegiatan. Tradisi Magibung dikenalkan oleh Raja Karangasem, yaitu I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem sekitar tahun 1614 Caka atau 1692 Masehi pada saat Karangasem dalam ekspedisinya menaklukkan raja-raja yang ada di tanah Lombok. Ketika beristirahat dari peperangan, raja menganjurkan semua prajuritnya untuk makan bersama dalam posisi melingkar yang belakangan dikenal dengan nama magibung, bahkan Raja sendiri ikut makan bersama dengan prajuritnya. Dalam prosesi magibung satu kelompok / sela terdiri dari maksimal 8 (delapan) orang yang duduk bersila dan melingkar sesuai dengan arah mata angin untuk menikmati hidangan dalam satu tempat atau wadah yang terdiri dari nasi dalam jumlah yang cukup ditaruh diatas wadah disebut gibungan diletakkan ditengah-tengah lingkaran dan satu tempat khusus untuk lauk-pauknya disebut karangan berupa sate, lawar (putih dan merah), pepes daging, urutan, sayur daun belimbing, pademara. Hidangan gibungan disantap secara bersama-sama dengan salah seorang sebagai pemimpin (pepara) biasanya yang tertua diantara peserta magibung yang bertugas untuk menuangkan lauk-pauk diatas gundukan nasi secara bertahap. Dalam megibung ada beberapa aturan yang harus diikuti yakni : 1.Satu sela (gibung) terdiri dari 8 (delapan) orang dengan posisi duduk bersila agak miring mengitari gibungan dengan arah putaran kekanan. 2.Setelah semua gibungan terisi maka tuan rumah atau yang mewakili akan menyampaikan beberapa penyampaian kemudian mempersilahkan untuk mulai makan. 3.Dalam satu gibungan biasanya akan ditunjuk satu orang untuk mengambil dan meletakkan (nuunang) lawar dan lauk diatas nasi. Adapun urutan untuk diturunkan adalah : jukut blimbing, anyang, jeruk, urab, balung, sate nyuh, sate isi, dan terakhir sadur. 4.Tidak diperbolehkan mendahului mencuci tangan dan bangun sebelum semuanya selesai makan. 5.Pada saat makan tidak boleh menaruh remahan diatas nasi dan tidak boleh bersendawa. Magibung sering digelar berkaitan dengan berbagai jenis upacara adat dan Agama Hindu seperti upacara potong gigi, otonan, pernikahan, ngaben, pemelaspasan maupun piodalan di Pura. Pada kegiatan-kegiatan tersebut biasanya pemilik acara memberikan undangan kepada kerabat serta sanak keluarganya guna menyaksikan prosesi kegiatan upacara ataupun membantu pelaksanaan upacara dimaksud dan pemilik acara akan menyiapkan suguhan berupa magibung untuk menjamu tamu-tamu dan kerabat. Magibung mengandung syarat makna dan nilai sosial yakni meningkatkan kebersamaan masyarakat karena dalam magibung orang-orang akan makan bersama tanpa membedakan status sosial maupun kasta. Dengan demikian akan muncul rasa kekeluargaan, rasa sosial, rasa gotong royong dan rasa saling harga menghargai satu dengan lainnya.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047