Parade Pasukan A'jaga Tubarani

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800779
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Sulawesi Selatan
Responsive image
Parade Pasukan Tubarani di masa lalu dilakukan pada saat pasukan akan melaksanakan perang , parade pasukan ini digelar dimaksudkan untuk melihat kesiapan pasukan, untuk mengetahui kekuatan, untuk melihat keberanian serta sumpah para pasukan untuk berjuang sampai titik darah penghabisan. Parade pasukan ini dilaksanakan di depan Raja sekaligus pengucapan sumpah setia yang lazim dikenal dengan Ang’ngaru. Selain itu pula Pasukan Tubarani pada masa lalu digunakan sebagai pasukan pengawal Raja baik berada di Istananya maupun ketika Raja hendak berkunjung ke suatu daerah, maka pasukan Tubarani ini selalu ikut mengawal raja. Pasukan yang akan direkrut dalam Pasukan Tubarani tidak sembarangan, mereka harus memiliki kelebihan ilmu kanuragan/kesaktian yang tinggi ,memiliki keberanian yang besar dan memiliki tingkat kesetiaan yang besar kepada Raja . Secara umum sejarah terbentuknya pasukan Tubarani bagi etnis Makassar tercermin dalam semangat falsafah siri’ Na pacce dalam artian : 1. Siri’, dalam arti kulturnya adalah malu yang erat hubungannya dengan harkat (Value), Martabat (dignity), kehormatan diri (honour) dan harga diri ( high respect ) sebagai manusia yang utuh Siri’ tidak diekspresikan keluar yang hanyan dirasakan oleh yang bersangkutan. 2. Pacce, dalam arti kulturnya adalah balas kasih perikemanusian (Humanisme-Universal) turut merasakan kepedihan dan berhasrat membantu karena adanya hubungan rasa ( Solidaritas sosial). Maka makna siri’ dan Pacce, yaitu harkat dan martabat dan rasa pedih mendalam. Dari sinilah lahir adat (Pangngadakkang) yang mengatur watak, moral dan sikap hidup (way of life ) orang Bugis-Makassar. Secara realita bahwa penyelesaian suatu masalah maka dengan Jantan dan Sportif di Ujung besi, bertarung sampai titik darah penghabisan, Seperti tuturan berikut : “ Punna Siri’ le’ba nionjokang, se’re lipa niruai, sionjo tompo bangkeng, sikeke kamma lame siumbang kamma pacco.” Esensinya adalah ketika harga diri diinjak-injak, nyawa pun taruhannya. Didorong oleh budayaSiri’ dalam menghadapi perjuangan dan perang, merekatidaktakutakankematian, karena Siri’ yang besar dan iman yang teguh penuh kepasrahan dan kepercayaan pada takdir Tuhan.Dalam arti lain, semua mempunyai arti esensiat baik pada dirinya maupun bagi persekutuannya bagi etnik Makassar, memiliki kepribadian dan termasuk syaratnya adalah keberanian. Membela kehormatan dalam artian pula,membela tanah air dan berani mempertahankan kebenaran dan keadilan. Muncul pemberani akan bereaksi mengadakan perlawanan dikenal Sebagai TAU-BARANI / TUBARANI, berarti manusia berani , bersesuaian tuturan Sumpah Setia Tubarani, seperti : “Cini-cinika Karaeng. I Kambe Tabbala Tubarania, Takkunjungan Bangung Turu’, Nakugunciri Gulingku , Kualleangngangi Tallanga Natoalia” (saksikanlah hai Karaeng/rajaku, kami para Tubarani, sekali berlayar lepas kepantai,sekalipun layar robek dan kemudi patah, berpantang surut kembali) “ Nakareppekang Panggngulu ri baruga, nakatepokan pasoran attangnga parang, Sangkontumama mangngiwang manrabbukia “. Bermakna : ( akan bertarung di medan laga dimana-mana saja, mengamuk menerka mangsa). “ Manna cera’ ni limbangi, manna buku niteteji, kaiballei, borik ajjalana tallsakka”. Bermakna : ( apapun yang akan terjadi dalam kerasnya perang, mati atau hidup demi Negeri dan Bangsa. Di masa Kerajaan Gowa, Keberanian adalah termasuk syarat yang harus dimiliki untuk menjadi Raja atau pemimpin, Yaitu BARANIPI ( Bahasa Makasssar) berarti memiliki sifat Keberanian. Dengan Kata lain harus memiliki keberanian untuk berbuat dan bertindak. Salah seorang Panglima Tubarani dari Seorang Bangsawan Gowa meninggalkan wasiat “ pungku sallang mammoterang, tarawanga siagang selekku, mangku manjorengan , laku bundu’ji Balandaya”.( seandainya tiba ajalaku, kuburkan saya bersama kerisku, dihari kemudian pun, akan kuperangi sang Belanda ). Dimasa lalu, secara rutinitas setiap tahun dilakukan upacara pemberkahan pataka kebesaranian kerajaan, yaitu : a..Pataka gaukang Kerajaan Gowa “ Garudaya ri Gowa “. b.Pataka gaukang Kerajaan Tallo “ Macan Keboka ri Tallo” Pataka-pataka tersebut, masing-masing dikawal garda elit “ Tubarani Patampulo “ berfungsi sebagai “ Pallapa Barambang “ ( pelapis dada) adalah Tubarani berani mati. Menyusul Panji / Bate kebesaran dari Para Bate Salapang, Bate Anak Karaeng dan negeri-negeri Lainnya, dalam kekuasaan Kerajaan Gowa. Disebutkan pula garda elit Tubarani, Serta satuan-satuan tubarani lainnya adalah memiliki kedikdayaan/kesaktian, perlengkapan senjata bertuah Serta ampuh demikian juga keterampilan pendekar. Diantara Pallapa-Barambang dan Tubarani merupakan Tubarani andalan( Nipattoang ) dan di percaya ( Nirannuang ), ini Harus berpadu Kedua-duanya. Panglima tertinggi angkatan Perang Kerajaan dikomadoi yang disebut Karaeng Tumakkajannang Pabbundukang, Yang membawahi Panglima panglima perang /Tubarani, Yaitu Karaeng Pabbundukang, Karaeng Burakne, Punggawa Bundu’, Lokmok, Cambang dan Sebagainnya. Bilamana setiap akan menghadapi peperangan Garda/ Laskar Tubarani Diberkahi dengan meminum air dari sumur bertuah “ BUngung – Barania” bermasuk tambah semangat keberanian, tetap bersemayam benih benih tempur untuk meneruskan perlawanan dan mewarisi jiwa petarung, serta darah Semangat kepahlawanan. Sekedar perbandingan di tanah Makassar dulu, pesohor penamaan senantiasa diasosiasikan dengan corak binatang pilihan atau bertenaga Kuat, Seperti disebutkan dipakai perlambang adidaya, keperkasaan dan keberanian,yaitu Pataka Gaukang Kerajaan Gowa “ Garudaya” ri Gowa “Macan Keboka ri Tallo “ dan antara lainnya : Panji Buleng-bulengna ( Ayam ) Mangasa, Ballang Cangngeya’na ( Unggas) Tombolo, LIpang Bajeng , Sementara di Jawa banyak menggunakan Hewan Bertenaga Kuat Seumpama Gajah Mada, Lembu Sora, Kuda Merta Dan Kebo ( kerbau ) Cempaka. Terlebih Khusus terhadap Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XVI ( 1653-1669) Alias I Mallombassi Daeng Mattawang Karaeng Bontomangape diberi Gelar “ Ayam jantan “ Benua Timur, Pemberian Ayam jago/Jantan bukan sebatas slogan tapi berdasarkan Kehebatan, Keberanian dan kebesaran Sultan Hasanuddin. Menyusul I Fatimah Daeng Takuntu Karaeng Campagaya , Putri langsung Sultan Hasanuddin dijuluki ” Garuda Betina “ dari timur adalah sosok pribadi mewarisi sifat Ayahandanya yang Tegas, Teguh Pendiriran Serta Pemberani. Bersama Laskar Srikandi Yang dipimpinnya, Bersenjatakan Badik, keris dan Balira (Sejenis alat Tenun) terbilang ampuh digunakan dalam kancah perang dan pernah membantu Sultan Banten ke VII bergabung dengan Syech Yusuf Al-Makassari (Asal Makassar) .

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047