Maccera Arajang

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800788
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Sulawesi Selatan
Responsive image
1. Pendahuluan Upacara Membersihkan benda pusaka yang disebut Maccera Arajang dalam bahasa bugis,dan dalam bahasa Makassar disebut Accera Kalompoang. Adapun tujuan dari pelaksanaan upacara ini adalah untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar menurunkan berkahnya sehingga tercipta ketentraman, kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Upacara Maccera Arajang dilaksanakan di Kelurahan Gilireng khususnya dan Kecamatan Gilireng pada umumnya di Kab. Wajo. Pelaksanaannya awalnya sekali setahun dengan waktu pelaksanaan selama tiga hari tiga malam, namun saat ini pelaksanaannya sudah dua tahun sekali sesuai hasil kesepakatan tokoh- tokoh masyarakat, dimana salah satu yang menjadi pertimbangan adalah masalah besarnya biaya dan juga keturunan dari Arajang sudah banyak yang tinggal di luar Sulawesi Selatan. Pelaksanaan Upacara Maccera Arajang di pusatkan di rumah Saoraja Petta ManurungngE dan di rumah inilah tersimpan benda-benda pusaka peninggalan Kerajaan Gilireng. Pelaksanaan upacara ini juga merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang salah satu kegiatannya adalah membersihkan benda-benda pusaka dan selanjutnya benda-benda tersebut di arak berkeliling kampung oleh warga masyarakat. Tradisi Upacara Maccera Arajang sampai sekarang ini masih tetap dipertahankan oleh masyarakat Gilireng karena upacara ini mempunyai makna yang sangan mendalam bagi kehidupan masyarakat. Adapun Fungsi Upacara maccera Arajang bagi masyarakat Gilireng pada dasarnya terbagi dua yaitu fungsi sosial dan fungsi religius. Adapun makna yang terkandung di dalamnya diantaranya nilai-nilai yang menguatkan jatidiri bangsa dan nilai-nilai yang menguatkan integrasi bangsa. 2. Proses pelaksanaan upacara “ Maccera Arajang” a. Sejarah singkat Upacara Maccera Arajang” Tradisi ini berasal dari daerah Kampung Gilireng yang jaman dahulu berdiri sebuah kerajaan yang di pimpin oleh tradisi raja yang bergelar Cakkuridi La Cannong Petta Lampe Uttu), sebagai Cakkuridi I sang raja secara turun temurun mempunyai kegemaran berburu rusa yang dikenal dengan maddengngeng. Pada suatu saat sang raja Petta Cakkuridi IV La Tulu mengadakan acara maddengngeng di hutan maccongi yang dipimpin oleh sulewatang dg Mattone. Saat kegiatan berlangsung, tiba-tiba muncul seekor rusa jantan, para pasoso yang tidak berkuda maupun yang berkuda bersama anjingnya mengejar rusa tersebut masuk ke hutan ale tekkue. Tak terasa suara gongngongan anjing hilang bersama rusa tersebut sehingga membuat para pasoso heran. Dalam perasaan heran tersebut para pasoso tiba-tiba mendengan bebunyian yang aneh seperti ana beccing, kancing-kancing, gendang dan gong serta berbunyian lainnya yang pasoso tidak tahu nama bunyi tersebut. Para pasoso keluar darim hutang ale takkue melaporkan kejadian aneh tersebut kepada Sulewatang dg. Mattone masuk ke hutan ale takkue dan mendengar bebunyian yang sama, apa yang didengar para Pasoso. Kemudian Sulewatang bersama rombongan kembali ke kampung Cilireng dan menuju Saoraja untuk melaporkan kejadian aneh tersebut kepada sang raja (Cakkuridi). Keesokan harinya sang raja beserta pendampingya masuk ke hutan ale Takkue untuk menyaksikan kejadian aneh tersebut. Sang Raja memerintahkan kepada dukun yang sudah mempersiapkan sesajian untuk acara ritual berupa sokko piturupa dan sesajian lainnya. Seluruh rombongan duduk bersilah mengelilingi bebunyian tersebut, terjadilah kejadian yang menakjubkan beberapa benda aneh munculyang berbunyi dan bergerak tanpa ada yang menggerakkan. Bersama masyarakat Gilireng sangat senang dan bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Maka diadakanlah pesta adat yang dilaksanakan selama tiga hari tiga malam sekaligus membersihkan (Mattompang) benda-benda tersebut. Pada setiap tahunnya benda pusaka kebanggan masyarakat gilireng tersebut di pestakan dengan kegiatan Maccera Arajang Padditanai Petta Manurungnge. Kegiatan ini dilaksanakan menjelang turun sawah dengan makna memohon kepada dewata Seuwwae(Tuhan Yang Maha Esa) agar menurunkan berkahnya sehingga tercipta ketenteraman kedamaian, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. b. Proses Upacara” Maccera Arajang” Secara etimologis upacara” Maccera Arajang” merupakan gabungan dari dua buah kata yang berasal dari bahasa daerah Bugis, yaitu maccera dan arajang. Maccera adalah sebuah kata kerja, kata jadian yang berasal dari kata dasar cera’, artinya darah. Apabila di depan kata cera’ ini diberikan ma, maka terbentuklah kata jadian maccera’, artinya memberikan atau mempersembahkan, menyajikan darah (Rahayu Salam, 2000p;26). Kata arajang atau gaukeng adalah bahasa daerah bugis yang berarti benda-benda pusaka kerajaan, kekuasaan. Jadi apabila di depan kata ini ditambahkan dengan kata maccera maka terbentuklah sebuah kata atau istilah yaitu Maccera Arajang yang berarti membersihkan (bugis Bone : mattompang) benda-benda pusaka milik kerajaan Gilireng yang ada di rumah Saoraja Petta Manurungnge. Sebagaimana diketahui bersama bahwa Kabupaten Wajo adalah salah satu kabupaten ynng ada di Provinsi Sulawesi Selatan yang memiliki sejarah budaya yang panjang, hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa tradisi-tradisi kebudayaan yang tetap dipertahanhan dan dilaksanakan oleh masyarakat pendukungnya. Adapun tradisi-tradisi kebudayaan yang dikenal dengan upacara adat di Kab. Wajo adalah upacara adat Maccera Tappareng dan upacara Maccera Arajang. Kedua upacara adat tersebut di atas dilaksanakan pada tempat yang berbeda dan waktu pelaksanaan yang berbeda pula, tapi tujuan dari pada dilaksanakannya upacara ini mempunyai satu tujuan, yakni memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar menurunkan berkahnya sehingga tercipta ketentraman, kedamain, kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Pelaksanaan upacara Maccera Tappareng dilaksanakan Kecamatan Tempe atau di Danau Tempe, Sedangkan pelaksanaan upacara Maccera Arajang di laksanakan di kelurahan Gillireng kecamatan Gillireng Kabupaten Wajo. Pada awal-awal dilaksanakannya Upacara Maccera Arajang ini pelaksanaannya diadakan setiap tahunnya, ketika hendak turun ke sawah. Namun seiring dengan perjalanan waktu, maka pelaksanaan upacara Maccera Arajang ini dilaksanakan dua tahun sekali. Hal ini diambil dari hasil kesepakatan dari tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Kecamatan Gillireng, dimana salah satu yang menjadi pertimbangan adalah besarnya biaya yang dikeluarkan pada saat dilaksanakan upacara, begitu pula dengn keturunan dari Arajang yang selalu mengikuti pelaksanaan upacara Maccera Arajang sudah banyak yang tinggal di tempat lain di luar Sulawesi Selatan. Pelaksanaan upacara Maccera Arajang ini dipusatkan di rumah Soraja Petta Manurungnge dan di rumah ini tersimpan benda-benda Pusaka peninggalan Kerajaan Gillireng diantaranya berupa keris, beberapa batu permata, dan pedang Panjjang. Salah satu kegiatan yang dilaksanakan pada acara Maccera Arajang adalah membersihkan benda pusaka dan pelaksanaan dari upacara ini berlangsung tiga hari tiga malam dengan mengarak benda-benda pusaka tersebut berkeliling kampung oleh warga masyarakat.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047