Sireuw

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800815
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Papua
Responsive image
Sirew adalah pakaian tradisional wanita suku-suku bangsa Mangkaruai Robaha-Ansus, Pom, dan Serewen di Distrik Yapen Barat, Kabupaten Kepulauan Yapen Papua.Sirew dibuat dan digunakan oleh masyarakat suku-suku bangsa Mangkaruai Robaha-Ansus, Pom, dan Serewen sebelum adanya introduksi pakaian modern. Sirew merupakan bukti kemajuan sistem pengetahuan dan peradaban suku-suku bangsa pencipta dan pendukung-nya, sirew tidak sekedar sebagai penutup tubuh tetapi pada sirew tekandung makna harga diri dan prestise sebagai makluk berbudaya. Berdasarkan dasar pemikiran tersebut, maka sirew dapat diusulkan sebagai salah satu Warisan Budaya Tak Benda dari Kabupaten Kepulauan Yapen Papua. Fungsi sirew pada zaman dahulu adalah sama dengan fungsi rok pada pakaian modern. Sirew digunakan untuk menutup bagian bawah tubuh wanita, sementara bagian atas tubuh (payudara) wanita suku bangsa Ansus pada zaman dahulu biasanya menggunakan dua buah tempurung kelapa yang diikat dengan tali. Sirew terbuat dari manik-manik (raori) yang dipasang pada tali dan dijalin/dianyam sedemikian rupa, sehingga dapat diikatkan pada tubuh bagian bawah wanita. Persiapan pembuatan Sirew tidak terlalu sulit, sebab bahan dasarnya menggunakan kulit kayu dan manik-manik. Pada zaman dahulu kulit kayu yang digunakan adalah kulit kayu ganemo. Namun saat ini pohon ganemo sudah sulit ditemukan di wilayah Yapen, sehingga masyarakat beralih menggunakan kulit kayu lain, seperti kulit kayu semang. Kulit kayu semang terbagi menjadi beberapa jenis yaitu, korowe, mani, dan mewun. Selain kulit kayu semang masyarakat juga sering menggunakan jenis pohon tikar, tali rumput laut kusumi, tali yute, dan tali win. Dalam pembuatan sirew, pertama-tama kulit kayu ganemo diambil, kemudian direndam dalam air, setelah itu dijemur. Pada saat menjemur tidak boleh ada orang yang melewati tali tersebut, karena akan merusak pembuatan pakaian. Setelah tali sudah siap, tahap selanjutnya adalah membuat manik-manik. Bahan dasar pembuatan manik-manik berasal dari biji rumput atau dari pohon patibu. Dalam pembuatan sirew, banyaknya manik-manik tergantung dari besar atau kecilnya pakaian yang dibuat. Pembuatan sirew dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama, antara satu sampai empat minggu, tergantung pada bentuk dan motif pakaian. Menganyam sirew dilakukan oleh mama-mama atau kaum perempuan yang sudah terlatih. Proses penganyaman sangat sulit, karena bukan menggunakan satu tali saja. Menganyam sirew menggunakan delapan tali atau bahkan lebih, sehingga anyaman ini sangat rapat dan tidak mudah air masuk. Pada zaman dahulu pembuatan sirew dilakukan pada bulan purnama, hal ini karena pada masa itu belum ada lampu, sehingga untuk menerangi pengayaman pada malam hari dilakukan pada saat itu. Dalam membuat sirew tidak sembarang orang bisa melakukannya. Biasanya anak yang terpilih membuat sirew berdasarkan dari hari kelahiran. Hal ini karena jika dilakukan oleh orang bukan pilihan dikhawatirkan akan terjadi kecelakaan. Setelah sirew terbentuk, proses selanjutnya adalah pewarnaan. dalam proses pewarnaan dilakukan dengan bahan-bahan tradisional, seperti warna merah berasal dari tanaman wowaru, warna kuning berasal dari tanaman bunga pacar kuku, warna biru diambil dari tanaman buah tinta, warna putih berasal dari warna asli biji pohon patibu, dan dan warna hitam berasal dari cairan hitam cumi atau sotong. Sirew menurut masyarakat merupakan lambang darah manusia, ini dapat terlihat dari motif yang digunakan di dalam pakaian tersebut, seperti motif kerangka manusia, hantu laut, buaya, bulan, bintang, matahari, tifa, bendera, burung cenderawasi, nama orang, dan ikan duyung. Dahulu sirew dapat digunakan oleh perempuan maupun laki-laki, perbedaan pakaian hanya terletak pada bentuk. Untuk laki-laki hanya digunakan untuk menutup dada pada waktu perang, sedangkan perempuan untuk menutup bagian kemaluan. Saat ini sirew menjadi pakaian yang berharga, karena memiliki nilai budaya yang sangat tinggi, terutama sebagai alat tukar hingga sebagai alat hantaran mas kawin dalam sebuah perkawinan. Makna yang terkandung dalam motif dan warna pakaian Sirew : -Motif kerangka manusia, memiliki makna untuk mengingatkan akan para leluhur, sehingga orang-orang tetap menjalin hubungan baik dengan para leluhur dalam memelihara alam lingkungan. -Motif hantu laut digunakan berdasarkan kepercayaan orang Yapen yang bermata pencaharian sebagai nelayan, di mana mereka mempercayai bahwa di sekitar laut terdapat penghuni atau roh halus. -Motif buaya digunakan karena dalam mitologi orang Yapen buaya memiliki keterkaitan dengan sejarah asal usul orang Yapen. Di mana buaya dianggap moyang dari orang Yapen. -Motif bintang ada kaitannya dengan sistem pengetahuan dan kepercayaan, di mana bintang dijadikan patokan dalam melakukan aktivitas melaut. -Motif bulan ada kaitannya dengan sistem kepercayaan masyarakat akan waktu-waktu baik dalam melakukan aktivitas. -Motif matahari ada kaitannya dengan kepercayaan orang Yapen bahwa matahari merupakan dewa atau penguasa alam semesta. -Motif tifa berkaitan dengan kesenian, di mana tifa merupakan alat utama dalam setiap ritual budaya. -Motif burung cenderawasi berkaitan dengan alam dan keindahan kepulauan Yapen, di mana dahulu banyak hidup dan berterbangan burung cenderawasi. -Motif ikan duyung, motif ini digunakan oleh orang Yapen karena memiliki keterkaitannya dengan mitologi mereka sebagai satu keturunan.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047