Burung Kwayang

Tahun
2010
Nomor. Registrasi
2010000102
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Riau
Responsive image

Tari Buwong Kuayang dugubah dari ritual pengobatan Buwong Kuayang, dengan menghilangkan unsur-unsur magisnya. Meskipun demikian perlengkapan dan prosesinya ditiru semirip mungkin dengan situasi aslinya, dengan penambahan unsur-unsur dramatis. Dalam versi ini, titik perhatiannya adalah menyajikan sebuah pertunjukan berupa nyanyian dan tarian dengan sebuah koreografi yang mengisahkan prosesi upacara pengobatan. Dramatisasi juga ditunjukkan dalam perlengkapan, misalnya pakaian. Para penari dan pemeran pemantan semuanya memakai baju kulit torok (terap), yang menguatkan kesan bahwa persembahan ini berasal dari orang Bonai, yang pada satu masa dikenal sebagai komunitas hutan yang memakai pakaian dari kulit kayu terap tersebut. Citra ini menguatkan pandangan orang luar pada orang Bonai mengenai eksotisme mereka.

Alat musik utama yang dipakai dalam pertunjukan ini adalah gendang senungko. Para penari berjumlah tujuh orang, semuanya laki-laki dan masing-masing memegang lotang di kedua belah tangan mereka. Lotang berupa dua bilah kayu yang dimainkan dengan diadu sehingga menghasilkan bunyi dengan irama khas menyertai irama pukulan gendang. 

Properti pertunjukkan Tari Buwong Kuayang antara lain Balai Mukun yang menjadi properti utama dalam upacara Buwong Kuayang sebenarnya. Balai Mukun berbentuk rumah-rumahan yang dihias meriah dengan anyaman-anyaman daun kelapa. Tiang-tiang Balai Mukun juga dicat merah, membuatnya menjadi properti yang sangat menarik. 

Pertunjukan dibuka dengan lagu pembukadengan iringan gendang senungko.  Begitu lagu dilantunkan, para penari mulai menari di arena. Di tangan para penari tersebut lotang dimainkan seiring dengan irama gendang. Para penari menari dengan berbaris, menghentakkan kaki sesuai irama gendang dengan gerakan yang seragam.

Lagu demi lagu dinyanyikan, para penari terus menari, menggambarkan prosesi upacara Buwong Kuayang yang sebenarnya. Secara berurutan lagu-lagu roh de’o yang berdelapan dinyanyikan disusul dengan lagu-lagu roh de’o yang berlima. Irama gendang senungko yang monoton memang membawa penonton ke dalam suasana magis. Namun, seperti diutarakan sebelumnya, ini hanyalah pertunjukan, bukan sebenarnya, sehingga tidak melibatkan roh-roh de’o (dewa pelindung) yang dihimbau turun untuk mengobat pasien. Oleh karena itu, suasana pertunjukan lebih terasa. 

Perbedaan antara pertunjukan dan upacara sebenarnya terletak pada kesan adanya ’skenario’. Tari-tarian yang ditampilkan menunjukkan gerakan-gerakan seragam yang terlatih dengan adanya koreografi yang mempertimbangkan dimensi artistik. Sementara dalam upacara yang sesungguhnya, tarian cenderung menjadi ekspresi yang dipercaya dituntun oleh kekuatan magis dan menggambarkan citra roh de’o dalam lagunya.   

Pertunjukan Buwong Kuayang ini menjadi sebuah pertunjukan yang menggabungkan berbagai unsur seni, yaitu musik dan tarian yang berkisah tentang sebuah upacara pengobatan. Aspek magis-religiusnya hanya berupa kesan-kesan yang disampaikan oleh simbol-simbol, baik berupa properti pertunjukan, lagu maupun tariannya; bukan dalam arti sesungguhnya.  Prosesinya sendiri merupakan bentuk ringkas dari upacara Buwong Kuayang sesungguhnya yang biasanya berlangsung selama beberapa jam dalam tiga malam berturut-turut 

menjadi hanya sekitar 1 jam atau disesuaikan dengan permintaan penyelenggara. Penyingkatan-penyingkatan ini kadang membuat lagu-lagu roh yang dinyanyikan pun tidak dapat semuanya, melainkan hanya dipilih lagu-lagu tertentu saja. 

Perbedaan penting antara upacara pengobatan Buwong Kuayang dan pertunjukannya terletak pada maksud dan tujuannya. Upacara pengobatan ditujukan untuk mengobati orang sakit, prosesi ditujukan untuk roh-roh de’o yang dipanggil untuk turun mengobati orang yang sakit. Lagu-lagu dan tarian ditampilkan untuk roh-roh tersebut. Sementara dalam pertunjukan tujuannya adalah sebagai hiburan. Lagu-lagu dan tarian ditampilkan untuk memeriahkan suatu acara, untuk dinikmati orang-orang yang hadir.  Meskipun dalam upacara pengobatan juga terdapat orang-orang yang mengikuti upacaranya, namun prosesi bukan ditujukan untuk mereka.

 

*

Tari Burung Kwayang adalah sebuah ritual pengobatan yang biasa dilakukan oleh masyarakat Adat Bonai yang tinggal di Kabupaten Rokan Hulu, Riau, disebablan pada zaman dulu tidak ada dokter, mentri, apalagi bidan. Tari burung kwayang dibawakan oleh seorang bomo atau dukun yang bertindak sebagai dondayang atau perantara dengan makhluk halus, yang disebut dengan deo. Di samping itu, penari Tari Burung Kwayang disebut sebagai pomantan, dan orang yang menemani pasien disebut dubalang. Sebelum pengobatan ini dimulai, disiapkan sejumlah makanan tradisional, berbagai ramuan obat, air bunga, kemeyan, jeruk purut, dan lainnya. Ritual dimulai dengan pembacaan mantera oleh bomo untuk memanggil makhluk halus atau deo, yang dimasukkan ke tubuh pomanten. Setelah deo masuk ke tubuh pomaten, terjadi dialog yang membicarakan maksud penggilan deo tersebut. Pasien yang diletakkan di tengah-tengah dubalang pun mulai diobati oleh makhluk halus. Sedangkan bomo kembali membaca mantera untuk memanggil delapan deo lagi yang dimasukkan ke tubuh pomanen dengan menyebutkan namanya, yaitu Rajo Anak Tangah Koto, Anak Rajo Pulau Pinang, Dayang Limun, Dayang Mak Inai, Olah Kisumbo, Buaya Gilo, Burung Kwuayan, dan Kudo Lambung. Para pomaten yang sudah dirasuki oleh roh para deo tersebut menari berputar-putar diiringi oleh musik tradisionalyang terdengar magis. Pengobatan sesi pertama selesai, dan bomo membaca mantera untuk mengeluarkan para deo dari tubuh pomanten, tetapi Pomaten mulai letih dan perlu jamuan yang disebut makan kuno, dimasa itu makan kuno adalah pinang, nasi, lado, gotok, garam, dan air bunga pinang diminum pakai tempurung. Selesai makan kuno bomo kembali memanggil deo-deo yang lain, yakni, deo Uda Balai, Mak Ino Kuning Tanah Dareh, Anak Rajo Jopun, Anak Rajo Lelo Mongok, dan Kumbang Sulendang. Pasien akan kembali diobati oleh para deo tersebut dengan iringan musik tradisional hingga pengobatan selesai, dan bomo membaca mantera untuk mengusir para makhluk halus. Pada masa modern sekarang kegiatan ini tidak lagi dibuat untuk pengobatan hanya dibuat untuk hiburan yang dikemas dalam sebuah tarian tradisional..


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010

Pelaku Pencatatan

Rasyid

Desa Ulak Patian, Kecamatan Kepenuhan, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau

082285924145

?

?

?

?

?

?

?

Pelapor Karya Budaya

Sukubangsa Melayu

Desa Ulak Patian, Kab. Rokan Hulu, Provinsi Riau

?

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047