Pakaian Kutai Setengah

Tahun
2011
Nomor. Registrasi
2011001308
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Kalimantan Timur
Responsive image
Pakaian Kutai Setengah adalah salah satu variasi dari tata busana dalam upacara perkawinan adat Kutai yang berlaku di Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Pakaian Kutai setengah ini dikenakan oleh pasangan pengantin hanya dalam kondisi khusus. Apabila kedua mempelai berasal dari lapisan atas tata busana yang digunakan adalah pakaian Kutai penuh. Namun apabila salah satu mempelai berasal dari lapisan atas dan pasangannya berasal dari kalangan rakyat biasa, maka tata busananya adalah pakaian Kutai setengah. Lapisan rakyat biasa yang dimaksudkan di sini adalah orang-orang yang bukan merupakan keturunan raja/sultan dan tidak memiliki darah bangsawan, baik yang merupakan orang Kutai ataupun bukan orang Kutai. Perwujudan dari ketentuan adat pakaian Kutai setengah akan tampak jelas dari tata busana yang digunakan ketika kedua mempelai bersanding. Busana baju pengantin yang disebut antakusuma berbeda antara pakaian Kutai penuh dengan pakaian Kutai setengah. Sesuai dengan aturan tata busana pakaian Kutai penuh pada baju antakusuma yang digunakan pengantin terdapat sulaman tiga pasang burung merak yang dibuat dari benang emas, tepatnya di bagian dada. Namun sulaman ini tidak akan ditemukan pada baju antakusuma dengan ketentuan adat pakaian Kutai setengah. Pengantin laki-laki tidak melengkapi dirinya dengan keris pusaka buritkang. Kedua mempelai juga tidak mengenakan kalung wishnu yang melambangkan seorang sultan dalam memelihara wilayah kesultanan dan rakyatnya. Pada dasarnya, tidak diperkenankannya mempelai mengenakan simbol-simbol khusus yang melekat pada tata busana upacara perkawinan pakaian Kutai penuh ini merupakan perlambangan dari hilangnya hak-hak istimewa sebagai anggota lapisan kelas atas (golongan bangsawan), karena ia telah menikah dengan orang biasa. Sedangkan bagian-bagian lain dari pakaian Kutai setengah, baik pada tata busana maupun perhiasan yang dikenakan kedua mempelai tidak berbeda dengan pakaian Kutai penuh. Di bagian kepala pengantin laki-laki dan perempuan mengenakan hiasan kepala. Mahkota untuk pengantin laki-laki disebut Gurda Mungkur, sedangkan pada pengantin perempuan disebut Sekar Suhun. Mahkota ini dihiasi dengan cunduk-cunduk berupa untaian-untaian kecil lempengan berbentuk belah ketupat yang masing-masing dihubungan dengan semacam rantai. Sedangkan pada telinga pengantin laki-laki dan perempuan dipasang hiasan yang disebut karno. Apabila pada rambut pengantin laki-laki dipasang gerak gempa bermotif bunga kacapiring (semacam hiasan kembang goyang), maka pada pengantin perempuan dipasang papan sekepeng yang terdiri dari kepingan-kepingan bahan bewarna emas sebagai penutup gelung rambut (sanggul). Baju yang digunakan oleh kedua mempelai disebut baju Antakusuma yang berbahan sutera bewarna kuning tanpa leher dan berlengan pendek. Pada pengantin perempuan terdapat hiasan yang disebut kelibun pada bahunya. Penutup tubuh bagian bawah pengantin laki-laki adalah celana (sekonceng) yang dipasang saling tumpuk dengan selembar kain tenun berbahan sutera (tapeh halang) dan helai-helai kain yang dipasang berjuntaian mengelilingi pinggang (tapeh pasak). Sedangkan pengantin perempuan mengenakan tapeh halang dari kain songket yang dipasang longgar menyerupai rok panjang yang dihias pula dengan tapeh pasak. Di bagian pinggang kedua mempelai terdapat sabuk (ikat pinggang) yang diebut dengan selepe/pending emas. Pengantin laki-laki memakai sepatu sebagai alas kaki, sementara pengantin perempuan memakai selop bewarna hitam. Hiasan baju yang disebut tengkang dipasang pada ujung lengan baju yang dikenakan oleh kedua mempelai. Tengkang berbentuk seperti gelang yang dihiasi ornamen-ornamen khusus. Di bagian atas tengkang disisipi dengan kelopak udang yang terbuat dari emas muda, dengan bentuk lengkungan seperti parabola atau tapal kuda di bagian atasnya. Kedua pergelangan tangan mempelai laki-laki dan perempuan terdapat gelang yang disebut dengan pola yang dihiasi lolak, hanya saja pengantin perempuan mengenakan gelang lain berukuran lebih besar yang disebut klaru. Sedangkan di bagian leher kedua mempelai dikenakan kalung-kalung yang satu sama lain saling berpasangan. Perhiasan yang dikenakan oleh pengantin perempuan ditambah dengan hiasan kelibun pada berada di bagian punggung, pejimatan (jimat untuk keselamatan pemakai) berbentuk tabung segi enam yang dipasang di siku lengan kanan, serta gelang kaki perak. Kelibun dan pejimatan tersebut kian tampak indah, karena dihiasi dengan kepingan-kepingan logam kecil (cunduk-cunduk dan kida-kida).

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2011

Pelaku Pencatatan

?

?

?

?

Pelapor Karya Budaya

Drs. Salmon Batuallo

BPSNT Pontianak Jl. Letjen Sutoyo Pontianak

(0561) 737906/760707

bpsntkalimantan@yahoo.co.id

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2011
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2011
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2011

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047