Tarawangsa Pangguyangan ini tidak jauh berbeda dengan tarawangsa Sumedang, namun dari segi panjangnya leher, serta motif ukiran yang menghiasi bagian kepala jelas sekali berbeda. Jumlah kawat yang digunakan tarawangsa Pangguyangan berjumlah dua, tetapi setelah diselidiki lebih dekat ternyata tarawangsa Pangguyangan pada masa lalu menggunakan tiga kawat, dan itu masih terlihat dari lubang untuk pureut (pemutar kawat) nya. Sedangkan kacapi yang digunakan adalah kacapi pantun dengan kawat berjumlah tujuh belas. Bentuk kacapi ini tidak jauh berbeda dengan kacapi indung pada tembang Sunda Cianjuran. Dalam tarawangsa Pangguyangan terdapat dua belas lagu yang wajib dimainkan ketika pertunjukan tarawangsa tersebut berlangsung. Lagu-lagu tersebut diantaranya: (1) Rajah, (2) Takol Dua, (3) Piibuan, (4) Pamapag, (5) Palima, (6) Pangprang, (7) Kembang Gadung Kahiji, (8) Kembang Gadung Pangaduan, (9) Degung Bangayun, (10) Keupat Eundang, (11) Cirebonan, dan (12) Belenderan. Lagu tarawangsa lainnya, yang tidak termasuk lagu utama di antaranya Bojongkaso, Jalan-jalan, Poek-poek Datang, Gonjing, Ombak Sagara, Jemplang Cidadap, dan Jemplang Panganten. Tarawangsa Pangguyangan biasa dipertunjukan pada upacara ritual seperti ruwatan, dan hurmatan. Upacara hurmatan sendiri biasa dilakukan pada tanggal 14 bulan mulud karena dianggap bulan yang keramat. Ketika upacara hurmatan berlangsung, biasanya orang yang meyakini khasiat dari bulan keramat ini menyimpan benda-banda penting yang biasa dipakai dalam setiap mata pencahariannya di dekat sesajen. Hal seperti ini oleh masyarakat setempat disebut nyipuh. Adapun fungsi dari diadakannya upacara hurmatan tidak lain untuk menghormati beras yang dianalogikan sebagai nu geulis (yang cantik) dan uang yang dianalogikan sebagai nu kasep (yang tampan).