Permainan Tradisional Cungkup Milang Kondhe dahulu banyak berkembang di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Namun sekarang ini sudah mulai hilang di tengah-tengah masyarakat Ambarawa. Permainan ini dilakukan oleh anak-anak gadis pada saat berkumpul menikmati keindahan malam bulan purnama. Dalam memainkan permainan ini, beberapa anak dibagi dalam tiga peran, yaitu satu anak yang jadi dengan nama A, satu anak menjadi ibu dengan nama B, dan beberapa sisanya menjadi anak berdiri bergandengan tangan (cathok ulo) membentuk lingkaran. Penentuan peran ini ditentukan dengan houmpimpah alaeyung gambreng (bisa diartikan sebagai permohonan keselamatan kepada Tuhan Yang menguasai jagad) dan dua peserta yang terakhir dengan pingsut. Yang menang menjadi ibu (B) dan yang kalah menjadi (A). Anak yang jadi berdiri di tengah dengan mata tertutup. Sedangkan ibunya berdiri di luar lingkaran dengan membawa suatu benda kecil berupa batu krikil atau kecik isi buah sawo, untuk diberikan anak-anaknya. Cara bermain, anak-anak menyanyikan lagu Cungkup Milan Kondhe. Ibu (B) berdiri di luar lingkaran menyentuhkan benda yang dibawanya pada genggaman anak-anak yang berjalan. Sebelum nyanyian selesai diusahakan benda tersebut diusahakan sudah berada pada salah satu genggaman. Pada akhir nyanyian, setelah sampai pada sopo nggowo (siapa yang membawa), srmua anak menggenggam tangannya sendiri-sendiri. Kemudian A disuruh menebak siapa yang membawanya dengan terlebih dahulu dibuka matanya. Apabila tebakannya tepat, yang membawa gentian jadi. Akan tetapi jika tebakannya salah, A jadi lagi. Begitu seterusnya sampai merasa puas. Sedangkan nyanyian yang mengiringi permainan ini yaitu lagu Cungkup Milang Kondhe. Syairrnya sebagai berikut : Cungkup-cungkup milang kondhe, Milang Arum-arum tembayatan, Cungkup Maesa, jajagana jatu rangga, Reyo-reyo sapa nggawa? Adapun makna yang terkandung dalam permainan ini adalah meliputi : kekeluargaan/kebersamaan; sportifitas; dan ketelitian.