Ledre

Tahun
2014
Nomor. Registrasi
2014004647
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Jawa Timur
Responsive image

Ledre adalah makanan ringan khas Bojonegoro, yaitu merupakan cemilan yang memiliki cita rasa manis. Ledre termasuk dalam kategori kue kering yang teksturnya lembut dan renyah seperti kerupuk dan tidak mengandung air sehingga bertekstur renyah. Ledre berbentuk seperti gulungan kertas dengan panjang sekitar 20 cm dan diameter 1,5 cm atau lebih kecil ukuran kue semprong atau astor. Konon sebelum disebut Ledre kue ini dinamakan Kue Semprong. Tapi itu tidak berlaku untuk Bojonegoro yang tetap menyebut ledre sejak kali pertama. Ledre sudah menjadi makanan yang digemari masyarakat, harganya terjangkau, merupakan oleh-oleh khas daerah Bojonegoro. Dinamakan Ledre karena berasal dari kata dielet-elet (dilembutkan) dan diedre-edre (dibuat pipih melebar). Sebagai pemanas adonan menggunakan bahan bakar berupa arang. Cara membuatnya ditaruh di wajan penggorengan khusus terbuat dari baja dan dielet-elet kemudian diedre-edre untuk meratakannya sehingga membentuk lembaran-lembaran pipih yang disebut Ngledre. Beratnya cukup ringan dengan warna coklat muda. Kue bertekstur kering ini mempunyai daya awet yang cukup lama, jika disimpan dalam wadah tertutup seperti stoples akan mempunyai keawetan sekitar dua sampai tiga bulan. Ledre mulai populer pada dekade tahun 1930-an sebagai produk industri rumahtangga di Kecamatan Padangan, Bojonegoro. Pada masa dulu ledre belum berbentuk semprong melainkan dilipat menjadi dua berbentuk setengah lingkaran. Semula ledre dijual menggunakan wadah berupa keranjang, dimana ledre dilapisi kertas dan diikat menggunakan pelepah pisang. Mak Min Tjie merupakan generasi pertama pembuat ledre, yang sudah menjual ledre saat masih berusia 14 tahun atau tahun 1932. Mak Min Tjie meninggal dunia tahun 2002 pada usia 84 tahun. Usahanya lantas diteruskan oleh puterinya, ibu Njoo yang dikenal dengan nama Ny. Seger. Hal ini tidak sulit karena sejak kecil Ny. Seger sudah ikut membantu ibunya membuat dan berjualan ledre. Apalagi, dia adalah anak tunggal, meski hanya anak angkat. Sebetulnya, nama sebelumnya adalah Sri Eka Darmayanti, kemudian menikah dengan Seger Eko Buono tahun 1978, sehingga dikenal dengan nama Ny. Seger. Ny. Seger membuka usaha di Pecinan Padangan, tepat di depan Gereja Padangan, dengan merk dagang “Ledre Ny. Seger” sejak sebelum Mak Min Tjie meninggal dunia. Kawasan ini mayoritas dihuni masyarakat keturunan Tionghoa, berbatasan langsung dengan sungai Bengawan Solo. Ledre lantas identik dengan Kecamatan Padangan, seperti halnya wingko Babat. Pusat penjualan ledre paling banyak ditemukan di kecamatan ini dibanding kecamatan lain yang terlihat dengan banyaknya gerai toko/ agen ledre di sepanjang jalan. Tempo doeloe Ledre dipasarkan hanya dengan bungkus kertas koran yang diikat dengan pelepah batang pisang (gedebok). Kemudian menggunakan blek (kaleng) tapi karena dirasa mahal lantas berubah menjadi dus (karton) dan akhirnya menggunakan plastik sebagai pembungkus. Masa keemasan ledre terjadi pada tahun 1970-1980an kemudian meredup dan periode tahun 2000-an kembali populer dan disukai khalayak ramai. Meski masih berlevel home industry, namun pemasaran ledre telah mampu merambah kota-kota besar, seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, Yogyakarta, bahkan hingga ke luar Pulau Jawa. Para pelaku usaha home industry ledre sudah cukup professional. Dari segi kemasan misalnya telah dibuat higienis. Selain itu produksi ledre sudah didaftarkan ke Departemen Kesehatan. Keberadaan Ledre telah menyatu dengan Bojonegoro dan proses pembuatan ledre itu sendiri dapat dimaknai seperti karakter budaya masyarakat Bojonegoro. Budayawan Bojonegoro, JFX Hoery mengatakan, proses pembuatan ledre cukup rumit dan membutuhkan keberanian untuk menyelesaikannya. Karena tahapan akhir untuk menggulung bahan ledre ketika masih dalam kondisi panas. Keharusan menggunakan pisang raja ini juga merupakan pilihan yang istimewa, tidak bisa digantikan dengan pisang jenis yang lain. Juga butuh sifat telaten dan sabar, sebagaimana proses memasak ledre menjaga nyala arang tetap stabil agar ledre bisa matang merata. Da juga unsur kebersamaan, dimana berbagai bahan untuk membuat ledre bisa menyatu. Ledre dibuat pertama kali dengan bahan gaplek (singkong yang dikeringkan), garam dan santan yang kemudian diencerkan. Penggunaan gaplek disebabkan sulitnya bahan baku. Seiring berkembangnya waktu dan mudah ditemukannya bahan baku, gaplek sudah tidak digunakan lagi, namun diganti dengan tepung beras, pisang raja, santan, gula pasir, telur dan minyak kacang, sedangkan bahan tambahan adalah vanili dan garam. Ada juga yang menggunakan bahan dasar tambahan berupa waluh. Bahan-bahan dasar itu dijadikan satu dan dilembutkan dengan menjadi lembaran-lembaran pipih yang kemudian digulung. Kemudian mulai bermunculan kreasi-kreasi kombinasi rasa pada jajanan ini, seperti Ledre rasa coklat, durian dan berbagai variasi rasa. Ledre bertekstur renyah seperti kerupuk. Selain rasanya sangat manis, ciri khas Ledre memiliki aroma khas pisang. Sejumlah pengrajin Ledre menggunakan pisang raja karena ada kemewahan dan sengatan aroma khas pisangnya lebih dominan. Ini alasan utama kenapa pisang raja menjadi bahan utama. Sebab pisang lain tak punya aroma sekuat pisang raja. Memang ada kalanya pisang raja sulit didapat. Apalagi Bojonegoro memang bukan daerah pisang raja. Tapi pembuat ledre akan selalu mencari pisang raja kemanapun, hingga ke luar kota. Bahan yang digunakan dalam pembuatan ledre yaitu : tepung beras, tepung tapioka, gula pasir, pisang raja, santan yang diperoleh dari kelapa yang diparut kemudian ditambah air diperas dan di saring, vanilli dan garam. Semua bahan pembuatan ledre diukur sesuai dengan ukuran resep. Cara memasaknya cukup unik, wajan diletakkan dalam posisi miring sehingga hanya bagian tepinya saja yang langsung terkena api. Campuran tepung tadi kemudian dituangkan ke tepi wajan, diratakan (diedre-edre) hingga tipis dengan alat khusus terbuat dari kayu yang disebut Lethok. Nyala api harus dijaga sedemikian rupa agar tetap merata dan ledre bisa matang sempurna. Kemudian diletakkan pisang di atasnya dan ditumbuk pelan menggunakan uleg-uleg hingga menyatu dengan adonan tadi. Setelah dianggap masak langsung cepat-cepat diangkat dari wajan menggunakan tangan dan langsung digulung dalam keadaan panas. Sebab kalau sudah dingin akan mengeras sehingga tidak bisa digulung. Sambi menunggu dingin, ledre ditempatkan di sebuah kaleng atau langsung dimasukkan plastik tanpa ditutup rapat. Kemasan ledre dalam plastik itulah yang siap langsung dijual atau tetap terbuka tanpa bungkus plastik manakala disetor ke Ny. Seger sebagaimana yang diminta


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2014

Pelaku Pencatatan

Ny. Seger (Sri Eka Darmayanti atau Nyoman Darmayanti atau Ibu Njoo)

Jl. Kalangan 250 Padangan, Bojonegoro

0353551320

kebud.bjnkebud.bjn@gmail.com

Pelapor Karya Budaya

Sukari

Jl. Brigjen Katamso 139, Yogyakarta

0274373241

sukari_bpsnt@yahoo.co.id

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2014
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2014
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2014

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047