Dugderan Semarang

Tahun
2016
Nomor. Registrasi
2016006688
Domain
Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam dan Semesta
Provinsi
Jawa Tengah
Responsive image
Dugderan merupakan tradisi di Kota Semarang yang ditujukan dalam rangka menandai awal ibadah puasa di bulan Ramadan. Perayaan Dugderan dipusatkan di daerah Simpang Lima. Tradisi tersebut disambut dengan suasana meriah penuh petasan dan kembang api. Dugderan pertama kali digelar sekitar tahun 1862-1881 oleh Bupati Semarang Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat. Dugderan digagas sebagai kegiatan untuk menentukan pertanda awal waktu puasa. Hal tersebut disebabkan umat Islam di Semarang pada masa itu belum memiliki keseragaman dalam menentukan awal waktu puasa. Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat kemudian memilih suatu pesta dalam bentuk tradisi guna menengahi terjadinya perbedaan dalam menentukan jatuhnya awal puasa. Nama "dugderan" sendiri merupakan onomatope dari suara pukulan bedug dan dentuman meriam, sebagai tanda dimulainya bulan Ramadhan. Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat menghelat upacara dengan membunyikan suara bedug (dengan bunyi dug) sebagai puncak "awal bulan puasa" sebanyak 17 (tujuh belas) kali dan diikuti dengan suara dentuman meriam (dengan bunyi der) sebanyak 7 kali. Perpaduan bunyi bedug dan meriam tersebut yang kemudian membuat tradisi tersebut diberi nama "dugderan". Pesta rakyat dugderan juga dihelat dengan menampilkan maskot yang dikenal dengan ?Warak Ngendog?. Warak Ngendog berbentuk seperti pinata (boneka kambing dengan hiasan kertas dari Meksiko) namun dengan bentuk yang lebih besar. Warak sendiri merupakan representasi kambing berkepala naga dibuat dari kertas warna-warni. Warak juga disisipi beberapa telur rebus yang melambangkan seolah olah warak sedang bertelur (ngendog). Perayaan dugderan tidak hanya diisi dengan penampilan warak ngendok saja, tetapi juga terdapat pasar malam yang menjual aneka barang terutama kebutuhan rumah tangga. Pasar ini hampir mirip dengan pasar yang ada dalam perayaan sekaten di Yogyakarta. Dugderan dimaksudkan selain sebagai sarana hiburan juga sebagai sarana dakwah Islam. Pemukulan bedug dalam perayaan dugderan menjadi konsensus sebagai justifikasi ketetapan jatuhnya tanggal 1 bulan Ramadhan, sehingga menengahi perbedaan antar umat Islam. Dugderan juga sebagai afirmasi untuk mengokohkan keimanan, bersyukur bisa menyambut datangnya bulan ramadhan dengan suka cita, namun tetap sederhana. Selain itu, tradisi dugderan sebagai edukasi bagi anak-anak untuk melaksakan ibadah puasa. Bentuk edukasi lainnya yang terdapat dalam perayaan tersebut dilambangkan dengan warak ngendok yang bermakna seseorang haruslah suci, bersih dan memantapkan ketaqwaan kepada Allah dalam menjalani puasa.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2016

Pelaku Pencatatan

?

?

?

?

Pelapor Karya Budaya

Indra Fibiona, SS.

Jl. Brigjen Katamso 139, Yogyakarta

(0274) 373241 / (0274) 381555 / 085647507523

indrafibiona@yahoo.com

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2016
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2016
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2016

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047