Tongkonan

Tahun
2010
Nomor. Registrasi
2010000691
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Sulawesi Selatan
Responsive image
Tongkonan dalam bahasa Toraja diartikan sebagai tempat duduk (tongkon= duduk). Tongkonan merupakan rumah panggung tradisional Masyarakat Torja berbentuk persegi empat panjang. Dibuat sebagai rumah panggung, agar penghuni tidak mudah diganggu oleh binatang buas. Ditinjau dari strukturnya, bangunan terdiri atas tiga bagian yaitu bagian kaki, badan rumah dan atap. Ini merefleksikan kosmogini masyarakat Toraja dalam aluk yang mengenal tiga struktur alam yaitu alam bawah, tengah, dan atas. Tongkonan mengalami empat tahap perkembangan, yaitu tahap pertama disebut banua pandoko dena atau rumah pertama yang dikenal oleh masyarakat Toraja yang bentuknya agak bundar dengan dinding yang terbuat dari daun dan rumput-rumputan. Tahap kedua, banua lentong apa? atau bentuk bangunan rumah yang mempunyai empat tiang tetapi tidak besar. Tahap ketiga, banua tamben atau rumah yang dibentuk menyusun kayu-kayu secara berselang-seling, dan tahap keempat banua tolo atau rumah yang menggunakan pasak besar. Tongkonan biasanya dihias dengan berbagai ukiran khas Toraja. Selain itu, terdapat pula beberapa elemen pelengkap seperti a?riri posi? (tiang tengah, pusat rumah), tulak somba (tiang kayu penyangga), kabongo (patung kepala kerbau), dan katik (patung burung atau ayam berleher panjang). Tongkonan di Toraja selalu menghadap ke arah utara, ke arah ulunna lino (kepala dunia) menurut pandangan kosmologi Toraja. Tata hadap Tongkonan itu merupakan ungkapan simbolik sebagai penghormatan dan pemulian kepada Puang Matua, sang pencipta jagad raya, yang dipercaya bersemayam di bagian utara, sehingga penjuru utara tidak boleh dibelakangi, artinya Tongkonan harus selalu menghadap ke Puang Matua agar selalu mendapat berkah dari-Nya. Dengan mengacu pada system budaya Toraja, maka tata letak/posisi Tongkonan menjadi tanda indeks bagi penjuru mata angin: Utara, Selatan, Timur, dan Barat, yang sekaligus bermakna simbolik sebagai penjuru utama dalam pandangan kosmologi Toraja. Oleh karena itu upacara adat untuk memuja dan memuliakan Puang Matua dilaksanakan di depan (di bagian utara) Tongkonan, seperti pada pesta adat dengan upacara penyembelian hewan kurban sebagai sesajen dalam peresmian pembuatan atau pebaharuan (renovasi) sebuah Tongkonan yang dinamakan mangrara banua. Hal ini dimaksudkan sebagai ungkapan yang memuliakan Puang Matua dan sekaligus merupakan cara bersyukur atas berkah-Nya. (Azis Abdul, 2004) Tata hadap dan penempatan Tongkonan di dalam lingkungannya berdasarkan posisi keberadaan Puang Matua, Deata-deata dan dan Tomembali Paung, merupakan suatu upaya yang disadari sepenuhnya oleh orang Toraja, dengan tujuan untuk menjadikan Tongkonan sebagai tempat yang sacral dalam rangka menjalankan (merealisasikan) konsep kepercayaan Aluk To dolo, Hal ini menjadi indikasi yang menunjukkan bahwa spirit religious sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat tradisional Toraja.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010

Pelaku Pencatatan

I. B. Tikupasang

Jl. Bajigau 1 Makassar

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

Pelapor Karya Budaya

I. B. Tikupasang

Jl. Bajigau 1 Makassar

0411-872312

?

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047