Sadranan Alas Wonosadi Gunungkidul

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900964
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image

 

Sadranan Alas Wonosadi. Sadranan ini dilaksanakan oleh masyarakat Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Gunungkidul, Yogyakarta. Latar belakang peaksanaan sadranan ini ditujukan sebagai bagian dari pelestarian tanaman-tanaman obat di Hutan Wonosadi. Sadranan yang juga berperan aktif menjadikan Desa Beji sebagai Desa Wisata yang kental dengan budaya sadraanan.Sadranan Alas Wonosadi dilaksanakan berbarengan dengan adat rasulan, upacara mboyong Dewi Sri (panen), mitoni, dan ruwatan pribadi atau keluarga. Rangkaian prosesi sadranan ini bertujuan untuk menjadi ruang kontemplasi sosial wargaa Beji untuk bersyukur pada yang maha kuasa dan merekatkan sosial. Mereka percaya dari titah leluhur Mbah Onggoloco, bahwa Alas Wonosadi adalah sakral dan angker sehingga tidak menjaganya berarti berdosa.

Upacara sadranan Alas Wonosadi memberi prinsip penting bagi warga sebagai bagian dari kosmos kehidupan yang harus dijaga, dalam sebuah ungkapan disebutkan :

Sing paring urip, sapa sing ngurip-ngurip, sapa sing nguripi,

lan apa sambekalaning urip.

yang berarti yang memberi hidup (Tuhan) yang menghidup-hidupkan (orang tua), yang menghidupi (bumi pertiwi)dan yang membuat celakanya hidup.

Pesan ini hingga sekarang terus dipahami, dimengerti dan dijalankan oleh warga sekitar Hutan Wonosadi. Mereka menyadari hal itu secara bersama-sama, dan berusaha menjaganya dengan perangkat kebudayaan mereka yang diwujudkan dalam bentuk upacara adat sadranan yang ditradisikan setiap tahun.

1. Prosesi Sadranan

Setiap Selasa Legi atau Kamis Legi hari pasaran jawa, setiap tahun, warga Desa Beji menggelar upacara adat nyadran di hutan tersebut. Adat ini secara umum ditujukan sebagai wujud rasa meneladani dan mensyukuri apa yang telah diajarkan oleh Raden Onggoloco dalam hidup bermasyarakat dan hidup berdampingan dengan hutan. Upacara Sadranan Wonosadi diadakan setahun sekali sehabis panen padi sawah dan dipimpin oleh Kepala Desa Beji dan tokoh adat. Untuk hari pelaksanaannya mengambil hari Senin Legi atau Kamis Legi, bukan hari lainnya karena sudah termuat dalam pesan Mbah Onggoloco.

2. Persiapan

Untuk menggelar Sadranan, warga sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Antara lain sebagai berikut:

 Pembentukan panitia sebulan sebelum hari h

 Pemerintah desa dan panitia mengadakan sosialisasi terkait konsep dan teknis pelaksanaan acara kepada pedukuhan dan masyarakat desa.

 Seminggu sebelum acara warga gotong royong membersihkan lingkungan di tiap pedukuhan masing-masing serta menata tempat upacara di Hutan Wonosadi.

 Diadakan tirakatan pada malam sebelum hari h untuk mengatus tugas esok paginya dan berdoa bersama.

Adapun sesaji yang harus dibawa setiap kepala keluarga untuk mengikuti upacara sadranan antara lain:

 Sanggan berisi pisang ayu, gantal kembang, sekapur sirih, tembakau dan gambir serta badeg (air tape ketan hitam)

 Sarang berisi arak-arakan pala gumantung, pala kesampar dan pala kependem (kupat luwar, kacang rebus, gembili, belimbing, jadah dan wajik).

 Nasi tumpeng berisi ayam panggang dan nasi liwet beserta lauk pauk; sambel gepeng, gudeg, pencok dan gudangan serta jangan lombok. Semua itu diarak ke tengah hutan wonosadi bersama diiringi seni tradisional, seperti reog dan rinding gumbeng.

 Gunungan lanang dan gunungan wadon.

3. Pelaksanaan

Upacara Sadranan dilaksanakan dari pagi hingga sore, dengan urutan sebgai berikut:

 Pukul 08.00 WIB, semua panitia dan petugas berkumpul di Balai Desa Beji. Mereka menggunakan pakaian adat jawa lengkap baik laki-laki maupun perempuan. Kemudian semua sesaji dari tiap padukuhan dan desa dikumpulkan di Kali Endek.

 Pukul 10.00 WIB, sesaji diarak oleh masyarakat dan panitia ke Lembah Ngawen di tengah Hutan Wonosadi, diiringi seni reog, rinding, terbang dan seni lainnya. Selanjutnya setelah sesaji sampai ketengah hutan kemudian diterima oleh juru kunci dan dibacakan ikrar serta doa-doa.

 Pukul 12.00 WIB, sesaji dikabulkan (diujubkan) oleh pemangku adat. Setelah itu, sesaji dibagi-bagikan kepada semua yang hadir dan yang membutuhkan untuk ngalap berkah dengan adil dan rata, kemudian makan bersama.

4. Penutup

Acara ditutup pukul 13.00 WIB yang dilanjutkan dengan pentas seni yang ada di lingkungan desa beji. Pentas seni berakhir hingga sore hari. Kesenian yang ditampilkan

antara lain rinding gumbeng dan karinding. Selain itu, juga dipentaskan kuda lumping dan gejok lesung dari desa beji sendiri.

-


Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Masyarakat Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta

Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta

0

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Andi

Dusun Duren, Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta

0

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047