Oglek

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900975
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image

 

Alunan irama gamelan (gendhing jawa) merupakan pembangunan estetika jiwa, bergelombang seperti sirkel, mengalun penuh keindahan. Gendhing membangun suasana enak, nyaman, damai dan penuh imajinatif (Prof Suwardi Endraswara M.Hum. Ilmu jiwa Jawa 2013).Eksistensi kesenian oglek di kab. Kulon Progo sampai saat ini masih tetap terjaga. Terlebih di Desa Tuksono Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo, tempat asal muasal kesenian Ogleg, warga masih setia nguri-uri melestarikan dengan cara “nanggap” untuk acara bersih desa, hajat pernikahan, syukuran, sunatan ataupun sepasar kelahiran.

Tokoh pencipta kesenian ogleg adalah Rubikin Noto Sunaryo, yang beralamat di dusun Bulak, desa Tuksono, Kecamatan Sentolo Kabupaten Kulon Progo. Pria kelahiran Kulon Progo, 15 Januari 1941 dengan nama kecil Rubikin, setelah berhasil menciptakan kesenian Ogleg, dan pentas di berbagai tempat, orang-orang mengenalnya dengan sebutan nama NOto “Srunthul” sebagai anak seorang rois kmpung, sejak kecil Rubikin telah diajari orangtuanya tembang-tembang shalawatan sekaligus belajar memainkan alat music terbangan sebagai pengiring shalawatan. Selin itu Karena begitu besar cintanya kepada dunia seni, selepas sekolah rakyat (SR) di sentolo, rubikin kemudian belajar seni tari Wayang wong, pencak silat dan Kethoprak. Kelak dikemudian hari bekal tembang shalawatan dan seni tari yang telah dipelajari Rubikin yang menjadi modal dasar menciptakan kesnian Ogleg.

Pada bulan Maulud tahun 1957 rubikin berniat menonton kesnian jathilan saat acara Grebeg Maulud di alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Sepulang dari alun-alun Rubikin merenung, ia berfikir menciptakan suatunjenis kesenian dengan gagraktari baru yang berbeda dari kesenian yang sudah ada (jathilan dan reog). Ba’da Maulud 1957 mulailah Rubikin mencoba gerak tari baru dengan iringan music terbangan.

Setelah merasa pas, ia mengajak kawan-kawan yang masih terhitung sanak keluarga untuk belajar kesenian baru hasil ciptaannya. Kawan-kawannya setuju dan menyambut dengan penuh semangat. Tukinin, sugiyanto, wiro mularno dan giman diplot sebagi penari, sedang hadi supono, ngadirin, ponikin dan sakijo untuk memainkan alat music terbangan sederhana, yang terdiri dari kenting, thinthung, kempul gede, kempul cilik, gong kayu dan 2 buah bende. Rubikin sendiri bertindak sebagai pawing sekaligus pelantun tembang shalawatan.

Setelah berlatih ala kadarnya dicoba untuk pentas perdana di rumah bapak Tahir dusun Mbulak desa Tuksono, Sentolo, Kulon Progo. Walau terbatas (tanpa seragam pentas, tanpa sound system), dengan jaran kepang pinjaman, pentas berjalan lancer. Warga sekitar berdatangan ingin mengetahuai apayang terjadi. Setelah memainkan beberapa babak, para pemain kelelahan, sehingga pentas dihentikan. Penonton belum puasmeminta kepada Rubikin sebagai ketua rombongan agar esok hari p[entas kembali sekligus memberi kesmpatan warga yang belum sempat menonton pada hari itu. Rubikin setuju esok harinya warga yang berdatangan semakin banyak.

Karena antusiasme warga yang begitu besar setelah dua kali pentas,rubikin mengajak rombongannya pentas keliling (ngamen) tidak hanya diseputaran desa tuksono tetapi sampai keluar desa bahkan luar kecamatan. Dari situ kemudian lahir istilah Ogleg. Karena kepala penari selelu gerak patah-patah (oglag-ogleg) warga menyebut “ayo nonton ogleg” istilah itu kemuadian yang dipakai Rubikin dan rombongannya untuk menamai keseniannnya.

Makna Filosofis

Kesenian ogleg menonjolkan gerak tari yang dianmis dan ritmis berupa gerakan patah-patah agresif. Dilakukan secara berkelompok dengan empat penari dan satu pawing. Penari menggunakan iket kepleng, jarik sapit urang celana panji dengan mengendarai kuda kepang dan bersenjatakan pedang bambun, mereka menari mengikuti irama rancak gamelan. Sedangkan pawing membawa cemeti yang dalam waktu tertentu selalu digunakan untuk memukul tetapi tidak menyakiti (mecut, Jawa) para penari. Pawing juga bertugas sebagai “tukang suwuk” yang menyembuhkan para penari yang mengalami trance atau kesurupan dengan mantra-mantra.

Setting cerita ogleg mengambil lakon Babad tanah Jawa yaitu adegan perang prajurit jipang panolan yang dihimpun Adipati Arya Penagsang dengan prajurit panjang dibawah pimpinan Danang Sutawijaya. Sutawijaya menunggangb kuda betina batikan dan Arya Penangsang naik kuda jantan gagah yang bernama Gagak rimang. Kedua pasukan hanya dipisahkan sungai. Arya penangsang menyerbu ke sebrang sungai diman sutawijaya dan pasukan panjang berada.

Perang tanding dua pasukan tak terelakkan. Pada suatu kesempatan sutawijaya berhasil menusukkan Tombak Kyai Pleret pusaka kerajaan panjang ke lambung arya penagsang hingga ususnya terburai. Karena kesaktiannya arya penangsang masih kuat melanjutkan pertempuran. Usus yang terburai diselempangkan di keris Kyai setan Kober yang berada di pinggangnya. Ketika arya penangsang hendak di pinggangnya. Ketika arya penagsang hendak menghunus kerisnya, tanpa sengaja keris tersebut justru menebas putus usus arya penangsang hingga ia tewas seketika.

Penggunaan propertu kuda kepang, pedang bambu, dan busana iket kepleng, jarik sapit urang, celana panji dan sebagainya, tentu dengan maksud penggambaran menyerupai prajurit-prajurit penunggang kuda yang gagah berani di medan tempur

Keadaan sosial ekonomi masyarakat Kulon Progo khususnya dan DIY pada umumnya pada akhir tahun 1950-an benar-benar sulit. Jangankan untuk makan tiga kali sehari, makan sekali sehari saja sulit. Nasi saat itu menjadi barang yang mewah dan mahal. Sehingga yang dimakan sebagai makanan pokok sehari-hari saat itu bukan nasi tetapi berbagai jenis palawija dan umbi-umbian.

Walaupun sulit dalam hal pangan, tetapi kehidupan sosial kemasyarakatan sanggat tinggi. Budaya gotong royong, kenduri dan menjaga kelestarian alam lingkungan yang dipraktikan secara turun-temurun masih terjaga dengan baik. Gotong royong dengan semangat kekeluargaan memandang sesama sebagai satu keluarga besar. Semua anggota masyarakat memiliki sesanti, berat sama dipukul ringan sam dijinjing. Contoh jika ada warga kesripahan (anggota kelaurga meninggal), membangun rumah, memperbaiki jalan, masyarakat tanpa diperintah berbondong-bondong membantu sesuai kemampuan . ada yang membantu tenaga, ada yang membawa makanan. Bagitu juga jika ada warga yang merasakan kebahagiaan, misalnya kelahiran, warga juga berduyun-duyun jagong bayen, sambil mengucapkan selamat. Tradisi kenduri dengan mengundang warga sekitar untuk berkumpul bersama, berdoa dan pulang membawa berkat.

Kini di Tuksono setidaknya ada 3 grup Ogleg yang masih eksis yaitu Kridho Turonggo dari dusun Bulak, Ogleg Langen Budoyo dsurun Taruban wetan dan Ogleg Kridho Wirowo dari dusun Giling. Eksistensi keberadaan grup Ogleg tersebut merupakan sebuah gambaran betapa Ogleg tersebut mengakar di hati warga msayarakat Tuksono, dicintai, diuri-uri agar tetap berkembang dan lestari.

Keunikan Ogleg dari Sisi Fisik

1. Gerakan tari berupa gerakan patah-patah yang ritmis dan dinamis yang menggambarkan semangat juang prajurit

2. Busana sederhana

3. Property (kuda kepang dangan kepala mendongak ke atas, pedang bambu, cemeti)

4. Menggunakan seperangkat gamelan yang terdiri dari tiga bbuah terbang besar, satu terbang kecil, dua bende, satu kendang dan satu gong yang menciptakan irama nada slendro.

Sisi non fisik, Ogleg memiliki keunikan diantaranya :

1. Pemain mengalami trance atau kesurupan

2. Pemain dipecut/dicambuk tidak merasakan sakit

3. Atraksi mengunyah kaca

4. Mengusap kepala menggunakan mulut dan gigi

5. Menginjak pecahan kaca tidak berdarah dan atraksi-atraksi ekstrim lainnya.

Sesuai Keputusan Bupati Kulon Progo Nomor 310 Tahun 2014 kesenian Ogleg ditetapkan sebagai kesenian unggulan masyarkat Kecamatan sentolo. Hal ini selain karena keunikan di atas, juga didasarkan bahwa dibanding daerah lain di Kulon Progo Ogleg memang lebih berkembang di sentolo. Juga mengingat bahwa awal kemunculan dan perkembangan Ogleg di Kulon Progo berada di Sentolo.

-Kesenian Oglek merupakan tarian khas dari Tuksono, Kulon Progo, tergabung dalam Kelonpok Tari Oglek Langen Budaya -Tarian berkelompok berdurasi 45 menit, merupakan tarian yang atraktif gerakan tarian yang dinamis dengan gaya patah-patah dan memiliki karakter serba perlawanan -Tarian ini mengajak masyarakat hidup rukun dan mengajarkan untuk saling menghargai perbedaan dalam hal apapun -tarian ini ada gerakan tari pacak jangga penarinya menggunakan iket kepleng, jarik sapit urang, celana panji, baju kuning, naik kuda kepang bersenjata pedang bamboo, ada penarinya yang trance. Kesenian oglek dibawakan oleh 4 orang penari inti yang menggambarkan peperangan antara Sutowijoyo dan Arya Penangsang. Ketika trance roh yang dipanggil pawing gerakannya lentur dinamis dan ketika dicambuk oleh pawang tidak merasakan sakit -alat musiknya 3 terbangan besar, 1 terbang kecil, 2 bende, 1 kendang, 1 gong, dengan nada slendro, sesuai dengan permintaan kadang-kadang music kreasi baru tetapi tidak mengubah gerak dasar tari -penarinya sekitar 50 orang rata-rata berusia 45-50 tahun, kesenian turun temurun ini dalam kesulitan regenerasinya -alur cerita mengambil kisah dari babad Panji Asmoro Bangun yang berperang untuk perebutan tahta antara Aryo Penangsang dan Raden Sutawijaya -pada saat pentas ada ritual sesaji yaitu tumpeng, jajan pasar, jenang 7 warna, ayam kampong, kembang setaman -tanggapan kesenian Oglek durasinya sekitar 3 jam dengan 5 adegan -Oglek tampil pada saat ada acara di desa-desa seperti pernikahan, kelahiran anak atau hajadan lainnya

-


Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Masyarakat Kecamatan Sentolo

Sentolo, Kabupaten Kulonprogo

0

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Rubikin Noto Sunaryo

Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo

0

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047