Besutan Jombang

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900985
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jawa Timur
Responsive image

 

Besutan berasal dari kata besut, merupakan salah satu tokoh dalam pertunjukan Besutan. Sebelumnya disebut Lerok dan kemudian Ludruk. Besut juga berasal dari bahasa jawa yaitu mbesut yang berarti membersihkan yang kotor atau menghaluskan atau mengulas. Adapun yang dibersihkan, dihaluskan, dan diulas adalah isi pertunjukan. Mulai dari bentuk yang sangat sederhana, ditingkatkan agar lebih baik, sehingga maknanya yang tersirat dapat diulas oleh penonton.

Besut juga merupakan akronim dari mbeto maksud (membawa maksud). Maksud yang dibawa adalah isi pertunjukan, yaitu yang terkandung dalam kidungan, busana, dialog, maupun cerita. Tokoh Besutan di Jombang tidak mengenal adanya Ludruk Bandan, Ludruk Besep, Ludruk Besutan. Mereka lebih mengenal istilah Lerok, Besutan, Ludruk. Walaupun secara rinci periode Ludruk di atas bentuk pengembanganya sama, yaitu mulai Lerok sampai Besutan hingga menjadi Ludruk.

Masyarakat Jawa Timur pada umumnya adalah masyarakat agraris, hampir seluruh wilayah pelosok Jawa Timur penduduknya berpenghasilan dengan bercocok tanam atau bertani. Daerah Jombang rata-rata masyarakat yang ada di pelosok desa berpenghasilan dari bertani, hasil dari bertani terkadang kurang untuk mencukupi hidup sehari-hari. Dari latar belakang inilah, sekitar tahun 1907 seorang penduduk  yang setiap harinya bekerja sebagai petani dari desa Ceweng, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang yang bernama Pak Santik yang mempunyai wajah lucu (penuh humor), berinisiatif untuk menambah penghasilan dengan mengamen.

Ngamen  yang dilakukannya diiringi musik lisan atau musik mulut, setelah ia berkenalan dengan Pak Amir, asal Desa Plandi, mereka memulai ngamen dengan menggunakan alat musik kendang. Perkembangan selanjutnya mengajak Pak Pono yang mengenakan busana wanita atau wedokan (hadirnya travesti pada awal abad ke-20).

Mereka bertiga ngamen dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dengan semboyan berbentuk pantun atau parikan (bahasa Jawa):

 

Keyong nyemplung neng blumbang

Tinimbang nyolong aluwung mbarang

(keong masuk ke kolam daripada mencuri lebih baik mbarang/ngamen).

 

Masa ngamen yang dilakukan oleh ketiga seniman alam itu diperkirakan terjadi tahun 1907 - 1915. Periode inilah yang disebut periode ngamen. Istilah yang muncul di kalangan masyarakat Jombang pada waktu itu ialah Lerok. Para pengamen yang muncul wajahnya dirias model coretan agar tampak lucu dan sulit dikenali wajah yang sebenarnya. Dalam perkembangan selanjutnya timbullah istilah Lerok Ngamen yang berasal dari kata lorek ngamen (wong lorek ngamen). 

Kesenian Lerok Ngamen mendapat sambutan baik dari masyarakat, sehingga sering diundang ke tempat orang orang yang mempunyai hajatan (penganten, sunatan, ngruwat dan lain lain) dengan sebutan nanggap lerok.

Sebelum pementasan dimulai, didahului dengan serangkaian upacara selamatan, dengan perlengkapan sesaji yang terdiri atas:

1. Suruh ayu, kinangan lengkap dengan daun sirih berwarna kuning.

2. Pisang ayu, pisang raja satu tandan.

3. Kain putih (bahasa jawa lawe).

4. Uang logam (bahasa jawa dhuwit saren).

 

Urutan Pertunjukan Besutan

Urutan pertunjukan yang dimaksudkan adalah urutan pertunjukan Besutan dari awal sampai sekarang, dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan dan perkembangan sampai bentuk aslinya tidak nampak lagi. Di bawah ini akan diuraikan urutan jalanya pertunjukan Besutan sampai sebutan Besutan diganti dengan sebutan Ludruk.

1.   Pertunjukan Besutan pada periode awal.

Sebelum Besut memasuki arena, di tengah pentas ada obor yang belum dinyalakan. Setelah Gendhing kalongan berbunyi, keluar seseorang  menyalakan obor.  Besut keluar dengan mata terpejam dan mulutnya disumbat dengan tembakau (Bahasa Jawa Susur), berjalan dengan ngesot    (berjalan dengan duduk, kedua tangan sebagai penyangga).   Gendhing kalongan masuk irama dua, tanda Besut mulai menari. Tarian selesai, iringan berhenti, lalu obor dimatikan. Besut mulai membuka mata perlahan-lahan dan kemudian penyumbat mulutnya dibuang, dilanjutkan kidungan bersaut-sautan dengan pengrawit, kidungan selesai dan dialog dengan paman Ganda, Rusmini, sesuai dengan cerita. Pada periode awal, Besutan selalu menggunakan cerita yang tetap (hanya satu cerita), yaitu masalah Besut mencari pekerjaan ke Surabaya. Setelah cerita yang diwujudkan lewat dialog selesai, berarti selesai pula rangkaian pertunjukan Besutan.

 

2.    Perkembangan Besutan 

Yang menjadi pelaku Besut, dianggap sebagai pemimipin. Tokoh ini sebelumnya disebut Lerok , karena bedaknya yang putih tebal dan tidak rata, sama artinya dengan Lorek . Pendapat ini diperkuat oleh Henricus Supriyanto (1984:16) yang mengungkapkan kata Lerok itu dari kata Lorek. Kemudian Besut lebih lanjut disebut Ludruk. Ludruk yang dimaksudkan adalah bukan bentuk teater yang berkembang saat ini, tetapi sebutan tokoh dalam pertunjukan Besutan.

Perkembangan Besutan semakin maju dengan pesat, dikarenakan ada permintaan dari penanggap supaya pertunjukan Besutan berakhir pada dini hari. Maka pihak pemain berusaha menambah bentuk permainanya berupa: (1). Ngremo putra. (2). Cumplingan atau lawakan; (3). Cerita yang dipentaskan pukul 24.00 sampai dengan pukul 01.30, mengisahkan Besut dalam mencari pekerjaan, (4). Tambahan cerita lain, berakhir sampai pagi. Tambahan cerita tersebut antara lain, Besut kawin lagi, Besut jadi Mantri, Besut tergoda dan lain sebagainya.

Perkembangan selanjutnya, tidak lagi mengisahkan Besut, Rusmini, dan Ganda, tetapi menampilkan tokoh lain. Tokoh lain semakin menarik dan disukai masyarakat, menimbulkan cerita Besutan hilang sama sekali. Karena gerakan Besut kepalanya “gela-gelo” dan kaki kanan dihentakkan (Bahasa Jawa Gedruk-Gedruk) maka muncul istilah Ludruk. Kini Ludruk berkembang pesat, akhirnya istilah Ludruk bukan sebagai salah satu tokoh, tetapi merupakan bentuk teater rakyat yang berkembang di beberapa daerah di Jawa Timur.

 

3. Besutan pada periodesasi 1972 sampai dengan 1991.

Merupakan periode yang kembali ke bentuk awal dari Besutan. Tidak ada ngremo,  dan tambahan cerita yang menyimpang dari Besutan. Lawakan tetap ada karena merupakan bagian dari serangkaian Besutan yang diwujudkan lewat dialog. Juga gerakan Besutan yang bertipe gecul. Secara rinci teruraikan sebagai berikut

a. Gendhing Kalongan (Bahasa Jawa).

b. Besut memasuki arena pertunjukan tidak lagi dengan duduk, tetapi berjalan maju mengikuti pembawa obor. Mulutnya tersumbat susur dan kedua matanya terpejam. Langkahnya sesuai dengan pemukulan gamelan, pada hitungan ketiga gong terakhir obor dilempar dan sekaligus susur yang ada di mulutnya disemburkan. Dilanjutkan gerakan tari “Gejuk” menuju ke tengah arena. Sampai di tengah, duduk sila dan sembahan. Sembahan selesai, lalu berdiri, dilanjutkan menari dengan ragam gerak yang tersusun.

c. Tanpa Gendhing. 

Selesai menari, mata Besut mulai dibuka, kain putih diturunkan dengan tujuan memperlihatkan dada, dan mulai bersuara “Uhu..Uhu…”. Pengrawit mulai memukul nada-nada tertentu, dengan tujuan Besut dapat menyesuaikan suaranya dengan nada yang ada dalam gamelan. Setelah tahu nadanya, dilanjutkan dengan kidungan pambuka, saling menyaut antara besut dengan pengrawit, dan kidungan pos sebagai akan dimulainya gendhing Jula-Juli

 

-


Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Komunitas Karya Budaya

Komunitas Tombo Ati

Jln. Wahidin Sudirohusodo, Sengon Jombang

081234033311

Besutan Budi Wijaya

Desa Ketapangkuning, Kec. Ngusikan, Kab Jombang

085731700003

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

Maestro Karya Budaya

Nasrul Illah

Desa Plandi, Kecamatan Jombang

085732418747

Didik Purwanto

Desa Ketapangkuning, Kec. Ngusikan, Kab Jombang

085731700003

Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001
   Disetujui Oleh SuperUser Pada Tanggal 30-11--0001

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047