Tari Topeng Lengger

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001136
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jawa Tengah
Responsive image

Dikisahkan pada tahun 1500-an, di suatu sore ada keramaian warga menonton pertunjukkan tari, Sunan Kalijaga mengajak salah satu murid perempuannya menari berpasangan dengan mengenakan topeng. Muda-mudi dan remaja pun tertarik menonton tarian dua orang bertopeng itu. Penonton pun menari bersama mengikuti irama gending dan tembang hingga menjelang Magrib, lalu tarian dihentikan dan topeng dibuka. Penonton tidak tahu salah satu penarinya Sunan Kalijaga, mereka terkejut dan menyimak pesan yang dituturkannya. 

 

Salah satunya ialah “Elingo Ngger, yen kowe bakale mati” (Ingatlah Nak, suatu saat kamu akan mati). Frasa ‘Elingo Ngger’ itu banyak diyakini awal dari penamaan tari Lengger. Sementara sumber lain disebutkan ‘Le dan Geger’yaitu laki-laki yang membuat geger. Karena para penari itu awalnya dikira perempuan. Di literatur lain, juga dikaitkan dengan simbol Lingga dan Yoni sebagai lambang kesuburan dan umumnya dipentaskan di pesta panen.

 

Syair dan ajaran Sunan Kalijaga diyakini mempengaruhi tembang Tari Topeng Lengger, yang hingga kini masih banyak dilestarikan di Wonosobo. Salah satunya ada di tembang Sontoloyo (Penggembala Bebek), mengisahkan lunturnya ajaran Hindu-Buda ketika datangnya islam.“Sontoloyo, angon bebek ilang loro. Sing kuning ra patiya, sing abang pirang-pirang. Ala bapak Sontoloyo, Grayang-grayang tangane loro”. Maknanya:Raja Brawijaya 5 (penggembala keyakinan rakyatnya) meninggalkan dua agama besar (Hindu dan Buda) berganti Islam. Meski berusaha sekuat tenaga tapi apa daya, manusia hanya punya dua tangan.

 

Kisah itu dituturkan turun-temurun di keluarga seniman Wonosobo yang kini masih melestarikan tari Topeng Lengger lengkap dengan puluhan jenis topeng, gending dan tembangnya. Bahkan di dusun Giyanti, desa Kadipaten, kecamatan Selomerto, seluruh warganya sangat dekat dengan Topeng Lengger. Di sana ada sanggar, penari, niyaga, hingga pembuat topengnya. Giyanti, dusun pertanian subur yang tiap tahun menggelar pesta panen ‘Nyadran Tenong’ dan puncaknya menampilkan tari Punjen Topeng Lengger yang menjadi ikon Wonosobo sejak tahun 80-an.

 

Salah satu seniman pelestari Topeng Lengger ialah Dwi Pranyoto (39 tahun), pengasuh Sanggar Rukun Putri Budaya generasi ke-3 yang meneruskan kiprah Kakeknya, Almarhum Hadi Suwarno (1939-1995). Dwi juga dipercaya membimbing para penari di event ‘Wisuda Lengger’ hingga melatih beberapa kesenian di desa-desa lain dan terlibat di pementasan besar di tingkat kabupaten hingga ke TMII.

 

Tari Topeng Lengger tak lepas dari era Lengger Lanang di tahun 1960-1979. Dituturkan mantan penari Lengger Lanang, Ngadidjo (68 Tahun), tren pentas lengger lanang mulai menghilang pada 1979 yang diteruskan dengan lahirnya Lengger Putri. Para penari puteri generasi awal merupakan asuhan Hadi Suwarno. Mereka adalah Sukarsih, Sri Ningsih (Adik Ngadidjo), Sulasih, dan Narsih yang terkenal pada 1979-1989. Mereka kemudian banyak disebut dengan monomim ‘Lengger’sebagai sebutan yang disandang penari professional.

 

Generasi ke-2 penari Topeng Lengger Puteri dimulai di taun 1988 ketika Sri Winarti (Wiwin) mulai belajar Lengger di usia 8 tahun diasuh oleh Hadi Suwarno. Hingga kini Wiwin masih aktif melatih Lengger serta menjadi sinden pengiring Topeng Lengger. Wiwin bersama Dwi mengawali pentas professional mereka ketika masih sangat belia. Bahkan di 1990, mereka pentas Topeng Lengger berpasangan mewakili Wonosobo tampil di Taman Mini Indonesia Indah. 

 

Dituturkan Wiwin, citra Lengger di 1980-1990 dipandang sebagai profesi yang kurang diminati penari muda. Wiwin merasa beruntung dibimbing para lengger puteri generasi pertama dan belajar Lengger Punjen dari Sukarsih. Ayah Wiwin seorang seniman penabuh gamelan dan kendang terkenal juga sangat mendukung proses belajarnya. Hingga akhirnya Wiwin menjadi ikon Topeng Lengger Wonosobo di tahun1998-2010. 

 

Dijelaskan Dwi, ciri khas Lengger Wonosobo dari gerakan cenderung halus, sopan, dan bermuatan spiritual. Hal itu didukung busana yang tertutup (rompi) serta topeng untuk membatasi kedekatan antara dua penari maupun penonton. Pasangan penari lengger (Pe-ngibing)juga harus dari grup-nya, bukan penonton.

 

Senada, menurut penulis buku, Tari Topeng Lenggeran Wonosobo, Agus Wuryanto, Topeng yang dikenakan penari sebenarnya ada sekitar 65 jenis yang sesuai dengan tari serta tembang pengiringnya. Di era awal lenger lanang, musik pengiringnya masih cukup sederhana, bahkan didominasi alat musik bambu (Bundengan, angklung, maupun Bindeng). Sehingga disimpulkan Agus, Topeng Lengger Wonosobo berbeda kesejarahannya dengan Lengger Banyumasan. 

 

Terkait pesan ajaran Islam di tembang Topeng Lengger, Dwi menyebut banyak syair yang secara tersirat menyebut muatan keagamaan. Contohnya pada tembang Gondang Keli: ‘Sandangane diganti putih mergane wis ora mulih’ (Bajunya diganti putih (kafan) karena sudah tidak pulang). Ada juga lirik ‘Kereta Jawa roda papat rupa menungsa (keranda), dan di Menyan Putih: ‘Eling-eling sira menungsa temenana nggonmu ngaji mumpung durung katekanan malaekat juru pati’. 

 

“Di Lengger lawas, banyak syair seperti ‘Miring ngetan Salo Nabi Semelah’ (Shallu ala Nabi - Bismillah). Mulut orang Jawa di kala itu mungkin belum fasih berbahasa Arab, kemudian menyederhanakan pengucapan seperti ‘La elo, elo ya elo La’ kemungkinan besar ialah kalimat syahadat La Illa ha Illa-llah,” kata Dwi berdasarkan penuturan Kakeknya.

 

Perbedaan mendasar Tari Topeng Lenggerdengan Lengger daerah lain di antaranya ialah sisi kesejarahan yang mengisahkan syiar Islam di masa Sunan Kalijaga. Pemakaian Topeng sebagai pembentuk karakter tarian (cth: Kebogiro dengan topeng bertanduk, gigi runcing, dan gerak penari yang ganas). Ada empat karakter dasar Topeng Lengger yaitu Alusan, Kasaran, Gagahan, dan Gecul (lucu). 

 

Kostum penari puteri ciri khasnya memakai rompi, sampur, dan mahkota bulu. Gending pengiring dan tembangnya sudah baku tidak bisa diganti gending lain apalagi musik modern. Sedangkan karakter gerakan penarinya cenderung menyembunyikan ketiak dan lebih halus. Dari sisi pentas, Topeng Lengger tidak mengenal budaya ‘saweran’ namun honor sesuai kesepakatan. 

 

Salah satu inovasi monumental Hadi Suwarno yakni tari Lengger Punjen dipentaskan pertama kali oleh Sri Ningsih pada 1980, diteruskan oleh Wiwin dan generasi lengger saat ini. Para Lengger baru kini wajib mengikuti prosesi Wisuda untuk menyiapkan mereka menjadi penari professional, dihelat tahunan tiap 1 Sura di Giyanti. Prosesnya meliputi pembekalan materi, praktik gambyong, penyamaan gerakan, jamasan, hingga pengucapan sumpah, didampingi oleh Wiwin. 

 

Saat ini, Topeng Lengger semakin dikenal dengan digelarnya pentas kolosal 2.000 Lengger di alun-alun Wonosobo pada peringatan hari jadi 2018 dan 2019. Melibatkan siswa sekolah, desa, sanggar, hingga para guru seni se-Wonosobo. Kini Tari Topeng Lengger makin diminati dan diajarkan di sekolah hingga sanggar. Didukung media sosial yang menyiarkan berbagai pentas tiap akhir pekan bahkan hampir tiap hari bisa ditemui di desa-desa dengan jadwal yang bisa dipantau di media sosial (Instagram dan grup Whatsapp). Penari Topeng Lengger kini memiliki popularitas melebihi seniman panggung dan menjadi selebriti Instagram (Selebgram) dengan basis penggemar berjumlah puluhan hingga ratusan ribu orang.


Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 02-12-2020

Komunitas Karya Budaya

Agus Wuryanto

Sukoyoso No 23, Rt 01, Rw 01, Kramatan, Wonosobo

081327211237

air.gunung08@gmail.com

Dwi Pranyoto

Giyanti Rt 5 / Rw 3, Kadipaten, Selomerto, Wonosobo

085229916402

dwipranyoto@gmail.com

Mulyani

Tunggoro, Sigaluh, Banjarnegara

081391178045

ngestilaras8@gmail.com

Waket Prasudi Puger

Sanggar Satria, Sumberan, Wonosobo

085290002225

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Bonardi

Campursari, Kertek, Wonosobo

082135282225

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Anggi Puspa

Tunggoro, Sigaluh, Banjarnegara

082220307273

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Wahyu Widowati

Perumahan Limas Garden, Wonosobo

081329336989

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Suparno

Giyanti, Kadipaten, Selomerto, Wonosobo

085328629700

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Sri Winarsih

Ngelo Rt 13/Rw 3, Sudungdewo, Kertek, Wonosobo

081391466116

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Basri

Pucung Pandak, Sidorejo, Selomerto, Wonosobo

085328629700

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Ngadidjo

Giyanti, Kadipaten Rt 4 / Rw 2, Selomerto, Wonosobo

083869252536

arbavel@gmail.com

Agung Wahyu Utomo

Anggrungdondok, Reco, Kertek, Wonosobo

087835022168

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Tatag Taufani Anwar

Limbangan, Kadipaten, Selomerto, Wonosobo

085747473063

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 02-12-2020

Maestro Karya Budaya

Raharjo

Kp. Sruni Kelurahan Jaraksari, Wonosobo

085729162375

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Bohori, S.Pd M.Pd.

Dusun Ngabean, Desa Maduretno, Kec. Kalikajar

081391653557

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Sri Winarti

Dukuh Ngelo, Desa Sudungdewo, Kec. Kertek, Wonosobo

081391466116

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Ngadijo (eks. Lengger Lanang)

Ds. Giyanti, Desa Kadipaten, Kec. Selomerto, Kab. Wonosobo

082325046345

pamangkubudaya.wsb@gmail.com

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 02-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 02-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047