Tari Lala

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001229
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Maluku Utara
Responsive image

Tarian lala adalah tari tradisional yang berasal dari Kabupaten Halmahera Tengah (Weda, Patani, dan Gebe). Asal kata Lala berasal dari kata “Laila” diambil dari ucapakan zikir yaitu kalimat “ Lailahaillallah”. Asal mula gerakan yang di peragakan dalam tarian ini bersumber dari sebuah hikayat yang berkembang di masyarakat Weda, Patani, Gebe dan Maba. Bahwa pada zaman dahulu dipesisir pantai yang jauh dari perkampungan, tepatnya dibagian tengah pulau Halmahera hidup rukun sepasang suami istri yang saling mengasihi. Pada suatu hari sang suami sakit keras sehingga nyawanya tak tertolong lagi, dia kemudian meninggal dunia. Sang istri sangat sedih. Melihat kondisi perempuan ini yang terus gundah, beberapa pasang muda-mudi desa menemui si perempuan dan mengajaknya bertamasya ke pantai berpasir putih dekat didekat desa mereka.

Pada saat tiba di pesisir pantai, beberapa orang pemuda mengambil daun kelapa untuk dijadikan alas tempat makan. Dalam bahasa lokal disebut dengan nama „Lala”. Ketika pasangan muda-mudi itu makan sambil bersenda gurau, si perempuan memilih diam sambil menikmati sepasang burung camar ( bahasa lokal, burung kum-kum) yang sedang menari di tepi pantai. Setelah makan, beberapa pemuda berinsiatif berdiri menari mengelilingi daun kelapa pengalas makanan. Melihat asiknya gerakan menari pemuda-pemuda ini, para wanita kemudian ikut berdiri menari bersama, termasuk perempuan tersebut.Melihat gerakan tari sang janda yang meniru gerakan burung camar, teman-temanya kemudian mengikutinya. Beberapa orang mengambil daun “Lala‟ dan dijadikannya sebagai sapu tangan pada sang menari.

Dalam perkembangannya tarian Lala dijadikan sebagai sebuah tarian khas anak muda Halmahera Tengah. Dalam perkembangannya kemudian, tarian ini dipelajari oleh semua penduduk tak terbatas umur dan jenis kelaminnya. Dengan demikian tarian Lala dijadikan sebagai tarian kehormatan dalam komunitas masyarakat Halmahera tengah hingga saat ini. Tarian ini ditampilkan pada saat acara perkawinan, penyambutan tamu maupun acara adat dan acara tradisional lainnya. Biasanya diperagakan oleh empat orang laki-laki dan empat orang perempuan, dan diiringi musik tifa dan fiol (biola) alat musik khas Halmahera Tengah.

Makna Filosofi Tarian Lala

Tarian lala ini muncul bersamaan dengan berdirinya negeri Gamrange (Tiga negeri bersaudara) yaitu; Maba, Patani dan Weda. Tarian Lala sesungguhnya merupakan tarian khas Masyarakat Weda yang mengandung unsur-unsur religius hingga sekarang tarian lala dijadikan sebagai sarana budaya dalam mempertemukan dan menyatukan masyarakat di Halmahera Tengah (Masyarakat Gamrange).

Tarian ini secara filosofis memberikan kegembiran pembentukan Kabupaten Halmahera Tengah dan berkembang menjadi kesenian rakyat. Tarian ini berisi pesan-pesan berbau romantis dan cinta. Oleh sebab itu, tarian ini biasa dibawakan secara berpasang-pasangan dan memiliki gerakan -gerakan yang indah di sepanjang babak tariannya. Lagu yang berirama Melayu juga menjadi elemen penting di dalam membentuk atmosfir romantis yang mendukung tersampaikannya pesan. Para penari mulai merambah ke tengah pelataran. Mata mereka semua saling berpandangan antara pria dan wanita seolah sedang dalam perasaan kasmaran. Sang pria mulai melakukan gerakan menggoda di hadapan wanita. Sang wanita memunculkan sebuah senyum simpul di mulutnya tanda menerima godaan sang pria. Keduanya kemudian berputar-putar dan tubuh mereka seolah sedang berdialog satu dengan lainnya. Perasaan sayang dan penuh perhatian sangat terasa di dalam tiap gerakan para penari kelompok ini. Setiap pasangan menunjukkan kehangatan yang begitu mendalam sebagai bentuk pesan cinta yang mereka miliki.

Tari ini tidak hanya bermakna hubungan kasih antara muda-mudi saja. Tari Lala juga dapat bermakna sebuah ucapan syukur atas berbagai anugerah Yang Mahakuasa terhadap manusia dalam bentuk alam serta makhluk hidup di dalamnya. Ucapan syukur ini dituangkan dalam bentuk rasa sayang dan perhatian yang selalu diwujudkan dalam keseharian hidup manusia.

Nilai Tarian Lala

Dahulu Tarian Lala hanya di pentaskan pada upacara adat, namun sekarang tarian lala telah membudaya sehingga di pentaskan pada upacara perkawinan,pentas seni, penjemputan tamu para pejabat, bahkan pada peringatahan hari besar nasional.Tarian lala di pentaskan secara berpasang-pasangan, bisa dua orang, empat orang bahkan dalam jumlah yang banyak. Tari Lala yang ditampilkan untuk menyampaikan suatu pernyataan kerukunan sesama serta keakraban antar mereka.

 

Ada beberapa makna yang tersirat dalam tarian lala, diantaranya adalah; (1). Persatuan, berdasarkan sejarah awal munculnya tarian lala, maka makna yang tergambar dari tarian adat ini adalah persatuan. Melalui tarian inilah masyarakat Gamrange (tiga negeri bersaudara) yaitu, Weda, Patani dan Maba selalu memiliki rasa kebersamaan dalam persaudaraan. (2). Perjuangan dan rasa syukur : Makna lain dari tarian lala adalah perjuangan dan rasa syukur. Tarian lala adalah tarian yang bersifat religius sebagai rasa syukur kepada Allah atas suatu pencapaian atau rahmat yang telah diberikan baik dalam peperangan maupun dalam mengadakan suatu acara.


Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Komunitas Karya Budaya

DISBUDPAR Kab. Halmahera Tengah

Desa Wedana

081310857766

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Maestro Karya Budaya

Arman Alting S,Pdi

Desa Wedana

081310857766

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047