Marosok

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001093
Domain
Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta
Provinsi
Sumatra Barat
Responsive image

Marosok merupakan tradisi dalam jual beli hewan ternak yang telah berlangsung sejak beberapa generasi masyarakat Minang, yang dapat ditemukan hampir disetiap sentra ternak di Sumatera Barat. ‘Sajak ambo ketek, Abak manjua kabau jo caro marosok ko’, ucap Sutan Pangeran, 64 tahun, saat di wawancarai terkait asal mula marosok.Tradisi ini dinamai marosok  karena cara yang dipakai dalam transaksi ini dengan marosok (meraba). Marosok merupakan bahasa asli Minang berasal dari kata rosok, yang artinya pegang atau raba. Dalam konteks ini marosok berarti tawar menawar dibalik kain penutup tangan (Saydam, 2002; 473).

 

Secara historis, budaya marosok erat kaitanya dengan rasa  malu dan sopan santun. Pada zaman dahulu hewan ternak yang akan dijual, seperti sapi atau kerbau berasal dari peninggalan harta pusaka yang diturunkan dari leluhur suatu kaum keluarga. Dalam pandangan masyarakat Minang adalah hal yang memalukan dan menjadi aib apabila suatu kaum terpaksa menjual harta pusakanya (Umassari, 2017:4) Namun ketika sakit, kematian, kebutuhan biaya pernikahan, biaya pendidikan dan lain sebagainya, pihak keluarga terpaksa menjual harta pusaka mereka dan berusaha menjaga rahasia agar penjualan harta pusaka berupa hewan ternak tadi tidak diketahui orang kampung. Sebab jika harga murah mereka dianggap mengobral harta pusaka, namun jika harga tinggi mereka dianggap mencari keuntungan dengan menjual harta peninggalan nenek moyang mereka sendiri. Maka untuk menjaga kerahasiann itulah tradisi marosok ini lahir.

 

Jika biasanya barang yang ditawarkan akan disuarakan dengan lantang oleh kaum wanita. Namun, berbeda dengan Marosok ini, tawar menawar antara penjual dan pembeli dilakukan tanpa suara dan hanya menggunakan bahasa isyarat dengan media jari tangan. Dan uniknya lagi transaksi ini pada umumnya dilakukan oleh laki-laki, baik sang pemilik ternak itu sendiri, maupun dengan meminta bantuan orang lain untuk menawarkan ternaknya kepada calon pembeli. Selalu ada orang yang siap untuk menjembatani proses marosok ini. Biasanya orang yang dianggap mengerti tentang berat tubuh, banyak daging dan kondisi hewan ternak yang akan di perjual belikan. Umumnya masosok ini dilakukan untuk sapi dan kerbau.

 

Dalam tradisi ini, kata sepakat antara penjual dan pembeli tidak diucapkan dengan kata atau kalimat, melainkan melalui tanda ketika saling bersalaman.  Prosesnya ditandai dengan jari tangan penjual dan pembeli seperti orang-orang bersalaman, dalam keadaan kedua tangan ditutup dengan kain sarung atau sejenisnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terlihat orang lain dari luar. Selain mereka berdua, tidak ada orang yang mengetahui gerak tangan mereka. 

 

Ketika mereka bersalaman jari-jari saling meraba, memegang jari, menggoyangkan kiri kekanan, dan sesekali diselingi dengan anggukan dan gelengan. Pihak penjual menawarkan dan pihak pembeli menawar, biasanya ditandai oleh senyuman atau anggukan. Bila telah terjadi kesepakatan harga ternak, maka jari-jari itu berhenti meraba. Jika harga disepakati maka pembeli akan membayar uang muka dengan memasukan uang ke dalam saku penjual dan menarik tali hewan yang disepakati. Ada kalanya pembeli ingin berpikir sejenak, maka prosedurnya uang muka tetap dimasukkan ke dalam saku penjual, namun hewan yang dijadikan objek transaksi tidak ditarik talinya, dibiarkan tetap pada tempat pembeli. 

Dengan menggunakan tradisi marosok, harga yang telah di setujui penjual dan pembeli menjadi rahasia. Kerahasiaan harga ini mengandung nilai saling menghargai, dan meminimalisasi kemungkinan adanya persaingan harga antara sesama penjual. 

 

Saat transaksi terjadi pembeli kedua dan ketiga tidak boleh ikut campur, inilah salah satu keunikan dan keteraturan dalam tradisi marosok, sehingga tidak ada istilah “menikung ditengah jalan”. Adakalanya hewan yang sudah dibeli tidak langsung diambil namun tetap ditumpangkan pada penjual, namun jika penjual menjual hewan yang telah dibayarkan uang mukanya, maka penjual harus mengembalikan uang muka pembeli pertama sebanyak dua kali lipat.

 

Tradisi marosok, selain sebagai rahasia dagang juga merupakan bentuk etika penjagaan hubungan baik antar pedagang ternak, karena kode etiknya lebih terjamin tidak menyinggung perasaan teman penjual lain. Kode etik yang dimaksud adalah rasa tenggang rasa antar penjual ternak dalam hal tawar menawar terank. Sifat tenggang rasa dianggap sebagai salah satu sifat yang paling dijunjung tinggi masyarakat Minangkabau. Rasa tenggang rasa dikenal dengan konsep raso jo paresoRaso jo pareso memiliki makna yang mendalam yang merupakan suatu pedoman kebijaksanaan orang Minangkabau dalam berhubungan dan berinteraksi dengan orang lain.

 

Secara harfiah, raso jo peraso berarti “rasa dan periksa”. Raso jo pareso adalah nilai yang berhubungan dengan pandangan hidup masyarakat Minangkabau, yaitu tentang baik dan buruk, indah dan tidak indah, adil dan tidak adil, layak dan tidak layaknya sesorang dalam berperilaku. Hal ini tertuang dalam petuah adat masyarakat Minangkabau : nan dikatokan urang sabana urang, tahu di awa jo nan di akia, tahu di lahia jo nan dibatin, tahu dihereang sarato gendeang, tahu di malau dengan sopan, raso jo pareso (yang dikatakan dengan yang sebenar-benarnya orang, tahu dengan awal dan akhir, tahu dilahir dan batin, arif dan bijaksana, tahu malu dan sopan, rasa dan periksa).

 

Pasar tenak tempat berlangsungnya tradisi marosok adalah pada hari Senin hingga Minggu, kecuali hari Jumat. Jual beli ternak dilakukan ditempat yang berbeda, seperti di Muaro Paneh, Solok pada hari Senin, di Koto Baru, Padang Panjang pada hari Selasa, di Bukittinggi, Padang Pariaman pada hari Rabu, di Desa Cubadak, Tanah Datar pada hari Kamis, di Palangki Sijunjung pada hari Sabtu, di Payakumbuh pada hari Minggu. Sedangkan pada hari Jumat tidak ada pasar ternak, karena masyarakat Minangkabau adalah pemeluk agama Islam dan harus melaksanakan ibadah salat Jumat jadi dianggap waktunya pendek.


Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020

Komunitas Karya Budaya

Anwar

UPTD Pasar Ternak Palangki Sijunjung

081374161979

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020

Maestro Karya Budaya

H. JN Sutan Pangeran

Jorong Tambang Ameh Nagari alangki Kec. IV Nagari Kabupaten Sijunjung

085274976470

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047