Cap Go Meh dan Tatung Singkawang

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001201
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Kalimantan Barat
Responsive image

Pada zaman dahulu etnis Tionghoa dari China Selatan bermigrasi ke Kalimantan Barat. Awalnya pemukiman terbesar etnis Tionghoa di muara-muara sungai dan pesisir pantai. Para imigran Tionghoa tersebut kebanyakan berasal dari suku Khek (Hakka). Pada tahun 1772 etnis Tionghoa berkembang di daerah Monterado, Kalimantan Barat. Para imigran Tionghoa kebanyakan berkerja dipertambangan emas dan untuk melepas kepenatan selama bekerja, mereka membuat perkampungan khusus etnis Tionghoa di dekat muara sungai dan diberi nama San Keu Jong.

 Suatu hari diperkampungan Tionghoa tersebut terkena wabah penyakit dan pada saat itu belum ada dokter. Lalu warga Tionghoa berobat ke tabib/dukun yang menggunakan cara tradisional dan cara gaib. Mereka mengadakan ritual tolak bala (bahasa Khek ; Ta Ciau) bersama penduduk lokal. Hal itu dilakukan pada hari ke lima belas (dialek Hokkian; Cap Go) bulan pertama penanggalan Imlek. Karena dirasakan manfaat ritual dan wabah penyakit bisa diatasi dan mereka sembuh. Akhirnya ritual tolak bala ini dijadikan sebagai tradisi tahunan/turun temurun  yang bertahan sampai saat ini dan dipadukan ke perayaan Imlek, yang diberi nama Cap Go Meh.

 Cap Go artinya lima belas dan Meh artinya malam, arti keseluruhannya yaitu malam ke lima belas. Dan Cap Go Meh merupakan tradisi pada hari penghujung perayaan Imlek pada hari ke lima belas. Cap Go Meh adalah tradisi perayaan penutup Imlek. Tujuan diadakannya Tradisi ini adalah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas berkah/rejeki yang diberikan pada tahun ini dan sekaligus harapan agar musim berikutnya memperoleh yang lebih baik.

 Signifikansi Budaya

Perayaan Cap Go Meh sebagai penutup Tahun Baru Imlek dilaksanakan di setiap daerah dan negara oleh penganutnya. Ada yang melakukan syukuran,  arak-arakan (barongsai), memasang lampion, dan atraksi kesenian rakyat. Perayaan Cap Go Meh selalu meriah di Singkawang, bahkan bisa dibilang yang paling meriah di antara daerah lain di Indonesia.

 Potret perayaan Cap Go Meh di Singkawang diramaikan dengan pertunjukan Barongsai, Ular Naga, Choi Lam Shin atau Keranjang Jelangkung, serta yang teristimewa yaitu atraksi Tatung atau Louya.

 Tatung atau Louya adalah media ritual Cap Go Meh untuk menangkal roh jahat dan membersihkan kota dan Vihara dari kejahatan dan nasib buruk. Pengusiran roh-roh jahat dan peniadaan kesialan dalam Cap Go Meh disimbolkan dalam pertunjukan Tatung. Tatung adalah media utama Cap Go Meh. Atraksi Tatung dipenuhi dengan mistik dan menegangkan, karena banyak orang kesurupan dan orang-orang inilah yang disebut Tatung. Upacara pemanggilan Tatung dipimpin oleh pendeta yang sengaja mendatangkan roh orang yang sudah meninggal untuk merasuki Tatung.

 Roh-roh yang dipanggil diyakini sebagai roh-roh baik yang mampu menangkal roh jahat yang hendak mengganggu keharmonisan hidup masyarakat. Roh-roh yang dipanggil untuk dirasukkan ke dalam Tatung diyakini merupakan para tokoh pahlawan dalam legenda Tiongkok, seperti panglima perang, hakim, sastrawan, pangeran, pelacur yang sudah bertobat dan orang suci lainnya. Roh-roh yang dipanggil dapat merasuki siapa saja, tergantung apakah para pemeran Tatung memenuhi syarat dalam tahapan yang ditentukan pendeta. Para Tatung diwajibkan berpuasa selama tiga hari sebelum hari perayaan yang maksudnya agar mereka berada dalam keadaan suci sebelum perayaan.

 Cap Go Meh di Singkawang secara tidak langsung telah melahirkan akulturasi budaya karena banyak orang Dayak yang juga turut serta menjadi Tatung, mereka terdorong berpartisipasi karena ritual Tatung mirip upacara adat Dayak. Sejak pertama kali datang ke Singkawang masyarakat Tionghoa telah menjalin persahabatan erat dengan penduduk pribumi khususnya suku Dayak. Karena itu tidak ada kecanggungan di antara kedua etnis ini.

 Sebelum parade Tatung dimulai, para Tatung dirasuki (di bawah alam sadar) oleh roh leluhur mereka kemudian mempertunjukkan ilmu kesaktiannya seperti menusuk pipi, kebal dengan senjata tajam, hingga aksi mengupas kelapa dengan gigi. Tatung itu sendiri merupakan perpaduan antara budaya Tiongkok dengan budaya Dayak.

 Di era Orde Baru perayaan Imlek khususnya ritual Tatung dilarang dipertontonkan di depan umum. Tetapi di era reformasi mantan Presiden Gus Dur mengizinkan kembali, bahkan pemerintahan berikutnya Megawati Soekarnoputri mengesahkan dalam bentuk undang-undang. Dengan demikian warga Tionghoa di Singkawang khususnya menjadi lebih leluasa untuk menjalankan tradisi atau upacara keagamaan mereka. Di dunia pariwisata, keberadaan Tatung berpotensi untuk menarik turis dalam negeri dan mancanegara. Selain mengangkat nama Singkawang di dunia internasional, Tatung juga ikut meningkatkan perekonomian daerah setempat.

 

Tahapan Cap Go Meh

Perayaan Cap Go Meh biasanya diakhiri dengan adanya tiga kegiatan yaitu:

1. Setiap pelaksaan Tradisi Cap Go Meh akan dimulai dengan acara bersih jalan. Acara ini bertujuan untuk mengusir roh jahat yang dikhawatirkan akan mengganggu kelancaran perayaan Cap Go Meh.

2. Pawai Lampion biasa diadakan pada hari ke-15 setelah Imlek. 

3. Parade Tatung biasanya dilakukan pada hari ke-15 setelah Imlek. Etnis Tionghoa Singkawang percaya bahwa dengan melakukan parade Tatung dapat menangkal gangguan roh-roh jahat yang dapat membawa sial. Parade ini juga dilakukan agar roh jahat takut sehingga tidak mengganggu penduduk. Tradisi yang konon sudah ada 200 tahun yang lalu tersebut dibawa oleh para buruh tambang emas di daerah Monterado Kabupaten Bengkayang.

 

 


Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Komunitas Karya Budaya

Kelompok Tao dan MABT

Kota Singkawang

0

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

Maestro Karya Budaya

Bong Wui Kong

Toko Obat 333, Jalan Pangeran Diponegoro No 44, Kota Singkawang.

08125796009

Norman Bong

Jalan RA Kartini, Kelurahan Sekip Lama Singkawang

0

Ce Ku

Jalan Alianyang Singkawang

0

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 15-12-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047