KULINER POLA

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101416
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Maluku Utara
Responsive image
KULINER POLA A. Diskripsi Sejarah dan Proses Pembuatan Kuliner Pola Berdasarkan catatan sejarah masa lalu saat empat kesultanan di Maluku Utara saling berbagi keuntungan dari apa yang diberikan oleh alam. Selain rempah-rempah, juga terdapat potensi sumber daya alam lain seperti kanari, Kopi, Sagu dan lain-lain. Komoditas ini tumbuh subur di Kepulauan Sula. Dari potensi alam seperti ini kini masyarakat kepulauan Sula mengembangkan berbagai kuliner salah satunya adalah ‘Pola’ sebagai makanan tradisional. Makanan tradisional ‘Pola’ dapat muncul memori historis tentang asal muasal pohon sagu. Di mana pohon sagu ini dikelolah oleh orang Sula, khususnya orang Waitina Kecamatan Mangoli Timur sekitar tahun 1890. Di mana pada saat itu terjadi musim kemarau panjang mengakibatkan terjadi kekeringan air di pulau Sanana dan hampir sebagian tanaman tidak bisa tumbuh. Hanya pohon sagu di pulau Mangoli menjadi salah satu sumber makanan pokok masyarakat Sula masa itu (Adnan Amal,2006). Proeses olahan sagu diawali dengan pembuatan alat banag atau pemukul batang isi pohon sagu. Setelah itu secara berkelompok untuk menembang pohon sagu. Sagu yang ditebang kemudian dilakukan pengambilan isi sagu yang berada pada pohon sagu dengan cara memukul batang pohon sagu dan halusi isinya. Selanjutnya hasil isi sagu kemudian dipisahkan untuk dilakukan pengedapan dengan cara memishakan atau menyaring isi sagu dari kulit batang pohon sagu. Hasil pengendapan kemudian diolah lagi hingga menghasilkan isi sagu, guna dimasukkan ke tempat atau Bongkahan yang terbungkus dalam satu tempat yang berbahan daun sagu yang dibuat oleh warga setempat. lsi sagu yang telah siap kemudian diambil seperlunya untuk diramas atau dihaluskan kembali dengan tangan guna dicampur dengan kelapa yang telah dikukur/cukur serta biji buah pala sebagai adonan. Proses berlanjut dalam adonan yang dicampur satukan dengan parut isi kelapa serta isi buah pala yang telah dicukur (sebagai pengganti rasa manis gula) yang sukar pula ditemukan atau dimiliki oleh masyarakat pada saat itu. Proses selanjutnya adalah di isi kembali ke daun daun sagu sebagai pembungkus makanan Pola itu sendiri. Kemudian tepung sagu diaduk dengan buah pala yang telah dicukur sebagai pengganti rasa manis gula kemudian sering juga dipadukan dengan gula pasir, gula merah atau keju bahan-bahan tersebut sebagai pemanis dan dibungkusan bersama adonan yang telah siapkan, kemudian dipisahkan kembali untuk selanjutnya dibakar ditempat pembakaran dengan menggunakan kayu bakar dan tungku pembakar secara tradisional. Setelah matang hasil sagu yang dibakar dengan daun sagunya kemudian diangkat kembali untuk siap disajikan atau siap disantap. Dari perspektif sejarah inilah dapat dimaknai bahwa ‘Pola’ menjadi kekuatan logika historis bahwa ‘Pola’ Sula sebagai hasil produk lokal yang bersumber dari tepung sagu dan buah kelapa dan pala dihasilkan oleh penduduk lokal sebagai salah satu bentuk kemahiran pembuatan makanan tradisional. Sagu menjadi makanan sehari-hari orang Maluku Utara yang menjadi makanan turun-temurun dan menjadi simbol identitas orang Maluku Utara umumnya pada khusus orang Kepulauan Sula. Masyarakat Sula tidak hanya makan sagu sebagai bahan komsumsi sehari-hari (difersivikasi makanan), biasanya mereka menggunakan makanan pokok lainnya untuk penambahan kandungan gizi agar memenuhi kebutuhan nutrisi untuk tubuh, seperti mencampurkan makanan pokoknya dengan lauk pauk berupa ikan, ayam, juga pisang dan berbagai makanan lainnya hal inilah yang menyebabkan gizi pada orang Waitina Kepulauan Sula tercukupi. Masyarakat kepulauan Sula pada umumnya memliki cara tersendiri (local wisdom) dalam mengelolah dan mengkumsumsi makanan lokal berdasarkan pengetahuan masyarakat setempat. Dengan kearifan lokal yang mereka miliki seperti pembuatan makanan Pola sebagai makanan khas orang kepulauan Sula. Sagu tidak hanya untuk dikonsumsi saja bagi masyarakat kepulauan Sula. Tetapi sagu merupakan bagian dari kepercayaan dan identitas orang kepulauan Sula. Sagu memainkan fungsi sosial dalam masyarakat kepulauan Sula baik itu dalam makanan maupun daun sagu wajib setiap melakukan hajatan sosial dalam ritulanya, mendirikan rumah, acara-acara selamatan. Hal inilah menjadi tepung dan daun sagu sebagai simbol identitas orang kepulauan Sula dalam kepercayaannya. Makanan Khas Sula ‘Pola’boleh dibilang berbeda dengan dari daerah lain. Selain keunikan jenis model makanannya ‘Pola’ pun dibuat sangat sederhana dengan bahan dasar sagu. Menurut cerita para Tokoh Adat di Desa Waitina Kecamatan Mangoli Timur Kepulauan Sula, Makanan khas Pola telah disajikan oleh warga setempat jauh sebelum Indonesia merdeka. Karena makanan ini berbahan dasar sagu yang dulu hadir sebagai pengganti padi atau beras yang pada saat itu rakyat sukar untuk memperolehnya. Maka untuk bertahan hidup sebagai penggangti makan pokok selain ubi atau singkong dan beras maka pengganti makanan warga masayarakat yang berada di kampungWaitina sehari hari adalah Pola. (Wawancara,Serajudin Umasangaji, 18 Desember 2019). Sagu merupakan makanan pokok masyarakat Sula secara khusus, tetapi juga masyarakat Maluku Utara secara umum, merupakan suatu tradisi lisan budaya yang memberikan informasi tentang sagu juga merupakan sumber informasi budaya, alam, dan manusia sebagai identitas (jati diri) nya. Kekayaan alam kesaguan, membuat konsep (pengetahuan) masyarakatnya sangat kaya dengan pengetahuan infrastruktur dan pengetahuan mengolah sagu secara bervariasi dengan jenis dan bentuknya. Tetapi perilaku atau kebiasaan pengolahan sagu sebagai makanan tradisional ‘Pla’menjadikan ciri pembeda dari kolektifitas yang lainnya. Transmisi budaya lisan tentang cara mengolah bahan sagu sampai menjadi aneka kuliner seperti ‘Pola’ merupakan bentuk produk dari sebuh aktivitas tuturan lisan yang menjadi sumber informasi kebudayaan kolektifnya. Mulai dari pengetahuan tentang jenis sagu proses penebangan sampai dengan proses memerah sagu untuk mendapatkan tepungnya, itu merupakan folklore yang aktifitasnya diajarkan dari mulut ke mulut (dilisankan). Leah, (1949) dalam Endraswara (2013:133) mengatakan bahwa disebut folklore karena apa yang diajarkan baik segala sesuatu kepada anak-anaknya secara tradisional dengan lisan dan contoh-contoh meneruskan pengetahuan yang mereka miliki kepada generasi yang lebih muda tanpa menggunakan buku-buku, melainkan dengan contoh-contoh dan kata-kata yang diucapkan. B. Nilai Sosial dan Makna budaya Kuliner Pola Sagu tidak hanya semata-mata sebagai makanan pokok saja, tetapi sagu juga merupakan sumber informasi budaya manusianya yang merupakan suatu kolektifitas (kelompok) yang menyatakan identitas (jati dirinya). Kepulauan Sula kaya akan kekayaan alam kesaguannya sehingga konsep (pengetahuan) masyarakatnya tentang pengetahuan infrastruktur dan pengolahan pangan dari sagu secara bervariasi dengan jenis dan bentuknya merupakan pengetahuan yang dimiliki secara ekologis. Tidak hanya makanan, tetapi perilaku atau kebiasaan pengolahan sagu menjadikan ciri pembeda dari kominiti-kominiti lainnya. Kemudian pada zaman sekarang makanan Pola hampir punah karena masyarakat telah hidup dengan menkonsumsi beras atau padi sehingga Pola sebagai warisan budaya masyarakat Waitina Kecamatan Mangoli Timur Kabupaten Kepulauan Sula waktu dulu hampir punah bahkan jarang dibuat kembali. Dengan mengkonsumsi makanan Pola, kehidupan masyarakat lebih ekonomis dan sederhana, gaya hidup sehat dengan sendirinya tercipta karena mengurangi mengkonsumsi karbohidrat yang berlebihan serta saling tolong menolong dan berkerjasama telah dilukiskan sejak di zaman dahulu kala. Adapun nilai dan makna budaya kuliner ‘Pola’ masyarakat kepulauan Sula adalah sebagai berikut: (1) Simbol identitas sosial dan jati diri masyarakat. (2) Memperkuat karakter budaya kerjasama dan gotong royong masyarakat. (3) Kuliner ‘Pola’ secara budaya, menggambarkan identitas lokal pendukung budaya yang mencirikan lingkungan dan kebiasaan. (4) Makanan tradisional ‘Pola’ di kabupaten Kepulauan Sula merepresentasikan ungkapan ikatan dan fungsi sosial. (5) Kuliner ‘Pola’ sebagai olahan makanan rakyat melalui tradisi kuliner menunjukkan pola-pola kesamaan hidup dalam interaksi sosial. (6) Secara local indegenious kuliner ‘Pola’ menggambarkan kearifan lokal pangan yang menginformasikan keadaan taraf atau tingkat tata kehidupan sehat, sosial, religi, dan inisiatif-inisiatif lokal. BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari hasil pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya maka dapat ditarik kesimpulan: 1. Keberadaan masyarakat Sula Maluku Utara pada masa lalu adalah masyarakat yang sudah hidup dan berkembang dengan budaya yang sangat tinggi. Termasuk di dalamnya adalah kreatifitas dan kecerdasan mengolah kuliner ‘Pola ‘. 2. Proses pembuatan kuliner Pola, diawali dengan penebanganpohon sagu kemudian dilakukan pengambilan isi sagu. Proses berlanjut dalam adonan yang dicampur satukan dengan parut isi kelapa serta isi buah pala yang telah dicukur. 3. Nilai sosial dan makna budaya kuliner ‘Pola’ di Kabpuaten Kepulauan Sula adalah: (a) simbol identitas sosial dan jati diri masyarakat, (b) kuliner Pola secara budaya, menggambarkan identitas lokal pendukung budaya yang mencirikan lingkungan dan kebiasaan, (c) makanan tradisional Pola merepresentasikan ungkapan ikatan dan fungsi social, (d) Pola sebagai olahan makanan rakyat melalui tradisi kuliner menunjukkan pola-pola kesamaan hidup dalam interaksi social dan (e) secara local indegenious kuliner Pola menggambarkan kearifan lokal pangan yang menginformasikan keadaan taraf atau tingkat tata kehidupan sehat, sosial, religi, dan inisiatif-inisiatif lokal. B. Rekomendasi 1. Makanan tradisional “Pola” merupakan identitas budaya masyarakat Kepulauan Sula yang eksistensinya perlu dilestarikan. 2. Nilai warisan budaya ini hampir punah dan perlu dilestarikan dan tercatat sebagai Warisan Budaya Tak Benda di Kepulauan Sula. 3. Pemerintah perlu menetapkan karya budaya “Pola” Kepulauan Sula sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTb) Indonesia.

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Idham Buamona, S.Pi.M.Si

Jln.Bukit Harapan.Pohea. Kec Sanana Utara Kabupaten Kepulauan Sula Maluku Utara

082124977231

bagasbang78@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022

Maestro Karya Budaya

Idham Buamona, S.Pi.M.Si

jln. Bukit Harapan.Pohea. Kec Sanana Utara Kabupaten Kepulauan Sula Maluku Utara

082124977231

bagasbang78@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047