PAJOGE MAKUNRAI BONE

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101419
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Sulawesi Selatan
Responsive image

             Istilah Pajoge berasal dari bahasa Bugis yaitu dari kata Joge yang artinya tari atau goyang, mendapat awalan pa menjadi Pajoge yang artinya kata yang menunjukkan pelaku atau penarinya. Demikian pula jika mendapat awalan ‘ma’ untuk menambah kata kerja seperti majoge yang berarti berjoget atau menampilkan sebuah pertunjukan. Jadi kata Pajoge bagi masyarakat Bugis memiliki tiga makna sekaligus. Pertama adalah Pajoge sebagai tari yang disebut sebagai joge, kedua dari kata joge mendapat awalan ‘pa’ menandakan kata benda yang berarti Pajoge artinya penari atau pelakunya, dan ketiga Pajoge sebagai sebuah pertunjukan. Pengertian Pajoge memiliki pemaknaan berbeda-beda namun ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

 

           Pada zaman dahulu Pajoge dipilih dan ditetapkan oleh pemilik kelompok Pajoge, yang biasanya dikoordinir oleh keluarga raja, atau turunan bangsawan. Pangibing membawa sekapur sirih dan menyodorkannya kepada penonton yang sebelumnya sudah melapor terlebih dahulu. Penonton yang akan memberi hadiah untuk menyampaikan kepada pengibing tentang Pajoge yang akan diberi hadiah. Penonton laki-laki yang akan memberikan hadiah atau mappasompe ikut terlibat adalah orang-orang yang mempunyai kehidupan sosial lebih baik atau merupakan tokoh yang disegani di daerah tersebut. Pemberian hadiah atau uang merupakan penghargaan tersendiri karena tidak semua penonton laki-laki bisa mappasompe tanpa salah satu syarat tersebut. Uang dan status sosial (bangsawan) yang bisa melakukan itu, selebihnya hanya termasuk sebagai layaknya penonton biasa. Pertunjukan Pajoge Makkunrai selalu berjumlah genap atau berpasangan yakni 4, 8, 10, 12, dan seterusnya, sesuai dengan kebutuhan pementasan

 

                  Tari Pajoge, muncul semasa kerajaan Bone sejak abad ke VII, hal ini belum jelas karena belum ditemukan tulisan atau informasi yang dapat memberikan keterangan pasti tentang hal tersebut. Namun disebutkan bahwa Raja Bone X adalah seorang perempuan yang diangkat menjadi raja pada tahun 1602 dengan gelar We Tenri Tappu Arung Matinroe ri Sidenreng, beliau sudah mempunyai kelompok tari Pajoge makkunrai, bahkan bukan hanya tari Pajoge makkunrai yang dibina tapi juga tari Pajaga turut dibina dan dikembangkan

 

         Pajoge Makunrai Bone merupakan salah satu tarian tradisional yang berkembang di kehidupan masyarakat Bugis Bone, sejak masa kekuasaan Raja Bone ke- X yang bergelar We Tenri Tappu Arung MatinroE ri Sidenreng (Raja perempuan pertama di Kerajaan Bone). Tarian ini berfungsi sebagai hiburan bagi raja, tamu-tamu raja, pemuka masyarakat dan masyarakat umum. Selain itu, tari ini juga berfungsi sebagai tari komersial atau menjadi sumber penghasilan dari penari. Dahulu, jika diselenggarakan acara Mappajoge, diundanglah  tokoh-tokoh masyarakat untuk turut menyaksikan jalannya acara Pajoge Makunrai Bone. Tarian ini sangat diharapkan oleh para Passompe' (perantau) dari kalangan bangsawan atau orang - orang berada.

 

            Pajoge Makkunrai adalah terdiri atas gadis yang berusia 15 tahun ke atas atau belum kawin dan dapat menyanyi (makkelong). Tarian ini diklasifikasikan dalam tari kelompok. Indo Pajoge bertugas membuka dan menutup pertunjukan Pajoge yang dipimpinnya sehingga harus berada di dekat paganrang (pemain gendang). Sebelum pertunjukan Pajoge Makkunrai dimulai terlebih dahulu Indo Pajoge menyanyi (massitta elong) untuk memulai pertunjukan kemudian disambung oleh semua penari, demikian pula sebaliknya apabila pertunjukan akan berakhir maka Indo Pajoge pula yang mengahirinya. Iringan tari Pajoge dari awal pertunjukan sampai akhir merupakan perpaduan dari musik internal dengan musik eksternal, yakni perpaduan syair lagu yang dinyanyikan oleh indo Pajoge. dengan instrumen gendang dan gong. Makna syair yang dilantunkan berisi tentang nasehat atau petuah-petuah berupa paseng. Pertunjukan ini selalu diawali oleh iringan syair lagu (kelong) oleh Indo Pajoge disebut massitta elong disusul oleh para penari Pajoge Makkunrai. Ragam atau bentuk gerak secara keseluruhan dalam tari Pajoge dilakukan secara serempak (bersama-sama). Pola lantai bentuk garis lurus atau mabbulo sibatang adalah merupakan bentuk sebatang bambu yang lurus. Pola lantai ini biasanya dipakai pada awal yaitu pada gerak mappakaraja (penghormatan), dengan posisi penari duduk atau level rendah. Pola lantai bentuk segi empat atau ma’sulapa appa atau walasuji. (walasuji merupakan wadah yang berbentuk segi empat yang terbuat dari bambu diberi kain berwarna putih pada setiap sisinya, untuk tempat benda atau barang yang dipergunakan dalam upacara). Adapun makna dari pola lantai tersebut adalah merupakan bentuk konsep Sulapa Appa dan Walasuji. Tata rias yang digunakan penari Pajoge pada awalnya adalah tata rias cantik disertai dengan dadasa, yakni alat rias yang terbuat dari kemiri yang dibakar sehingga menghasilkan warna hitam yang mengkilat. Dadasa tersebut diriaskan pada bahagian dahi penari, menyerupai kelopak bunga. Dadasa ini merupakan hiasan sekaligus berfungsi sebagai obat untuk menangkal sesuatu yang jahat. Dandanan rambut atau simboleng (sanggul tradisional) dikenal dengan nama simboleng bunga sibollo (digunakan untuk remaja atau gadis dengan baju bodo). Kostum yang digunakan yaitu Baju bodo dipakai apabila dipentaskan di istana raja sedangkan baju pakambang dipakai di luar istana. Perhiasan tari Pajoge adalah, sebuah jungge yang dipasang di atas kepala, yang menyerupai mahkota yang berbentuk segitiga. Jungge ini terjurai ke bawah sampai batas pinggul. Terdapat pinang goyang (kembang goyang) yang dipasang dibelakang jungge, sesuai dengan namanya pinang goyang (kembang goyang) selalu bergoyang apabila pemakainya bergerak. Bunga nigubah (kembang kepala) yang berwarna warni dipasang di bagian bawah sanggul kiri dan kanan. Pada bagian leher memakai kalung panjang (geno sirue), yang berbentuk daun yang bersusun ke bawah menutupi bagian dada. Anting-anting (Bangkara) merupakan asesoris yang dipakai di telinga yang berbentuk segitiga. Pada lengan diberi simak tayya (pengikat ujung lengan baju yang biasanya berisi jimat). Simak tayya (pengikat pada ujung lengan baju) yang terdiri atas kayu-kayu yang dibungkus dengan kain putih untuk penangkal dari setiap bahaya (pallawa). Pada pergelangan tangan memakai gelang panjang (ponto tiggero tedong) menyerupai bulatan panjang.             

          Adapun cara menyelenggarakannya tarian ini, yaitu dengan terjadinya kontak bagi seorang lelaki dengan salah seorang pajoge, maka lelaki itu mengadakan penawaran untuk diballungi (penari duduk sambil memutar badan – merebahkan diri ke belakang seperti gerakan kayang) oleh Pajoge pilihannya. Sudah ketentuan bahwa barang siapa yang ditunjuk oleh lelaki tadi, penari Pajoge tidak bisa mengelak dan harus berdiri untuk diballungi pada lelaki yang menawarkannya. 
        
  Selanjutnya, Pajoge Makunrai Bone tersebut berdiri mendekati sang lelaki yang memilihnya, atas bimbingan dari pengiring maka penari Pajoge tersebut datang menari di depan lelaki itu yang akhirnya dilakukan Ballung, yaitu merebahkan badannya seolah-olah gerakan kayang, sehingga sanggul pajoge tersebut yang mengulurkan tangannya menerima kepala/sanggul pajoge pilihannya. Saat itu pula penari pajoge disodori semacam imbalan jasa yang berbentuk uang maupun sapu tangan atau benda berharga lainnya. Adapun tata cara pembagian hasil dari Pajoge tersebut, akan  ditentukan oleh koordinatornya. Oleh karena itu, tarian ini dapat dikatakan oleh pendukungnya sebagai tarian komersial atau salah satu sumber penghasilan dari penari Pajoge dan pembimbingnya.


Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Dinas Kebudayaan Kab. Bone

Jl. La Tenritatta No. 1

0811447091

dinaskebudayaanbone@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022

Maestro Karya Budaya

Dr. Jamilah, M.Sn

Jl. Nipa-nipa II No. 86 Blok. III Perum. Antang Makassar

081355749360

jamilah@unm.ac.id

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 28-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047