Saguer Minahasa

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101432
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Sulawesi Utara
Responsive image

Cara Pembuatan, Wujud dan Tampilan, Etimologi dan Pengetahuan Lokal Terkait Teknik Pembuatan Saguer

 

Saguer, dalam beradab-adab telah menjadi produk yang akhirnya lekat dengan masyarakat Minahasa. Hasil alami dari batifar adalah minuman saguer. Pohon enau atau dalam Bahasa sehari-hari Manado disebut pohon saguer atau seho. Pohon ini menghasilkan saguer atau cairan putih yang rasanya manis jika baru di panen, rasanya seperti jus buah dan karena itulah saguer dalam Bahasa asing disebut palmjuice (inggris), palmwijn (belanda), palmwine (inggris). Jenis minuman ini diproduksi masyarakat Minahasa lewat batifar di hutan-hutan atau kebun dan halaman belakang rumah yang bertumbuh pohon enau. Batifar merupakan bentuk kegiatan masyarakat di Minahasa untuk menghasilkan satu jenis minuman yaitu saguer. Saguer inilah yang disebut air nira atau tuak dalam Bahasa yang lebih umum di Indonesia. Ketika masih segar atau baru selesai disadap, saguer akan nampak berbusa, memiliki gas dan sering mengandung lebah terbang di sekitarnya karena rasanya yang manis.

Di Minahsa, ada beberapa Bahasa lokal untuk menyebut saguer. Ada pehe di wilayah-wilayah Tombulu, yang kemudian pehe emut atau saguer manis yang digunakan untuk kepentingan-kepentingan ritual. Selain itu, di wilayah yang sama juga dikenal lepen sebagai istilah yang merujuk secara langsung pada saguer. Kemudian ada pula upe yang disebut sebagai  Bahasa lokal di Minahasa Selatan, wilayah administrative penelitian ini yang dapat diasosiakan dengan wilayah Tontemboan. Ada pula istilah timpa, di wilayah Tondano dan Tonsea. Hal ini menunjukkan adanya spesifikasi di tiap wialayah sub-etnis, sekalipun minuman ini bentuknya sama secara visual.

Saguer disimpan yang dibiarkan beberapa jam, akan mengalami proses fermentasi alami dan rasanya akan menjadi keasam-asaman serta mengandung alcohol sekitar lima persen. Dalam hal ini ada kategorisasi lokal untuk menyebut dua model ini, saguer manis disebut pula saguer cewe (perempuan) dan memang disarankan untuk bisa diminum oleh kaum perempuan ketika dalam acara-acara atau pesta. Kebalikannya, saguer yang agak masam dan mengandung alcohol 4-5% disebut pula saguer cowo dan memang lebih disukai oleh kaum lelaki, terutama ketika duduk santai bersama rekan-rekan, ketika pesta atau nongkrong setelah bekerja di kebun. Ada pula kepercayaan untuk saguer manis malah disarankan bagi seorang ibu yang baru melahirkan agar dapat meminumnya karena dipercaya dapat menambah kuantitas dan kualitas ASI.

Pada dasarnya ada beberapa cara pembuatan atau perlakuan untuk mendapatkan saguer yang diinginkan, baik yang manis atau yang agak masam. Untuk mendapatkan saguer alami yang bisa dinikmati seperti jus, ketika baru saja dipanen atau baru saja disadap dapat langsung diminum. Inilah yang disebut saguer cewe.

Dalam metode lain untuk mendapatkan saguer yang agak masam, biasanya hanya dibiarkan hanya beberapa jam untuk dikonsumsi. Sekitar 6 jam sampai satu malam. Tetapi ada pula metode lain untuk membuat saguer menjadi agak masam yaitu dengan cara mencampur air nira segar (mentah) yang berasal dari pohon aren dengan air nira yang sudah lama yang telah berfermentasi dan punya endapan di sebuah ruas bamboo dengan ujung saringan yang terbuat dari ijuk pohon seho. Semakin bersih ijuknya , maka semakin baik kualitas air niranya. Ijuk inilah yang berfungsi sebagai filter alami. Kemudian kedua campuran ini akan dibiarkan beberapa lama, sekitar 3-6 jam sudah cukup. Pengambilan air nira ini biasanya dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore, sebagai waktu yang dianggap paling pas untuk mengkonsumsi minuman ini.

Pada versi lain, menurut kalangan petani kadar alkohodan kelezatan yang dikandung saguer juga tergantung juga pada cara menuai dan peralatan bambu tempat menampung saguer saat menetes keluar dari mayang pohon enau. Untuk mendapatkan saguer yang manis bagaikan gula, bambu penampungan yang digantungkan pada bagian mayang tempat keluarnya cairan putih saguer berikut saringannya yang terbuat dari ijuk pohon enau harus bersih. Mereka percaya, semakin bersih bambu dan filternya saguer akan semakin manis.

Menurut keprcayaan dan teknik yang diwarisi turun temurun dari para petani pula, rasa saguer dapat diatur oleh penyadap sehingga menghasilkan tiga kategori rasa, yaitu: manis, asam manis, dan rasa asam-gurih. Dalam hubungannya dengan ini, para petani percaya bahwa masing-masing pohon seho mempunyai rasa yang berbeda-beda. Dalam perlakuan berbeda-beda ini, para petani percaya ada yang yang rasa durian dan rasa solobar. Selain itu, tingkat kecairan saguer-pun dibagi secara kategoris menurut pengetahuan lokal, yaitu: kental, kental-cair (menengah) dan cair.

 

Mitos dan Legenda, Sejarah Serta Hubungan Paralelnya Dengan Kebudayaan Nasional dan Dunia

            Beberapa hal yang perlu dipahami soal sejarah saguer adalah saguer ini memiliki beberapa versi historis, baik dalam arti legenda atau bahkan mite yang diceritakan secara turun temurun dalam bentuk tradisi lisan, sekalipun juga ini beberapa kali ditulis dalam naskah-naskah ataupun manuskrip-manuskrip dan ini merupakan cerita saguer dalam arti story. Pada saat bersamaan juga ada sejarah saguer yang ditulis dalam artian kesaksian-kesaksian dan laporan-laporan dan karena itulah tuturan saguer dalam arti ini ditempatkan sebagai history.

Sebagai buah tradisi lisan yang dapat disadur dan didengarkan dari berbagai sumber lisan dan kemudian diproduksi berulang ulang dalam berbagai media, saguer merupakan minuman yang sangat lama berada di tanah Minahasa dan konon katanya ditemukan tidak sengaja oleh salah seorang  Minahasa yang akhirnya disebut dotu atau opo. Dalam kepercayaan masyarakat soal hal ini, Graafland mencatat sebuah kutipan sekitar 1850an bahwa: “para empung dan Kasuruan (leluhur dan dewa-dewa), minuman dewata, minuman yang hamper dianggap suci, yaitu saguer” (Graafland,1869).

Legenda Minahasa mengenal Dewa Makawiley sebagai dewa saguer pertama (diambil dari kata leeway yang berarti busa sager). Kemudian ada juga dewa saguer yang beranama Kiri Waerong yang dihubungkan dengan pembuatan gula merah dari saguer yang dimasak. Dewa saguer yang ketiga adalah opo Parengkuan yang dihubungkan dengan air saguer yang menghasilkan cap tikus, Parengkuan mempunyai kata asal “Rengku” yang artinya: minum sekali teguk tempat minum yang kecil. Karena itulah kita mengetahui, bahwa posisi minuman ini bagi masyarakat Minahasa hampir tidak mungkin dilepaskan dari konteks mite, sebagai suatu produk yang dianggap mewakili kesucian sejarah lisan. Bahkan seringkali dalam sejarah lisan ini dianggap atau dipercaya sebagai ‘history’ seperti yang ditulis oleh Jessy Wenas; diungkapkan bahwa minuman ini mencapai masa kejayaannya di tahun 1829 ketika para serdadu Minahasa mengikuti perang Jawa.

Selain itu, ada pula memang cerita lokal yang secara langsung menggambarkan saguer sebagai minuman yang berperan sebagai ‘ibu’ sebagaimana dalam naskah yang ditulis N. P. Wilken (1863:295): Ada tiga orang anak yatim piatu, dua dari mereka sudah menjadi gadis dewasa, sedang yang ketiga masih kecil dan perlu menyusu. Syukurlah, dekat rumah mereka tumbuhlah dua jenis pohon yaitu pohon aren dan lalangusan (ficus tagalolo). Saat angin bertiup, batang lalungusan memukul-mukul mayang aren dan mayang itu mengeluarkan cairan. Si bungsu hanya diberikan minuman air nira ini dan dia tetap hidup karenanya.

Dari cerita tersebut, maka menjadi masuk akal bagi masyarakat Minahasa melihat bahwa pohon saguer merupakan ‘ibu’ yang memberi makan anak-anak Minahasa. Dalam konteks ini, memang arti asosiatif yang sering dihubungkan oleh masyarakat Minahasa tentang minuman ini, terutama para petani, sebagai: sumber penghasilan mereka memang seringkali berasal dari pohon ini.

Dalam hal konsumsi saguer, sebelum tahun 1850-an, kita dapat melihat indikasi bahwa penduduk setempat menggunakan produk ini hampir secara eksklusif untuk kebutuhan subsisten dan kehidupan sehari-hari, asumsi ini didukung oleh fakta bahwa saguer harus dikonsumsi setidaknya hingga 2 hari sebelum terlalu asam untuk  dinikmati dan secara alami menjadi cuka.

Tradisi, Kearifan Lokal, Kontrol Sosial dan Aspek Adat

            Saguer mengutamakan kebersamaan dan apresiasi, sehingga yang terpenting menurut masyarakat lokal minuman ini memiliki control sosial. Terdapat beberapa persyaratan agar seseoarang boleh meminum alkohol, misalnya ketika seseorang telah dewasa barulah dia boleh merasakan saguer, baik laki-laki maupun perempuan. Kontrol sosial lain yang dikembangkan untuk meminum saguer, adalah ditandai ketika seseorang telah bisa ‘menafkahi dirinya’, sehingga ‘anak kecil’ tidak diperkenankan minum saguer karena belum dianggap mandiri baik secara finansial maupun emosional untuk mengontrol diri ketika meminum saguer dalam tingkat tertentu. Namun begitu, saguer sebagai minuman tradisional saat ini memang masih menjadi  bagian dari adat, termasuk diperlakukan secara khusus untuk ritual-ritual tertentu dan masih dianggap sebagai minuman sacral dan berlaku kontrol sosial.

Hal ini menjadi penting karena bagaimanapun, saguer yang memiliki kandungan alkohol tetap memiliki fungsi dalam konstruksi tradisi seperti dalam upacara adat dan ritual. Selain dari pada control sosial, kita juga dapat melihat bahwa dalam menghasilkan saguer ada perlakuan-perlakuan teretntu. Misalnya dalam menghasilkan saguer seorang petani harus menyanyi atau bersenandung kepada dewa-dewa, dalam kondisi tersebut, yang dalam catatan etnografis masa lalu seringkali menjadi impresi ‘tidak masuk akal’, misalnya dalam catatn Graafland yang juga telah dipetik pada bab sebelumnya, yaitu:

“tatkala[…] saguer di atas pohon, dengan sendirinya ia menjadi puitis. Di dalam kegembiraannya, ia melihat cairan pohon itu mengalir deras, lebih tepat lagi dengan tetesan besar. Ia memuji kebaikan pohonnya (bersenandung), lalu berteriak sekuat-kuatnya meminta bantuan tiga kapal besar menampung cairan yang berharga tersebut (Graafland, 1991 [1869])

Sekalipun memang terlihat tidak masuk akal, namun ini justru mendapat penjelasan-penjelasan logis dalam ilmu pertanian dan bukanlah merupakan sebuah dongeng serta ada logikanya. Dalam materi-materi bidang pertanian dan pemuliaan tanaman ini ada penjelasan logis yaitu dengan cara menghormatinya dan tumbuhan akan menghasilkan saguer berkualitas baik dan banyak. Ada ajaran bahwa pada prinsipnya setiap makhluk hidup harus disayangi, termasuk tumbuhan. Karena itulah ketika memproduksi saguer, petani akan ‘mengajak bicara’ pohon dan mayang buah, dan ketika akan mengiris buah harus meminta maaf.

Fungsi, Nilai dan Makna Saguer di Masyarakat

1.      Fungsi Kenikmatan

Salah satu tujuan saguer dikonsumsi adalah untuk memperoleh kenikmatan. Secara praktikal dalam kehiduapan sehari-hari, fungsi kenikamatan ini juga tidak hanya dilihat sebagai ‘konsumsi’, namun atas efek yang ditimbulkan pada tubuh. Misalnya, ketika saguer dikonsumsi pagi hari, dipercaya dan kemudian dirasa membawa efek ‘semangat kerja’. Sementara, ketika dikonsumsi sore atau malam di pedasaan akan membawa kesan ‘santai’, sehingga akan lebih mudah untuk beristirahat malam dan akan membawa ‘kesegaran’ ketika bangun pagi. Selain itu, saguer dianggap lebih cocok sebagai minuman bersama makanan-makanan yang dianggap tradisional baik ketika makan di rumah maupun ketika pesta-pesta karena membawa sensasi segar, asam-manis dan lebih nikmat daripada minuman jenis lain.

2.      Makanan Untuk Menyatukan Jati Diri

Secara sederhana , fungsi sosial yang paling Nampak dan dasar adalah saguer dapat menyatukan orang-orang lokal yang duduk menikmatinya bersama, meningkatkan kesan ‘kebersamaan’ dan ‘persaudaraan’. Hal ini karena minuman ini dinikmati biasanya secara berkelompok atau pun di pesta-pesta.

3.      Fungsi Religi, Magis dan Komunikasi

Dalam kondisi penggunaan saguer ketika ritual, wadah yang digunakan haruslah dari sebilah bambu atau kower yang dianggap sebagai ‘gelas tradisional’ untuk menunjukkan tradisionalitas dan tidak boleh dari wadah yang dianggap ‘modern’ baik dari kaca, besi atau tembaga. Dalam kasus ini, kadang-kadang batok kelapa juga dapat digunankan untuk mengganti bambu sebagai wadah yang di anggap tradisonal. Sekalipun ini sangat jarang terjadi.

Nilai sejarah juga salah satu yang terkandung dalam saguer dan warisan, serta preservasi. Hal ini disebabkan karena bagi orang Minahasa, saguer dianggap sebagai suatu minuman yang datang dari masa lalu, kemudian dijaga atau dipreservasi baik cara pembuatannya, fisiologinya dan fungsi-fungsinya di masyarakat. Dalam kaitan dengan ini meminum dan memproduksi saguer juga mengandung makna: menjaga warisan nenek moyang.

Pada tingkat paling awal dan yang paling ‘otentik’ dari saguer dan dapat kita lihat dan mungkin yang dianggap paling Nampak adalah saguer mewakili nilai-nilai kebersamaan, persaudaraan dan tenggang rasa bagi masyarakat Minahasa. Sekalipun ini telah menunjukkan transformasi sebagaimana ditangkap dan dicatat oleh Graafland, dan itu mulai terasa sejak abad ke-19, dan dapat kita lihat di bawah ini:

“sementara orang alifuru akan pulang ke rumah sambal memikul bambu saguer di punggungnya, tiap orang yang berjumpa dengannya ditawari saguer beberapa teguk. Keramah-ramahan ini hilang setelah beberapa orang menjadikan saguer sebagai salah satu bahan industry (Graafland, 1991)”.

Potensi Budaya, Ekonomi, Pariwisata, Kesehatan dan Pengembangan Masyarakat

            Meninjau ekonomi budaya Indonesia yang masih belum maksimal pengelolaannya dan belum efektif untuk pengembangan masyarkat terutama di tingkat mikro. Hal mana karena pemanfaatannya yang kurang maksimal serta kurangnya sentuhan inovasi yang menyebabkan turunnya keterkaitan antara masyarakat dengan budaya sendiri. Peran serta masyarakat untuk membantu perekonomian Indonesia sangat diharapkan agar dapat mengurangi tingkat ketergantungan Indonesia terhadap bisnis-bisnis makro.

Saguer memiliki banyak potensi secara tradisional dan dapat menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan perekonomian masyarakat Sulut. Ini dapat secara jernih dilihat dengan memperhitungkan bahwa saguer dianggap sebagai bahan mentah yang dapat dijadikan berbagai produk. Selain tentu saja dijadikan sebuah penganan untuk kepentingan eksotis atau atraksi pariwisata, tepatnya sebagai ‘minuman tradisional’. Saguer selain sebagai minuman itu sendiri, sebagai bahan mentah dapat dijadikan berbagai produk yang dianggap tradisional, yaitu:

1)      Cuka saguer;

2)      Gula batu/merah;

3)      Cap tikus;

4)      Obat-obatan tradisonal atau untuk terapi.

Produk-produk ini dapat diartikan sebagai hal kecil tetapi terdistribusi secara lebih luas di masyarakat. Dalam kondisi ini, pemanfaatan saguer harusnya didukung berbagai pihak mulai dari pemerintah maupun masyarakat.

Menurut wawancara dengan petani dan penjual, dalam bentuk saguer yang dijual mentah untuk langsung di minum, satu botol mineral bervolume 600ml, dijual seharga Rp. 5.000,-. Dalam sehari rata-rata tiap petani yang kami wawancara di Desa Tanggari, Kabupaten Minahasa Utara terjual sekitar 50 botol dalam kondisi normal dan belum ditambah jika ada pesanan ketika ada acara atau pesta tertentu. Sehingga pendapatan bersih rata-rata adalah sekitar 250.000/hari. Ini pun belum ditambah dengan pendapatan saguer yang tidak dijual karena tetap akan disimpan sebab dapat dijual dalam bentuk cuka saguer yang dihargai sama dalam jumlah yang sama pula. Pada beberapa tempat dijual dengan harga lebih tinggi.

Cuka saguer ini, sering dijual untuk dicampur pada berbagai bahan makanan, terutama yang paling sering adalah dicampur di gohu atau asinan papaya muda tradisonal Minahasa, sebagai penambah cita rasa, karena dianggap lebih enak oleh orang lokal dan dianggap tradisional. Cuka ini juga sering  dipesan oleh rumah-rumah makan untuk dijadikan salah satu bumbu penyedap makanan. Selain itu saguer yang tidak terjual, juga tidak perlu dibuang karena selain akan berubah menjadi cuka yang nilai ekonominya tidak turun, tetapi juga dijadikan bahan baku untuk cap tikus, yang bahkan nilai ekonominya bagi masyarakat akan semakin meningkat, karena dalam bentuk cap tikus harganya akan semakin tinggi. Dalam kebutuhan lebih spesifik, cuka saguer juga dapat disimpan untuk dijadikan bahan baku alcohol untuk kebutuhan medis

Bagi masyarakat Minahasa, kami menemukan bahwa mengkonsumsi saguer juga dipercaya dampak positif dalam mengobati penyakit diabetes. Hasil penelitian Goal dan Husin menunjukkan bahwa orang yang menderita penyakit diabetes dianjurkan untuk mengonsumsi saguer atau tuak, karena kadar gula darah dapat terlarut oleh mineral yang terdapat pada minuman ini dan akan dikeluarkan melalui respirasi kencing. Kandungan mineral yang cukup komplit dari saguer sangat berguna bagi tubuh apabila dikonsumsi secukupnya sesuai dengan kebutuhan. Sehingga dalam hal ini, mengkonsumsi saguer yang dipercaya masyarakat lokal sebagai obat diabetes dapat diverifikasi secara ilmiah melalui penjelasan medis.

Pada sisi lain, saguer juga memiliki potensi untuk dikembangkan aspek pariwisata budayanya. Dari seni kuliner berkembanglah istilah yang sangat marak dewasa ini yaitu ‘wisata kuliner’. Wolf (2004) menyatakan bahwa: “wisata kuliner bukanlah sesuatu yang mewah eksklusif. Wisata kuliner menekankan pada pengalaman gastronomi yang unik dan menegaskan, bukan pada kemewahan restoran maupun kelengkapan jenis makanan maupun minuman yang tersedia”. Damanik dan Weber (2006:13) menyebutkan bahwa daya tarik wisata yang baik sangat terkait dengan empath al, yaitu memiliki keunikan, originalitas, otentitas, dan keragaman. Keunikan diartikan sebagai kombinasi kelangkaan dan kekhasan yang melekat pada suatu daya tarik wisata yang tentu dimiliki oleh saguer sebagai minuman tradisional yang dianggap turun temurun.


Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 29-01-2022

Komunitas Karya Budaya

Kelompok Tani Tumoutou

Lingkungan II, Desa Malola, Kec. Kumelembuai, Kab. Minahasa Selatan

0

(-)

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 29-01-2022

Maestro Karya Budaya

Yandri Sinaulan

Lingkungan II, Desa Malola, Kec. Kumelembuai, Kab. Minahasa Selatan

0

(-)

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 29-01-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 29-01-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047