MENDHAK SANGGRING LAMONGAN

Tahun
2021
Nomor Registrasi
202101499
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Jawa Timur
Responsive image

MENDHAK SANGGRING LAMONGAN MAKNA harfiahdari Mendhak adalah ritual untuk memeringati “ulang tahun kematian” atau disebut Haul. Sedangkan Sanggring adalah nama masakan berkuah (orang Lamongan menyebut sayur) yang berbahan baku ayam dan dimasak dengan cara-carak husus. Jadi Mendhak Sanggring adalah rangkaian ritual yang secara umum sama dengan Bersih Desa namun yang menarik antara lain berupa Sanggring itu sendiri. Tradisi ini sudah berlangsung ratusan tahun lamanya di desa Tlemang, Kecamatan Ngimbang, Kabupaten Lamongan, JawaTimur. Puncak acara berupa memasak Sanggring dan makan bersama oleh warga desa serta berdoa di makam Ki Buyut Terik, yang dipercaya sebagai pendiri desa. Proses memasak sanggring itulah yang unik, karena seluruh petugas yang menerima sumbangan ayam, menyembelih, memasak hingga menjadi masakan sayur Sanggring hanya boleh dilakukan oleh para laki-laki yang harus keturunan Juru Sanggring. Sedangkan pimpinan Juru Sanggring harus melakukan puasa sehari semalam sebelum ritual ini. Setelah daging ayam dipisah-pisahkan menggunakan tangan, kemudian dimasak di tiga wajan besar di tempat terbuka. Sayur Sanggring dipercaya memilikik hasiat dapat menolak penyakit atau sebagai obat. Sebagaimana asal kata Sanggring yakni ‘sangkaningwonggering’ atauobatnya orang sakit. Ada aturan yang melarang mencicipi hasil masakan, karena justru rasa masakan itulah yang nantinya menjadi isyarat masa mendatang. Kalau rasanya sedap, berarti persembahan mereka diterima. Hal yang sebaliknya kalau masakan terasa terlalu asin, teralu manis atau bahkan tidak enak dirasakan. Tradisi Nyanggring ini memang juga ada di Gresik, biasanya diselenggarakan pada bulan puasa dan dinikmati sebagai hidangan berbuka puasa. Tapi yang ada di Tlemang ini berlangsung selama 4 (empat) hari berturut-turut berpedoman pada penanggalan Jawaya itu setiap tanggal 24 hingga 27 Jumadil Awal, yang tahun ini bertepatan dengan tanggal 9 – 12 Januari 2021. Disamping itu, juga ada ritual Bersih Sumber (mata air) dan Bersih Makam serta pergelaran kesenian langka yaitu wayang krucil selama duahari berturut-turut. Tlemang adalah sebuah desa di perbukitan kapur berhutan jatidengan jarak ke kota kecamatan sejauh 6 kilometerdan 36 kilometer di arah barat daya pusat kota Lamongan. Jumlah total penduduk dari tiga dukuh, yaitu Tlemang, Waduk dan Bakon adalah sebanyak 1.365 (monografi Desember 2019). Sebuah anugerah tersendiri desa ini memiliki banyak mata air yang melimpah. Karena itu warga desa melakukan perawatan (konservasi) mata air secara rutin sebagai bagian dalam tradisi ini. Acara dimulai hari Sabtu (9/1) dimana warga membersihkan dua buah sendhang (mata air) yaitu sendhang wedok dan sendhang lanang. Sebelumnya diawali oleh Kepala Desa (Kades) dan sesepuh desa dengan sebuah ritual dengan cara menaburkan air kelapa muda yang dicampur dengan badheg (air tape) dan beberapa ramuan. Setelah itu dilakukan selamatan dengan doa yang dipimpin oleh Modin, dengan hidangan yang dibawa masing-masing warga. Hari kedua, Minggu (10/1) pagi adalah ritual di makam punden desa, yaitu Ki Buyut Terik. Warga setempat membersihkan semak-semak sehingga areal sekitar makam yang tadinya rimbun dan penuh semak belukar dalam waktu singkat berubah menjadi terang benderang. Sementara itu di bagian makam dilakukan penggantian kain pembungkus, mengganti atap daun alang-alang, melapisi kain merah putih dengan yang baru. Buyut Terik yang bernama asli Raden Nurlali, konon berasal dari keluarga Raja Mataram yang sekitar tahun 1677 meninggalkan Kerajaan Mataram karena merasa kecewa campur tangan kolonial Belanda. Raden Nurlali lantas menuju kearah timur, mengabdi dan berguru pada SunanGiri di Gresik. Kemudian oleh Sunan Giri diberi tugas menyebarkan agama Islam di daerah Lamongan. Atas keberhasilannya menyebarkan agama Islam dan menumpas penjahat, Raden Nurlali diangkat menjadi pemimpin masyarakat Desa Tlemang. Untuk meresmikan pengangkatannya, secara formal diadakan upacara wisuda pada bulan Jumadil awal tanggal 27. Pada acara ini dihadiri oleh Sunan Giri dan para tamu sahabat-sahabat RadenNurlali. Setelah areal makam bersih, pada sore harinya diselenggarakan pengajian berupa istighosah kaum muslimat. Ini memang acara tambahan yang menurut tradisi memang tidak ada. Baru diadakan sekitar sepuluhtahun yang laluuntukmengadopsikepentingankaumagamawan. Hari ketiga (11/1) pergelaran wayang krucil dimulai sejak pagi di halaman rumah Kepala Desa, kali ini dengan lakon “Damarwulan.” Sementara itu dua ekor kambing disembelih untuk acara “Selamatan Kambing” dengan menu khusus yang dipersembahkan untuk Ki Buyut Terik dengan cara dikunci dalam kamar. Kemudian sejumlah warga dipimpin oleh Kepala Desa mengunjungi makam Ki BuyutTerik, memanjatkan doa sebagai pertanda acara mendhakakan dimulai. Usai dari makam, warga lantas menikmati hidangan khusus dengan menu daging kambing. Pagihari, Selasa (12/1) adalah puncak acara Mendhak Sanggring. Kali ini digelar lagi pertunjukan wayang krucil dengan lakon yang berbeda (SriajiJayabaya) dimana seluruh pendukung dan dalang berbusana adat, tidak sebagaimana pentas sebelumnya yang hanya mengenakan busana sehari-hari. Dalam ritual ini memang harus menggelar wayang krucil, bukan wayang kulit, atau pertunjukan kesenian lainnya. Sejak pagi hari masing-masing warga desa menyumbangkan seekor ayam dan sebungkus bumbu jangkep serta menyerahkan sekadar sumbangan untuk pelaksanaan acara ini. Total ayam yang berhasil dikumpulkan pada acara kali iniwargasebanyak 170 ekor. Menjelang tengah hari warga desa sudah berduyun-duyun mendatangi lokasi, kebanyakan membawa wadah berbagai rupa untuk Sayur Sanggring yang akan dibagikan. Sebanyak 44 piring sayur sanggring sengaja disiapkan panitia sebagai suguhan untuk Ki Buyut Sanggring yang disimpan dalam sebuah kamar tertutup. Namun setelah didoakan makanan itu disuguhkan ke para tamu. Pergelaran wayang krucil yang mendekati puncaknya tidak ada yang memerhatikan. Semua warga konsentrasi menunggu pembagian Sayur Sanggring. Setelah sambutan Kepala Desa dan doa yang disampaikan oleh Modin maka Juru Sanggring lantas satu persatu mengisi wadah yang disodorkan warga. Namun dalam prakteknya warga malah berebut, bahkan tak sabar untuk mengambil sendiri dari wajan. Setelah semua Sayur Sanggring habis maka Juru Sanggring lantas menggulingkan wajan sebagai bagian dari tradisi. Acara pamungkas berupa prosesi menuju makam Ki BuyutTerik, membawa makanan dalam wadah (ambeng) untuk didoakan. Banyak pengunjung dari luar kota beriringan mengikuti di belakang hingga membentuk barisan yang sangat panjang. Sementara Modin memimpin pembacaan Surat Yasin, barisan warga tadi antri menyerahkan sebungkus bunga tabur dan uang nadar kepada petugas yang duduk di depan lobang makam. Pamungkas acara adalah selamatan Tutup Gedhek yang merupakan ungkapan syukur karena upacara telah berjalan lancar tanpa halangan. Sementara ditengah kerumunan ada warga yang melemparkan sejumlah uang logam untuk diperebutkan. Ini namanya udhik, bagian dari ritual ini. Acara berakhir, warga berangsur-angsur meninggalkan lokasi. (*)


Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

Komunitas Karya Budaya

ARIS PRAMONO, S.E. (Kepala Desa Tlemang-Ngimbnag)

Dusun Tlemang, Desa Ngimbang Kec. Ngimbang, Kab. Lamongan

081553612926

pramonoaries3@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

Maestro Karya Budaya

MUJIONO (Sesepuh Desa Tlemang)

Dusun Mbakon, Desa Tlemang, Kec. Ngimnang, Kab, Lamongan

081332445599

sarionolamongan71@gmail.com

Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022
   Disetujui Oleh Nasya Adlina Pada Tanggal 02-02-2022

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047