Ngalungsur Geni (Ngalungsur Pusaka)

Tahun
2016
Nomor Registrasi
201600350
Domain
Tradisi dan Ekspresi Lisan
Provinsi
Jawa Barat
Responsive image

Dilihat dari sistem kepercayaan, semua penduduknya memeluk agama Islam. Menurut sejarah, penyebaran agama Islam di desa ini dipelopori oleh Haji Imam Safei. Beliau bersama dengan para pengikutnya menyebarkan agama Islam di Desa Dangiang. Namun demikian, mereka juga masih memegang teguh tradisi keyakinan nenek moyang (leluhur). Hal ini tampak dari banyaknya penduduk yang masih melakukan ziarah ke tempat-tempat keramat. Selain itu mereka juga melaksanakan berbagai kegiatan upacara adat seperti sedekah bumi, tawasulan, dan mapag Sri.Salah satu upacara adat dari leluhur yang masih dilakukan oleh masyarakat Dangiang adalah upacara siraman dan ngalungsur geni. Upacara Ngalungsur Pusaka dilaksanakan oleh juru kunci yang tergabung dalam ikatan juru kunci makam keramat Godog. Tujuan upacara tersebut untuk menjaga tinggalan Sunan Rohmat Suci, mengenalkan tinggalan tersebut beserta nilai-nilai yang terkandung di dalamnya kepada keturunan juru kunci dan warga masyarakat.

 

Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni yang dilaksanakan masyarakat Desa Dangiang Kabupaten Garut merupakan tradisi yang sudah turun temurun dilakukan tiap tahun sekali pada bulan Maulud, tepatnya 14 Maulud. Upacara ini bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur pada Tuhan YME dan penghormatan pada leluhur serta tinggalannya yang berupa benda-benda pusaka.

 

Upacara Siraman dan Ngalungsur Geni memiliki makna siraman artinya mencuci, ngalungsur berarti mewariskan atau meneruskan, dan Geni adalah salah satu nama benda pusaka meriam bernama Guntur Geni. Guntur geni merupakan senjata peninggalan dari Eyang Gusti Batara Turus Bawa, yakni salah satu pendiri Desa Dangiang. Dengan demikian upacara Siraman dan Ngalungsur Geni memiliki arti mencuci dan meneruskan (mewarisi) kesaktian benda-benda pusaka milik leluhur, sekaligus sebagai penghormatan pada leluhur sebagai cikal bakal pendiri desa.

Benda-benda pusaka tersebut disimpan di dalam peti khusus berukuran kurang lebih 1 x 2 meter, yang diletakkan di rumah Joglo yakni sebuah rumah khusus tempat menyimpan benda pusaka. Ngalungsur geni kemudian diartikan menurunkan atau mengeluarkan benda-benda pusaka peninggalan leluhur yang disimpan di rumah Joglo maupun yang disimpan oleh perorangan di rumah-rumah warga, untuk kemudian dicuci atau dimandikan di setiap bulan Maulud.

 

Ada lima tahapan dalam upacara ngalungsur geni yaitu: ngalirap, membuka sejarah desa, ziarah kubur, mencuci benda-benda pusaka, dan doa bersama. Ngalirap adalah bergotong royong untuk membuat pagar baru di sekitar rumah joglo, membersihkan jalan, masjid, dan makam. Kegiatan ini dilakukan pagi hingga sore hari. Malamnya, dilaksanakan acara membuka sejarah desa yang dipimpin oleh kuncen di Joglo hingga dini hari. Usai menceritakan sejarah desa, dilanjutkan ziarah kubur ke makam leluhur Eyang Batara Turus Bawa.

Pagi hari, peziarah berangkat ke makam leluhur. Sekitar pukul 11.00 WIB peserta kembali ke Joglo untuk melaksanakan upacara mencuci benda pusaka. Mencuci benda pusaka dilakukan di Sungai Cidangiang yang berjarak lebih kurang 300 meter dari Joglo. Banyak masyarakat yang datang ke sungai Cidangiang untuk mengambil air bekas cucian benda pusaka yang dipercaya mendatangkan keberkahan, keselamatan, dan rejeki.

Setelah benda pusaka dicuci, dilakukan pembersihan dan disimpan kembali ke ruang khusus di Joglo. Terakhir, adalah doa dan makan bersama. Upacara ini berlangsung lebih kurang selama 1 jam, diikuti semua warga yang berasal dari 2 desa. Sebanyak kurang lebih 300 tumpeng yang dibuat oleh ibu-ibu sebagai hantaran tuang untuk dimakan bersama keluarga.

 

Upacara tradisional pada umumnya mempunyai tujuan untuk menghormati, mensyukuri, memuja dan minta keselamatan pada leluhur (karuhun) dan Tuhannya. Demikian pula pada upacara Siraman dan Ngalungsur Geni yang dilakukan masyarakat Desa Dangiang, bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur pada Tuhan YME dan penghormatan pada leluhur serta tinggalannya berupa benda-benda pusaka. Benda-benda pusaka tinggalan leluhur ini dianggap sebagai benda keramat yang berjasa dalam merebut kemerdekaan RI dari tangan penjajah. Benda-benda pusaka ini dicuci dan dibersihkan tiap tahun sekali pada tanggal 14 bulan Maulud. Air bekas cucian ini dipercaya masyarakat dapat memberi berkah keselamatan, kesehatan, dan keberhasilan. Upacara ini juga sebagai penghormatan pada leluhur yang dianggap sebagai cikal bakal pendiri Desa Dangiang.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2016

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2016

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2016
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2016

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047