Kolintang

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300045
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Sulawesi Utara
Responsive image

Kolintang adalah alat musik khas dari Minahasa (Sulawesi Utara) yang mempunyai bahan dasar kayu, jika dipukul dapat mengeluarkan bunyi yang cukup panjang dan dapat mencapai nada-nada tinggi maupun rendah, seperti kayu telur, bandaran, wenang, kakinik atau sejenisnya (jenis kayu yang agak ringan tapi cukup padat dan serat kayunya tersusun sedemikian rupa membentuk garis-gari s sejajar). Kata kolintang berasal dari bunyi: tong (nada rendah), ting (nada tinggi) dan tang (nada tengah). Dahulu dalam bahasa daerah Minahasa digunakan untuk mengajak orang bermain kolintang "mari kita ber-Tong, Ting, Tang" dengan ungkapan "Maimo Kumolintang" dan dari kebiasaan itulah muncul kolintang.

Pada mulanya kolintang hanya terdiri dari beberapa potong kayu yang diletakkan berjejer diatas kedua kaki pemainnya dengan posisi duduk di tanah, dengan kedua kaki terbujur lurus kedepan. Dengan berjalannya waktu, kedua kaki pemain diganti dengan dua batang pisang, atau kadang-kadang diganti dengan tali seperti Arumba dari Jawa Barat. Sedangkan penggunaan peti sesonator dimulai sejak Pangeran Diponegoro berada di Minahasa pada tahun 1830. Pada saat itu, konon peralatan gamelan dan gambang dibawa oleh rombongannya.

Adapun pemakaian kolintang erat hubungannya dengan kepercayaan tradisional rakyat Minahasa, seperti dalam upacara-upacara ritual sehubungan dengan pemujaan arwah para leluhur. ltulah sebabnya dengan masuknya agama Kristen di Minahasa, eksistensi kolintang demikian terdesak bahkan hampir menghilang sekitar 100 tahun. Sesudah Perang Dunia II, barulah kolintang muncul kembali yang dipelopori oleh Nelwan Katuuk (yang menyusun nada kolintang menurut susunan nada musik universal).

Pada mulanya hanya terdiri dari satu melodi dengan susunan nada diatonis, dengan jarak nada 2 oktaf, dan pengiring dipakai alat-alat string seperti gitar, ukulele, dan stringbas. Tahun 1954 kolintang sudah dibuat 21/2 oktaf (masih diatonis). Pada tahun 1960 sudah mencapai 31/2 oktaf dengan nada 1 kruis, naturel, dan 1 mol. Dasar nada masih terbatas pada 3 kunci (naturel, 1 mol, 1 kruis) dengan jarak nada 4 v. oktaf dan dari F s/d C. Perkembangan musik kolintang baik kualitas alat, perluasan jarak nada, bentuk peti resonator (untuk memperbaiki suara), maupun penampilan telah berkembang dengan baik. Saat ini kolintang yang dibuat sudah mencapai 6 oktaf dengan kromatis penuh.

Kelengkapan kolintang adalah sebagai berikut : B-Bas = Loway, C-Cello = Cello, T-Tenor 1 = Karua - Tenor 2 = Karua rua A-Alto 1 = Uner - Alto 2 = Uner rua U-Ukulele = Katelu M-Melody 1 = Ina esa - Melody 2 = Ina rua - Melody 3 = Ina taweng.

Melodi fungsi pembawa lagu, dapat disamakan dengan melodi gitar, biola, xylophone, atau vibraphone. Hanya saja dikarenakan suaranya kurang panjang, maka pada nada yang diinginkan; harus ditahan dengan cara menggetarkan pemukulnya (ratn. Biasanya menggunakan dua pemukul, maka salah satu melodi pokok yang lain kombinasinya sama dengan orang menyanyi duet atau trio (jika memakai tiga pemukul). Bila ada 2 melodi, maka dapat digunakan bersama agar suaranya lebih kuat. Dengan begitu dapat mengimbangi pengiring (terutama untuk set lengkap) atau bisa juga dimainkan dengan cara memukul nada yang sama tetapi dengan oktaf yang berbeda, atau salah satu melodi memainkan pokok lagu, yang lain berupa improvisasi.

Cello, bersama melodi dapat disamakan dengan piano, yaitu; tangan kanan pada piano diganti dengan melodi, tangan kiri pada piano diganti dengan cello. Tangan kiri pada cello memegang pemukul no. l berfungsi sebagai bass, sedangkan tangan kanan berfungsi sebagai pengiring (pemukul no.2 dan no.3). ltulah sebabnya alat ini sering disebut dengan kontras bass. Jika dimainkan pada fungsi cello pada orkes keroncong, akan lebih muda bila memakai dua pemukul saja, sebab fungsi pemukul no.2 dan no.3 sudah ada pada tenor maupun alto.

• Tenor I don Alto I, keenam buah pemukul dapat disamakan dengan enam senar gitar.

• Alto II don Banjo sebagai Ukulele dan "cuk" pada orkes keroncong.

• Alto Ill (Ukulele) pada kolintang, a lat ini sebagai "cymbaf; karena bernada tinggi, maka pemukul alto Ill akan lebih baik jika tidak berkaret asal dimainkan dengan halus agar tidak menutupi suara melodi (lihat petunjuk pemakaian bass dan melodi kontra).

• Tenor II (gitar) sama dengan tenor I, untuk memperkuat pengiring bernada rendah.

• Bass, alat ini berukuran paling besar dan menghasilkan suara yang paling rendah.

Susunan alat lengkap (9 pemain) :

• Melodi, depan tengah

• Bass, belakang kiri

• Cello, dibelakang kanan dan alat yang lain tergantung lebar panggung (2 atau 3 baris) dengan memperhatikan fungsi alat (Tenor dan Alto).

Musik kolintang ini sedang berkembang, dan sangat dikenal di Minahasa bahkan di seluruh Indonesia sampai di luar negeri. Kolintang dimainkan pada acara kegembiraan seperti Hari Ulang Tahun Provinsi, kabupaten, kotamadya sampai tingkat kelurahan, acara pesta, syukuran, penyambutan tamu, dan sebagainya.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047