Tenun Corak Insang merupakan tenunan tradisional masyarakat Melayu Kota Pontianak yang dikenal pada masa Kesultanan Kadriah pada saat pemerintahan Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadrie tahun 1771 hingga sekarang. Corak Insang mulanya digunakan oleh para kaum bangsawan di Istana Kadriah.
Tenun Corak Isang memiliki fungsi sebagai penunjuk identitas status sosial bagi satu keluarga/kelompok dalam kehidupan bermasyarakat maupun pertemuan antar kerajaan serta sebagai tolak ukur keterampilan anak pingit/ anak gadis pada masa lampau.
Penggunaan tenun Corak Insang pada jamannya juga berfungsi sebagai barang persembahan/cindera mata kepada raja, terutama pada hari keputraan (ulang tahun), sebagai barang hantaran/pengiring pengantin dan antar sirih pinang pada upacara pernikahan serta upacara-upacara tradisional lainnya. Dalam upacara pernikahan, kain tenun Corak Insang digunakan sebagai pelengkap pada kain Telok Belangga yang dikenakan oleh kaum laki-laki, sedangkan bagi kaum permpuan digunakan sebagai baju kurung.
Kain Corak Insang menggambarkan peradaban masyarakat Pontianak yang pada waktu itu bermukim di sepanjang Sungai Kapuas. Kain Corak Insang merupakan cerminan dari kehidupan masyarakat Pontianak yang dominan berhubungan dengan Sungai Kapuas. Filosofi yang terkandung dalam Tenun Corak Ingsang adalah simbol dari nafas, hidup dan bergerak. Tenun Corak Insang merupakan ungkapan rasa cinta kepada alam dan lingkungan serta semangat keseharian yang bersifat dinamis.
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017
© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya