Wayang Beber Remeng Mangunjoyo

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800694
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image
Pada umumnya pertunjukan wayang menggunakan boneka sebagai wujud dari tokoh. Boneka-boneka dalam wayang bisa berbentuk dua dimensi seperti wayang kulit purwa atau wayang berbentuk tiga dimensi seperti wayang klithik. Salah satu bentuk wayang yang tidak berwujud boneka adalah wayang beber. Wayang beber mewujudkan tokoh-tokohnya dengan cara digambar pada selembar kertas. Bentuknya dua dimensi. Lembaran kertas tersebut melukiskan peristiwa yang terjadi dalam lakon yang dimainkan. Pertunjukan wayang beber dimainkan oleh seorang dalang yang membentangkan lembaran kertas. Dalang mengisahkan peristiwa demi peristiwa sesuai gambar yang disajikan. Adegan-adegan yang telah selesai dituturkan digulung kembali dan dalang membentangkan gulungan yang baru. Gaya pertunjukan wayang beber tidak berbeda jauh dengan wayang kulit purwa. Dalang melakukan pencandraan atau penuturan cerita pada bagian pra adegan, di tengah-tengah adegan, dan setelah adegan usai. Cerita dituturkan dalam bentuk prosa bebas atau dilagukan. Penuturan cerita dalam bentuk prosa bebas terdiri dari kandha dan janturan. Sedangkan narasi yang dilagukan biasa disebut sulukan. Pada awal kemunculannya, wayang beber merupakan pertunjukan yang bersifat ritual. Sebagaimana pertunjukan ritual, wayang beber digelar dalam konteks upacara tertentu di mana pertunjukan menjadi media yang menautkan antara yang profan dan yang transendental. Dunia profan berhubungan dengan fungsi-fungsi sosial dan hiburan bagi masyarakat. Dunia transendental berhubungan dengan hal-hal spiritual yang mengubungkan dunia mikrokosmos dan makrokosmos. Di mana manusia berada dalam sistem yang dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Wayang beber sebagai sebuah pertunjukan memiliki dua makna penting, yaitu sebagai tontonan sekaligus sebagai tuntunan. Bahwa lakon yang dibeberkan merupakan kehidupan yang memiliki nilai-nilai untuk dijadikan tuntunan. Masyarakat membutuhkan tuntunan agar terjadi keseimbangan dalam hidup. Keseimbangan dalam kehidupan termasuk keseimbangan dalam masyarakat dan kehidupan bernegara pada waktu itu. Pertunjukan wayang beber diduga telah ada sejak zaman Majapahit kurang lebih 1361. Wayang beber pada masa itu merupakan pusaka kerajaan. Wayang beber dianggap sebagai pusaka karena pertunjukan wayang beber pada masa menjadi memiliki fungsi ritual. Di mana wayang beber tidak sekedar sebuah tontonan tetapi menjadi sarana yang menghubungkan antara manusia dengan kekuatan-kekuatan di luar diri manusia yang berpengaruh terhadap keseimbangan kehidupan. Wayang beber menjadi bagian ritual daur hidup masyarakat Jawa. Pada masa itu wayang beber masih dilukis hitam putih. Medianya berupa kertas yang digulung dan dibentangkan (dibeber) ketika dimainkan. Pertunjukan wayang beber dipentaskan secara utuh dengan iringan gamelan lengkap. Dalang wayang beber membentangkan kertas sambil menceritakan adegan-adegan yang terdapat dalam gambar tersebut. Kebenaran bahwa wayang beber telah ada sejak zaman Majapahit didukung oleh cerita yang dituturkan seorang Cina yang bernama Ma Huan. Ma Huan merupakan salah satu rombongan Ceng Ho yang waktu itu berkunjung ke Majapahit. Kesaksian Ma Huan menunjukkan bahwa penonton kala itu mengikuti jalannya pertunjukan dengan antusias. Para penonton mengikuti tuturan dalang yang mengisahkan peristiwa demi peristiwa berdasarkan pembabakan yang tertuang dalam gambar. Pada zaman Majapahit wayang beber belum memainkan lakon Panji. Pada masa itu wayang beber memainkan lakon yang bersumber dari Mahabharata dan Ramayana. Hal ini menunjukkan bahwa Mahabharata dan Ramayana menjadi sumber lakon-lakon untuk pertunjukan. Mahabharata dan Ramayana yang berasal dari India telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Jawa. Catatan sejarah tidak menyebutkan bagian-bagian cerita dalam Mahabharata dan Ramayana yang dijadikan sumber lakon. Wayang beber mulai mengambil lakon yang bersumber dari Cerita Panji setelah zaman Majapahit, karena pada zaman Majapahit belum dikenal Cerita Panji. Menurut Poerbatjaroko, Cerita Panji tercipta pada atau sesudah masa kejayaan Majapahit (1293 – 1520). Menurut Ras, sebagaimana dikutip Sayuti (1999:186), cerita Panji menceritakan satu episode dalam sejarah legendaris Jawa. Oleh karena itu, cerita Panji dapat dijumpai dalam Babad Tanah Jawi, Serat Kanda, cerita Jaya Lengkara, dan Babad Daha- Kediri. Perang antara kerajaan Majapahit dan kerajaan Demak yang pada akhirnya dimenangkan Demak mengakibatkan wayang beber berpindah tangan. Pusaka kerajaan Majapahit diboyong ke Demak. Salah satu pusaka yang diboyong ke Demak adalah tiga perangkat wayang beber. Wayang beber dipilih diboyong karena alasan kepraktisan. Wayang beber dapat digulung dan mudah dibawa. Sumber sejarah tidak menyebutkan wayang kulit purwa turut diangkut dalam peristiwa tersebut. Pada sekitar 1378 gambar wayang beber tidak lagi hitam putih. Wayang beber digambar dengan berbagai perpaduan warna sehingga lebih menarik. Tabrani mencatat bahwa pada 1397 tokoh-tokoh dalam wayang beber yang semula digambar tampak muka, mulai digambar tampak samping. Hal ini diduga mengikuti perubahan pada relif-relief candi. Pada 1521 bentuk figur tokoh-tokoh dalam wayang beber mendapat sentuhan dengan stilisasi bentuk. Puncak popularitas wayang beber diperkirakan pada 1562. Setelah tahun itu, wayang beber mulai kurang populer karena wayang kulit purwa dipandang lebih menarik. Tokoh-tokoh dalam wayang dibuat boneka sehingga dapat dimainkan sesuai karakter tokoh. Wayang beber dapat digolongkan sebagai jenis wayang yang usianya telah tua dan kini tidak lagi digemari oleh masyarakat secara luas. Wayang beber peninggalan masa lalu yang kini tersisa adalah wayang beber yang ditemukan di desa Karangtalun, Kelurahan Kedompol, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan. Oleh karena ditemukan di Pacitan, maka wayang beber tersebut dinamakan wayang beber Pacitan. Wayang beber Pacitan melukiskan cerita Panji Asmarabangun dan Dewi Sekartaji. Lakon yang dimainkan tepatnya berjudul Jaka Kembang Kuning. Wayang ini berjumlah 6 gulungan dan masing-masing gulungan memuat 4 adegan sehingga jumlah adegan ada 24. Konon adegan yang ke 24 tidak boleh dibuka (Haryono, 2009:8). Wayang beber juga ditemukan di daerah Gunungkidul, yaitu di desa Gelaran, Kelurahan Bejiharjo, Kecamatan Karangmojo. Wayang beber di Gunungkidul memainkan lakon Kyai Remeng atau Remeng Mangunjaya. Oleh karena itu dinamakan wayang beber Kyai Remeng. Wayang beber Kyai Remeng terdiri dari 8 gulungan; ada yang memuat cerita Jaka Tarub, cerita Syech Bakir, cerita peperangan antara Resi Puyung Aking melawan Kyai Remeng (Haryono, 2009:8).Mangkunegara VII dari Surakarta pernah berniat membeli perangkat wayang beber dari pemiliknya, tetapi tidak diperbolehkan. Alasannya wayang beber tersebut merupakan pusaka yang diwariskan secara turun temurun. Oleh karena itu, Mangkunegara VII memerintahkan untuk membuat duplikasi wayang beber Jaka Kembang Kuning pada tahun 1939. Kemudian dilanjutkan dengan membuat duplikasi Remeng Mangunjaya pada tahun 1941 (Tabrani, 2009:139). Pada 1940 Mangkunegara VII juga memerintahkan membuat wayang beber baru, yaitu Arjuna Wiwaha. Mangkunegara VII merencanakan membuat 20 adegan dan baru diselesaikan 11 adegan. Wayang beber Arjuna Wiwaha ini belum sempat dipergelarkan. Upaya penyelamatan wayang beber juga pernah dilakukan oleh Taman Budaya Yogyakarta, yaitu membuat duplikasi wayang beber Remeng Mangunjaya. Duplikasi yang dilakukan Taman Budaya Yogyakarta dibuat di atas kanvas dengan alasan lebihkuat dan berusia panjang. Selain membuat duplikasi juga dilakukan pergelaran wayang beber dengan lakon Remeng Mangunjaya. Lakon ini dipilih karena memang wayang beber Remeng Mangunjaya merupakan kekayaan budaya Daerah Istimewa Yogyakarta.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047