Beksan Jebeng

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800697
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
DI Yogyakarta
Responsive image
Beksan Jebeng dahulunya diciptakan oleh Kanjeng Gusti Paku Alam II. Kemudian tari ini dilestarikan dari Paku Alam III sampai Paku Alam VIII. Tari Beksan Jebeng pada awalnya berkembang pada Pura Pakualaman. Prinsip yang ada dari tarian ini joged ki bebas, merdika, ning ora sah nggaya. Artinya tarian ini harus dilakukan dengan jiwa yang merdeka. Gerak gerik tarian dapat dikreasikan oleh penari tentang indah tidaknya tarian, pas atau tidaknya tarian akan dikembalikan kepada paugeran. Bersumber dari Sri Paku Alam III (1855-1864) tari ini menggambarkan peperangan antara Raden Arjuna melawan Adipati Karno dengan senjata keris dan jebeng (sejenis perisai). Oleh sebab tarian ini dikembangkan dalam wujud kemerdekaan, dulu banyak penari dengan latar belakang Surakarta yang tertarik dengan tarian ini. Kemudian para penari Yogya alus mulai diperbanyak oleh Kanjeng Gusti Pakualam VIII pada tahun 1964. Tarian ini dikembangkan lagi pada tahun 1991 saat ada festival ”Visit Indonesia Year”. Proses penyusunannya dirangkai dari satu ragam ke ragam yang lain. Misalnya satu ragam dalam parsial satu gong selesai dibuat kemudian diujicobakan secara ’rasa’ jika dirasa memang enak maka akan disimpan sebagai bagian ragam dan dilanjutkan dengan penyusunan ragam berikutnya. Prinsip yang dipegang adalah masih dalam lirik dan prinsip dasar tari alus kakung. Lirik Beksan Jebeng diambilkan dari lirik dalam Kinanthi Sandhung yang disesaikan dengan alunan gendhing. Proses pengembangan tarian ini diawasi oleh Sri Paduka ke delapan. Perpaduan gendhing, lirik, gong, dan tarian yang disesuaikan dengan prinsip dasar nilai-nilai Yogyakarta inilah yang kemudian lazim dikenal dengan Beksan Jebeng. Beksan Jebeng adalah salah satu bentuk tarian puta alus yang dibawakan dengan karakter gagah tetapi ditampilkan dalam tarian yang halus. Tari ini menggunakan alat properti jebeng seperti tameng tetapi bukan tameng, jebeng diartikan seperti perisai dari kulit berbentuk setengah lingkaran yang ditanam di kayu pegangan agar memanjang sedikit lengkung yang difungsikan sebagai pegangan. Di lihat dari sisi ornamen ada dua jenis Beksan Jebeng yaitu a.Jebeng Karno-Arjuna, jenis ini menggunakan jebeng yang pada bidang perisainya diberi ornamen wayang tokoh Adipati Karno pada salah satunya dan jebeng lainnya figur Raden Dananjaya (Arjuna). Jebeng ini bisa ditarikan dua sampai empat orang dengan pembagian peran masing-masing. Perbedaan tokoh juga memunculkan perbedaan pembawaan karakter yang muncul dalam ragam geraknya; b.Jebeng Lar-laran, jenis ini menggunakan ornamen berbentuk garis-garis yang mengesankan motif lar-laran sebagaimana dikenal dalam motif garis ornamentik dalam dunia batik. Lar-laran ini menyiratkan motif garis yang menstilisasi sayap burung yang sedang mengembang. Beksan Jebeng Lar-laran tidak dituntut untuk menampilkan permainan peran atau karakter tokoh tertentu oleh sebab itu penari Jebeng ini fokus untuk menari serentak sama dalam ragam alus kakung. Di lihat dalam konsep penyajiannya Beksan Alus Jebeng Lar-laran masih berpijak pada peran alus dengan menggunakan dasar gerak impur bergaya Yogyakarta pada umumnya. Perbedannya terlihat pada gerakan kaki yang dasarnya menggunakan gerakan dasar kaki kambeng. Kaki kambeng biasanya menggunakan pola simetris dengan hitungan yang samxa antara menjatuhkan kanan maupun kiri (Balai Penelitian ISI, 1991). Mardjijo (1991) menyimpulkan bahwa Beksan Jebeng khususnya dalam Jebeng Lar-Laran secara keseluruhan terdiri dari tujuh bagian yaitu : 1.Masuk arena dengan lampah dhodhok, menuju gawang pokok masing-masing diiringi Lagon Manyura Wetah; 2.Diawali sembahan silataya, lumaksana menuju gawang lajur atau rakit diiringi gending Ladran Srikaton Mataram Slendro Manyura Irama 1 3.Menari di gawang lajur dilanjutkan maju beksan diiringi gendhinf Ladrang Srikaton Mataram Slendro Manyura Irama 1; 4.Menari pokok dengan menggunakan properti tari berupa jebeng dan keris diiringi gendhing Ketawan Kinanthi Sandhung Irama 1; 5.Peran tanding sebagaimana klimak, tak ada yang kalah tak ada yang menang diiringi gendhing rog-rog Asem Tawangalun Irama 1; 6.Menari di gawang dengan tanpa menggunakan keris dilanjutkan mundur menuju gawang pokok sampai kembali ke posisi trap selatan. Bagian ini diiringi gending Ladrang Srikaton Mataram Slendro Manyura Irama 1 sampai dengan suwuk; 7.Penari keluar arena dengan lampah dhodhol diiringi Lagon Jugag. Beksan Jebeng ini ditafsirkan sebagai belajar pola hidup secara sempurna, karena tarian ini mengajarkan nilai, norma, dan etika. Ketika penari memasuki pendopo adat istiadat dan tata cara yang harus diketahui dan dilakukan oleh penari. Berawal dari sini, seorang penari akan belajar tentang nilai Harapannya tarian ini menjadi gambaran penting seorang pribadi yang mampu memahami dan menguasai nilai, norma, dan etika. Beksan Jebeng Karno-Arjuna yang menunjukkan adanya peperangan ini pun menyimpang fungsi simbolik bahwa seorang yang mengalami konflik harus mampu mengendalikan emosi mereka. Pesan itu disampaikan dalam wujud peperangan batin manusia yang divisualisasikan memiliki perwatakan merah itu jahat dan putih itu baik.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047