Tari Lenso

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800810
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Maluku
Responsive image
Tari lenso merupakan salah satu unsur warisan budaya masa lalu yang berasal dari kota Ambon yang sarat dengan nilai-nilai kultural serta historis yang begitu kuat. Dari prespektif sejarah keberadaan tari lenso tidak dapat dilepas pisahkan dengan eksistensi kaum penjajah yakni bangsa Portugis dan Belanda di Maluku dan Ambon khususnya. Tarian ini pada awalnya diperkenalkan oleh bangsa Portugis namun pada masa penjajahan Belanda barulah tarian ini dipopulerkan pada tanggal 31 Agustus 1612. Saat itu penguasa Belanda yang ada di Kota Ambon merayakan hari ulang tahun ratu wihelmina ratu Belanda. Sejak itulah tari lenso pertama kalinya ditampilkan secara terbuka kepada masyarakat umum dalam pesta rakyat yang dibuat oleh Belanda. Negeri kilang dipercayakan untuk menampilkan tari lenso dalam acara pesta rakyat tersebut. Oleh masyarakat kilang tari lenso dijadikan sebagai tarian pusaka yang berasal dari negeri tersebut. Tari lenso mulai merakyat dan menjadi suatu warisan budaya yang terkonstruksi melalui proses akulturasi di Maluku. Pada masa orde lama tarian ini sempat dipopulerkan oleh Presiden Soekarno ke negara-negara yang menjadi tujuan kunjungan kenegaraan atau penyambutan tamu-tamu kenegaraan. Kata lenso berasal dari bahasa Portugis yang artinya sapu tangan. Biasanya lenso (sapu tangan) yang digunakan berwarna putih dan merah, namun tidak terdapat makna simbolik dari warna lenso yang digunakan oleh masing-masing penari. Secara etimologis kata lenso berasal dari bahasa portugis yang artinya sapu tangan. Nama tarian ini berkaitan dengan properti yang digunakan oleh penari yakni dua buah lenso pada masing-masing penari. Biasanya lenso (sapu tangan) yang digunakan berwarna putih dan merah, namun tidak terdapat makna simbolik dari warna lenso yang digunakan oleh masing-masing penari. Dalam persebarannya tari lenso banyak dijumpai pada negeri-negeri yang penduduknya mayoritas beragama Kristen seperti di Pulau Ambon, Seram, Kepulauan Lease namun tak jarang dalam konteks kekinian pada negeri-negeri yang masyarakatnya mayoritas beragama Islam sering juga dijumpai jenis tarian ini. Sejalan dengan perkembangannya tari lenso yang pada mulanya menjadi tarian rakyat dan ditampilkan dalam jumlah penari yang banyak serta komposisi penari laki-laki dan perempuan namun seiring perkembangan tari lenso hanya dapat dipentaskan oleh penari wanita saja dengan jumlah penari disesuaikan dengan keinginan. Biasanya jumlah penari berkisar mulai dari 4 orang sampai 10 orang bahkan juga ditampilkan dalam jumlah yang banyak (masal). Secara umum Tari lenso memiliki tiga gerakan dasar yang seringkali dimodifikasi sesuai dengan keinginan, tiga gerakan itu yakni gerak tari maju, gerak tari jemput dan gerak tari mundur. Gerak tari maju biasanya dilakukan dengan posisi kaki kanan dan tangan kanan bersama maju, kemudian diikuti kaki kiri dengan hitungan 4/4 dengan posisi badan sedikit merendah dengan posisi lutut yang ditekuk. Bahu digoyang perlahan mengikuti irama sedangkan musik sedangkan tangan yang di depan (baik kiri maupun kanan ) diangkat sejajar pinggang dan telapak tangan dibiarkan keatas serta lenso atau sapu tangan dibiarkan berjuntai ke bawah. Posisi kepala miring kearah dalam dengan dagu sedikit bersandar pada bahu yang tanganya berada di depan. Gerak ini dipakai oleh penari untuk bergerak membuat pola lantai yang telah ditentukan. Gerakan ini memberikan gambaran suatu kebersamaan/kekompakan dalam kerja sama seta gambaran penghormatan kepada tamu atau orang luar yang baru pertama kali berkunjung. Gerak jumput, dimulai dengan gerakan lutut ditekuk rendah sehingga posisi badan berada dalam keadaan setengah duduk. Tangan kanan dan kiri maju kedepan secara bergantian. Tangan yang berada di depan diangkat setinggi dada sedangkan tangan yang lain di bawah sikut sedikit ditekuk, kemudian telapak tangan diputar dari dalam ke luar. Putaran ini di lakukan semaksimal mungkin sehingga lenso/sapu tangan turut berputar juga. Posisi bahu berputar kearah kiri dan kanan secara bergantian dengan membuat sudut putaran kira-kira 90 derajat. Semua gerakan ini dilakukan dalam hitungan empat. Pada gerakan ini tergambar makna keterbukaan masyarakat Maluku kepada orang luar atau pendatang. Simbol kesejajaran tanpa membeda-bedakan dengan kelas sosial menjadi nilai dalam setiap gerakan membungkuk dan berdiri. Dan gerakan yang terakhir adalah gerakan mundur yang merupakan kebalikan dari gerakan maju pada gerakan ini tergambar makna yang melebur dari suatu penghormatan dan keterbukaan terhadap orang luar dan para tamu melalui gerakan tangan yang mempersilahkan masuk. Ketiga gerakan ini menjadi gerakan utama dalam gerak tari lenso yang kemudian dapat dimodifikasi sesuai keinginan. Dalam memperagakan tari lenso busana yang dipergunakan oleh para penari yakni baju cele atau kabaya putih dan kain salele serta konde atau yang lebih dikenal dengan sebutan sanggul. Untuk membawakan tarian ini, biasanya penari mengenakan busana yaitu baju kain kebaya putih panjang. Kebaya putih panjang menggunakan atribut berupa kebaya putih tangan panjang, kain, cole, tali kain renda atau rim panding, konde bunga ron atau sanggul. Kebaya : Baju kebaya berwarna putih, berlengan panjang dari kain brokat yang halus dan ada variasi motif renda kecil. Cole yaitu baju dalam atau lebih dikenal istilah kutang, yang dipakai/dikenakan sebelum memakai baju/kebaya. Cole ini berlengan panjang tapi ada juga yang berlengan sampai ke sikut dan pada bagian atasnya diberi renda. Cole ini terbuat dari kain putih sedangkan bagian belakang yang lebih dikenal dengan istilah belakang cole itu juga dibordir. Kain/rok menyala : Dipakai setelah memakai cole dan pada bagian pinggang diberi panding/rim dari kuningan/tembaga. Konde: Dihiasi oleh bunga ron yang mengelilingnya. Bunga ron terbuat dari papaceda (isi pohon kamboja, Sosoboko) dan karkupeng atau tusuk konde kecil yang dipasang didepan bunga ron. Dipasang 3 tusuk melambangkan status si perempuan masih nona (belum menikah). Alat musik pengiring biasanya menggunakan dua alat musik utama yakni totobuang dan tifa, yang kedua alat musik ini dibunyikan dengan cara dipukul atau diketuk. Totobuang merupakan suatu alat musik yang terbuat dari logam kuningan dan diperkirakan berasal dari Pulau Jawa. Totobuang terdiri dari beberapa bonang, alat musik ini diperkirakan masuk ke Maluku seiring masuknya leluhur Maluku yang datang dari Pulau Jawa. Sedangkan tifa adalah alat musik tradisional yang berakar dalam kebudayaan Maluku. Alat musik ini terbuat dari kayu yang bulat dan pada bahagian tengahnya diberikan lubang, kemudian salah satu sisinya ditutup dengan kulit hewan (Sapi/kambing) yang ujungnya diikat dengan tali rotan sebagai penahan untuk mengencangkan kulit sapi sebagai bidang yang akan dipukul/ditabuh maka dipakailah pengganjal atau baji. Dan biasanya tifa yang digunakan bervariasi ukurannya, dari perbedaan ukuran itulah menimbulkan bunyi yang berbeda-beda sehingga ketika ditabuh secara bersamaan akan mengeluarkan bunyi yanng merdu serta irama untuk mengiring tarian. Pada mulanya tari lenso dijadikan sebagai tarian rakyat sebagai hiburan dalam pesta rakyat namun dalam perkembangan saat ini keberadaan tari lenso hanya ditampilkan saat penjemputan-tamu-tamu kehormatan atau pada acara-acara adat dan penting lainya. Keberadaan tari lenso hingga kini dapat dijumpai hampir di seluruh daerah di Maluku, baik pada negeri-negeri adat maupun pada sanggar-sanggar seni. Di Maluku, tari Lenso ini umumnya lebih difungsikan sebagai tarian penyambutan. Tarian ini bisa dimaknai sebagai ungkapan selamat datang dan juga rasa gembira masyarakat dalam menyambut para tamu. Hal ini dapat dilihat dari ekspresi dan juga gerakan tarinya yang lemah lembut, menggambarkan sebuah kesantunan, rasa hormat dan juga penerimaan dengan tulus kasih. Tari lenso juga merupakan wadah untuk pengikat dan mempererat tali persaudaraan kekerabatan di dalam lingkungan kehidupan masyarakat desa

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047