Bhukere

Tahun
2018
Nomor Registrasi
201800814
Domain
Pengetahuan dan Kebiasaan Perilaku Mengenai Alam dan Semesta
Provinsi
Papua
Responsive image
Dengan segala keterbatasan akal serta kecerdasan yang dimilikinya, manusia mampu mengkreasikan serangkaian pengetahuan yang bersumber dari kebiasaan ataupun pengalaman mereka di dalam berinteraksi dengan lingkungan alam tempat tinggalnya. Usaha tersebut tidak lain adalah sebagai bentuk fitrahnya, yakni memuaskan hasrat untuk menguasai sumber daya alam. Dalam konteks ini manusia menjadi pemeran tunggal yang bertangungjawab terhadap kesinambungan interaksi di antara kedua kompenem tersebut (manusia dan alam). Beragam hasil adaptasi manusia dengan lingkungan alam sebagai sebuah kreatifitas adalah “Bhukhere”. Bhukhere merupakan salah satu bentuk kearifan masyarakat dalam mengelola potensi wilayah perairan (danau) pada Suku bangsa Sentani. Sejatinya tradisi ini adalah warisan leluhur yang diperoleh melalui sebuah proses transformasi pengetahuan yang secara turun-temurun dipegang teguh hingga pada masa sekarang. Suku Sentani merupakan salah satu suku yang berada di Kabupaten Jayapura. Pada umumnya tempat tinggal mereka ada di sekitar pinggiran Danau. Masyarakat Sentani terbagi menjadi 23 kampung, yang setiap kampung memiliki kepala kampung yang disebut Ondofolo. Mata pencaharian masyarakat sentani bergerak dalam bidang perikanan. Karakteristik wilayah yang berupa perairan membuat wilayah ini kaya akan potensi perikanan. Konon dalam pengelolaan sumber daya tersebut, mereka memiliki lembaga khusus yang disebut Phuyo-khayo. Phuyo-khayo bertugas menjaga populasi ikan dan semua jenis makhluk hidup yang ada agar tidak punah, dan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dalam upaya pelestarian kekayaan alam, orang Sentani sangat berhati-hati dalam menjaga ekosistem lingkungannya, agar tidak terkena wabah yang didatangkan oleh heungali-khamali (makhluk gaib pembawa musibah). Heungali-khamali merupakan makhluk raksasa yang memiliki perawakan seram, ganas, dan dapat menghadirkan berbagai musibah yang dapat menganggu ketentraman hidup masyarakat. Namun demikian, ia dapat memelihara dan menjaga lingkungan, apabila manusia berkelakuan baik dengan alam dengan cara memberikan sesembahan dalam sebuah ritual. Bhukere merupakan salah satu peralatan tradisional orang sentani dalam menangkap ikan. Peralatan tradisional ini merupakan kearifan lokal masyarakat, yang masih dilaksanakan hingga saat ini dan memiliki fungsi sebagai tempat atau sero untuk menangkap ikan. Bhukere atau sero-sero merupakan alat tradisional penangkapan ikan masyarakat Ayapo Sentani-Timur kabupaten Jayapura. Bhukere terbuat dari kayu pilihan yang tahan lama seperti kayu suang dan olulu yang didapatkan dari kebun maupun lahan masyarakat. Bhukere dibuat oleh masyarakat, kepala suku, Ondoafi di wilayah hak ulayat yang dimiliki. Pembuatan Bhukere bagi masyarakat Ayapo mempunyai nilai yang tinggi terutama dalam membangun rumah adat. Struktur Rancang Bangun Bhukere Pembuatan Bhukere di awali dengan peninjauan lokasi dan penempatan Bhukere yang dianggap banyak ikannya. Pembuatan Bhukere biasanya dilakukan oleh tiga sampai sepuluh orang. Cara pembuatannya, pertama adalah menyiapkan kayu yang sesuai dengan kebutuhan. Terdapat jenis kayu yang secara khusus digunakan untuk membuat kerangka dasar bhukhere yaitu kayu swan dan kayu oluloi. Adapaun penggunaan kedua jenis kayu tersebut sebagai kerangka dasar bhukhere adalah yang berukuran kecil kira-kira seukuran lengan pria dewasa atau kurang lebih berdiameter 5-10 cm. Kayu swan memiliki tingkat kekerasan yang baik serta dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama di dalam air dan tahan terhadap proses pelapukan yang disebabkan oleh organisme air yang mengakibatkan umur kayu menjadi pendek. Kayu ini juga memiliki daya tahan yang baik terhadap karakteristik perairan dengan kecenderungan ombak yang berlangsung secara periodik, tidak mudah patah atau melengkung bila sudah ditancapkan. Sedangkan kayu oluloi sengaja dipilih karena memiliki kekuatan yang kurang lebih sama, meskipun kayu ini cukup lembek namun apabila ditempatkan di dalam lokasi perairan kayu oluloi dapat tumbuh atau mengeluarkan tunas, sehingga dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama pula. Untuk melengkapi struktur bhukhere, selain kedua kayu utama tersebut, pembuatannya juga menggunakan pelbagai jenis kayu lainnya agar bhukhere dapat berdiri kokoh dan tahan terhadap kondisi lingkungan perairan (danau) Sentani. Ada sebuah pandangan orang Sentani, khususnya orang Ayapo mengenai penggunaan jenis kayu pada konstrusi bhukhere. Suatu contoh misalnya, ketika mereka meyakini jika bhukhere menggunakan jenis kayu oluloi, maka akan mampu menghadirkan daya tarik organisme tertentu yang hidup di dalam air untuk tinggal dalam bhukhere. Oleh karenanya penggunaan kayu tersebut lebih dominan dalam struktur rancang bangun bhukhere mengingat dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas hasil tangkapan. Pandangan yang demikian memang tidak sepenuhnya berlaku, kadangkala justru prediksi tersebut lebih didasarkan kepada suatu keyakinan dari sang pemilik, bahwasannya alasan menggunakan kayu tertentu adalah merupakan kebiasaan yang umum dan secara turun temurun dipraktekkan. Bhukhere umumnya didesain menyerupai bentuk bulatan (melingkar) dengan ukuran yang variatif, biasanya berdiameter antara 5-7 meter atau lebih sesuai dengan kebutuhan dari pemiliknya. Terdapat dua macam bentuk bhukhere yang dibuat oleh orang Sentani dengan mempertimbangkan karakteristik wilayah perairan danau Sentani. Pertama, bhukhere berbentuk bulatan dengan satu bagian ujung dan lainnya saling bertemu. Bhukhere ini biasanya digunakan atau ditempatkan pada area yang sepanjang musim selalu digenangi oleh air, atau pada area yang cukup jauh dari tepian danau. Kedua adalah okho-bhukhere, bhukhere yang desainnya membentuk setengah lingkaran dengan kedua ujungnya saling terpisah. Biasanya okho-bhukhere sengaja ditempatkan pada area tepian danau dengan kedalaman air yang cenderung tidak dangkal, sehingga pada bagian yang terbuka dari bhukhere memungkinkan pemiliknya dapat masuk dengan leluasa untuk melakukan panen pada saat musim kemarau tiba karena bagian yang terbuka biasanya tidak digenangi air melampaui setengah badan bhukhere. Tinggi bhukhere juga cukup bervariasi, tergantung di wilayah perairan mana akan dibangun. Biasanya untuk okho-bhukhere cenderung lebih pendek, namun umumnya tidak kurang dari 2-3 m, jika dipasang pada kedalaman di atas 3 m biasanya akan menyulitkan pada saat proses panen berlangsung. Langkah atau tahapan pembuatan bhukhere di lokasi yang telah ditentukan diawali dengan membuat struktur dasar berupa tiang utama yang dipancang atau ditancapkan pada dasaran danau dengan pola melingkar dengan jarak ± 50-100 cm. Selanjutnya, disusul dengan menancapkan tiang penyangga lainnya dengan jarak ± 30-an cm, atau disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk merekatkan dan memperkuat seluruh tiang tersebut sehingga tahan terhadap dentuman ombak khas perairan danau, digunakan tali sejenis bambu buluh yang dibelah, lalu diikatkan pada masing tiang penyangga dan dibuat sebanyak tiga bagian dengan bentuk melingkar meyelimuti tekstur bhukhere, dengan struktur bagian atas, tengah dan dasar bhukhere. Bhukhere yang telah tampak sempurna dan telah memenuhi syarat sebagai sebuah alat tangkap, akan dilengkapi dengan semacam sarana ikan untuk bermain. Biasanya digunakan ranting atau pelepah sagu sebagai media untuk mendatangkangkan pelbagai organisme air hingga di dalamnya seperti lumut dan tumbuhan lainnya yang memenuhi bhukhere. Kondisi itu didesain sedemikian rupa sehingga area lingkar bagian dalam (volume) bhukhere tampak teduh terutama pada waktu siang hari, sebagai sarana ikan tinggal dan memakan pelbagai jenis tanaman tersebut. Keberhasilan di dalam menentukan kualitas dan kuantitas hasil tangkapan, sangat dipengaruhi oleh sejauhmana ikan-ikan yang masuk ke dalam dan menjadikan bhukhere sebagai sarana atau tempat untuk tinggal dan berkembang biak, sehingga tidak menyadari lokasi tersebut sebagai sebuah perangkap. Biasanya sang pemilik akan mensiasati kondisi tersebut, dengan membuatnya bhukhere yang nyaman bagi ikan-ikan seperti halnya menempatkan pelepah/daun sagu. Sebagaimana dijelaskan di atas, banyaknya pelepah sagu yang diletakkan dalam bhukhere akan turut mempengaruhi sejumlah organisme yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu sang pemilik dapat menyesuaikannya dengan kapasitas volume bhukhere, jika telalu banyak juga akan mempengaruhi ruang gerak/aktivitas ikan-ikan dalam bhukhere. Pada zaman dulu untuk mendapatkan ikan yang banyak, setelah selesai membuat Bhukere dilakukan ritual khusus untuk mamanggil ikan oleh orang-orang khusus yang mempunyai kemampuan yang sudah dipatenkan oleh masyarakat dari komunitas adat. Orang yang mempunyai kemampuan itu, biasanya orang tersebut di sebut Kabulo. Untuk mendapatkan ikan yang banyak di Bhukere, selain dilakukan ritual juga ada pantangan bagi si pemanggil ikan, seperti untuk tidak memakan beberapa jenis ikan yang di larang sesuai ketentuan adat. Waktu panen ikan di Bhukere, dapat di lihat dari isyarat alam, seperti mulainya berseminya daun-daun tumbuhan di sekitar, banyaknya ikan heuw (ikan asli danau Sentani) di daerah danau dan dapat di lihat dari perjalanan matahari menunjukan ke arah selatan. Pembuatan Bhukere diawali dengan peninjauan lokasi dan penempatan Bhukere yang di anggap banyak ikannya. Pembuatan Bhukere biasanya lakukan oleh tiga dan bila secara berkelompok sampai dengan sepuluh orang, awalnya dengan cara menyiapkan kayu yang sesuai dengan kebutuhan, di potong-potong di buat seperti melingkar seperti pagar, lalu di taruh dahan maupun ranting untuk mengundang ikan datang. Pada zaman dulu untuk mendapatkan ikan yang banyak, selesai membuat Bhukere, dilakukan ritual khusus, untuk mamanggil ikan oleh orang-orang khusus yang mempunyai kemampuan yang sudah di patenkan oleh masyarakat maupun marga dari komunitas adat. Dengan cara ondoafi mendatangi orang yang mempunyai kemampuan itu, biasanya disebut Kabulo. Untuk mendapatkan ikan yang banyak di Bhukere, selain di lakukan ritual juga ada pantangan bagi si pemanggil ikan, untuk tidak memakan beberapa jenis ikan yang dilarang sesuai ketentuan adat. Waktu panen ikan di Bhukere, dapat di lihat dari isyarat alam, seperti mulainya berseminya daun-daun tumbuhan di sekitar, banyaknya ikan heuw (ikan asli danau Sentani) di daerah danau dan dapat di lihat dari perjalanan matahari menunjukan kearah selatan. Ada beberapa Fungsi Bhukere dalam kehidupan masyarakat Sentani antara lain; terlihatnya system gotong royong dalam kehidupan masyarakat sentani, menjaga hubungan manusia dengan alam, ketaatan masyarakat sentani pada adat istiadat dengan adanya larangan-larangan dalam melaksanakan tradisi Bhukere

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2018

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047