Dikei Sakai

Tahun
2019
Nomor Registrasi
201900843
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Riau
Responsive image

Dikei adalah ritual pengobatan yang di masa lalu memegang peran penting dalam menjaga kesejahteraan komunitas Sakai. Tidak hanya itu, dikei juga terkait dengan kepercayaan pada alam dan Sang Pencipta dan hubungan antara manusia dengan keduanya. Orang Sakai hanyalah salah satu komunitas adat atau orang asli (indigeneous people) di Riau yang mendiami kawasan hutan belantara. Mereka hidup dengan memegang tradisi yang disarikan dari adaptasi mereka dengan lingkungan alam sekitar. 

Dikei Sakai berangkat dari konsep semangat dalam fungsinya sebagai daya hidup yang menggerakkan kesadaran untuk melakukan berbagai hal. Tanpa semangat, manusia seperti mati, kesadarannya tidak berada di tempat semestinya. Keberadaan semangat dapat dirasakan pada denyutan nadi, misalnya di pergelangan tangan, dada, dan kening. Titik-titik ini adalah tempatnya dan menjadi fokus dalam ritual pengobatan Dikei (Porath, 2012). 

Orang Melayu pada umumnya, dan orang asli khususnya, mempercayai bahwa semangat dapat menjadi lemah, yang disebut sebagai “lemah semangat”. Semangat manusia digambarkan sebagai esensi yang rapuh, setiap saat dapat terbang karena kejutan-kejutan, mudah terpikat dan tergoda alam lain—bagai kanak-kanak yang mudah terbujuk oleh mainan baru, bahkan dapat dipanggil tanpa bisa menolak dan tunduk pada perintah. Apabila semangat di dalam tubuh hilang, kesadaran pun hilang, tubuhnya akan mengikutinya kehendak yang memanggilnya.  Karena sifatnya yang rapuh, maka dalam dikei bagian yang tak kalah penting selain pengobatan—mengembalikan semangat yang hilang atau terbang karena suatu hal, adalah “memagari”, membuat pagar agar semangat tidak hilang atau terbang lagi, “terbujuk” pengaruh dari luar, khususnya dari alam lain. Sebagaimana di alam manusia, ada orang baik dan jahat, begitu pula di alam lain. Roh baik tidak mengganggu, bahkan dapat membantu manusia bila diimbo (dihimbau, diminta). Roh-roh baik diimbo dalam ritual pengobatan dikei. Secara umum, roh-roh tersebut diyakini memiliki potensi kekuatan tertentu, yang membangkitkan sebentuk rasa hormat, segan, dan kadang menimbulkan takut,  karena tidak dapat diperkirakan dan dibayangkan. Keadaan “sakit” dipercaya sebagai akibat terganggunya semangat karena adanya konflik dalam hubungan antara pasien dengan “alam lain” (baik dengan alam roh maupun dengan semangat lain), oleh karena itu tujuan ritual pengobatan dikei adalah memulihkan hubungan-hubungan agar penyakit yang diderita pasien dapat disembuhkan.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2019

Komunitas Karya Budaya

Darus

Desa Mandiangin, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak

081371004170

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2019

Maestro Karya Budaya

Darus

Desa Mandiangin, Kecamatan Minas, Kabupaten Siak

081371004170

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2019
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2019

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047