Kain tenun Donggala adalah kerajinan menenun kain yang berkembang di daerah Propinsi Sulawesi Tengah yang bermula pada saat pendudukan Belanda dimana terjadi perpaduan antar kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Tengah dan Bugis, Sulawesi Selatan. Dari perpaduan inilah menghasilkan suatu karya yang di bawa secara turun-temurun hingga saat ini. Kerajinan kain tenun Donggala umumnya dikerjakan dengan cara tradisional. Adapun proses pembuatan dari kain Donggala ada 3 tahap, yaitu pencelupan, menenun dan memintal. Ketiga macam tahap ini dilakukan oleh 3 orang yang berbeda-beda keahliannya. Dan hasilnya seperti yang dikatakan oleh Suwati Kartiwa ada 6 jenis kain Donggala yang dapat dibedakan dari teknik dan corak kain, yaitu : 1. Kain Pelekat Garusu dan Buya Sura, yang bercorak kotak-kotak dengan kombinasi warna merah muda dan unggu tua. 2. Kain Buya Bomba, yang bercorak motif bunga-bunga yang dibuat dengan cara mengikat benang pakannya kemudian dicelup dalam pewarna sebelum ditenun. 3. Kain Buya Subi, dibuat dengan teknik songket atau sungkit dengan ragam hias bunga-bunga. 4. Kain Kombinasi Bomba dan Subi, cara pembuatannya dikerjakan dua kali yaitu dicelup kemudian di sungkit. 5. Kain Buya Bomba Kota, yang bermotif kotak-kotak dengan teknik mengikat benang lusi dan benang pakan dengan ikat ganda. 6. Kain Buya Awi, berbentuk polos dengan satu warna tanpa ragam hias. Kain Donggala ini menjadi kebanggaan masyarakat sebagai lambang status sosial dalam masyarakat. Mereka yang memiliki status sosial yang tinggi biasanaya memakai kain Donggala dengan corak dan motif tertentu sesuai dengan kedudukannya. Kain ini biasanya dikenakan pada upacara-upacara adat dan upacara resmi lainnya. Dan keberadaan kain Donggala kini tidak lagi tergantung pada kedudukan dan status seseorang, tetapi bagi siapa saja yang mampu boleh menggunakan kain ini. Kain ini sering menjadi cenderamata bagi tamu atau kerabat yang berkunjung di Sulawesi Tengah.