Jegog

Tahun
2010
Nomor. Registrasi
2010000202
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Bali
Responsive image
Kesenian ini muncul pada abad ke-20 sekitar tahun 1912. Perkembangan itu ada tiga tahap. Pertama: versi ?Genjor?, merupakan barung tabuh dengan ciri hanya permainan instrumen saja yang dipertunjukkan tanpa adanya unsur tari atau penari. Anggotanya sebagian besar laki-laki dan perempuan sebagai tenaga konsumsi; Kedua, perkembangan selanjutnya tahun 1930 versi ?Supring?. Ciri-cirinya selalu diikuti oleh gerakan-gerakan pencak silat yang diajarkan oleh seorang Ibu Supring. Versi ini juga menggunakan Genjor/barungan tetabuhan sebagai pengiring gerakan-gerakan pencak silat tersebut. Ciri lainnya peran perempuan cukup aktif. Pakaian digunakan para penari laki-laki dan perempuan sama yaitu celana pendek berwarna hitam, baju putih lengan pendek ada selendang yang menyilang dari bahu kiri ke kanan, perempuan memakai songkok. Ciri-ciri lainnya pada Supring ini, menghayati gerakan pencak silat tanpat cerita diiringi oleh nyanyian khusus yang memakai bahasa Bali maupun bahasa Indonesia campuran; Ketiga, versi jegog, muncul tahun 1966 disebut versi ?Jayus?. Kesenian ini diciptakan oleh seniman yang bernama Kiyang Geliduh dari Dusun Sebual Desa Dangintukadaya pada tahun 1912. Kata ?Jegog? diambil dari instrument Kesenian Gong Kebyar yang paling besar. Dalam perkembangan selanjutnya Gambelan Jegog juga dipakai sebagai pengiring upacara keagamaan, resepsi pernikahan, jamuan kenegaraan, dan kini sudah dilengkapi dengan drama tarian-tarian yang mengambil inspirasi alam dan budaya lokal seperti yang namanya Tabuh Trungtungan, Tabuh Goak Ngolol, Tabuh Macan Putih dengan tari-tariannya seperti Tari Makepung, Tari Cangak Lemodang, Tari Bambu, sebagai seni pertunjukan wisata. Jegog Mebarung adalah seni menabuh tabuh jegog dengan mebarung. Mebarung artinya bertarung antara dua jegog atau bisa juga bertarung antara tiga jegog, dalam Bahasa Bali disebut jegog barung dua atau jegog barung tiga dan kata jegog diambil dari instrument Kesenian Gong Kebyar yang paling besar. Temuan Kiang Geliduhitu kemudian dilanjutkan oleh Pan Natil di Desa Delodbrawah pada 1920. Pan Natil kelak dikenal dengan panggilan Kiang Jegog, akibat kesuntukannya mengalirkan jegog ke generasi berikutnya, hingga meluas kesejumlah desa di kawasan Jembrana. Satu dasawarsa berselang sejak generasi Kiang Jegog, music berbahan baku bamboo itu telah menyebar ke DesaPoh Santen dan Mendoyo Kangin. Pada dasawarsa 1940-anmuncul di DesaTegalCangkring. ?Jegog memang menjadi music khas Jembrana yang dipetik dari hamparan huma dan hutan,? katanya. Seniman jegog lainnya, I Wayan Wangsun, menjelaskan, gamelan jegog memang tidak sepopuler gong kebyar (gamelan Bali modern). Pada umumnya masyarakat dan seniman Bali belum begitu akrab dengan ensambel dari bamboo itu. Di desa-desa belahan barat Bali, kebyar justru kalah gengsi dengan jegog. Gamelan yang instrumennya berbahan batangan-batangan bamboo besar itu begitu digandrungi masyarakat setempat. Perkembangan cukup pesat nampak adanya suatu proses akulturasi dari berbagai unsur kesenian lainnya. Cirinya tetap adanya unsur versi ?Genjor? sebagai unsur budaya survival tetap hidup dalam proses perkembangan selanjutnya ?Genjor? ini dimodifikasi dengan berbagai gerakan tari maupun drama tari. Unsur tari sangat menonjol dan secara pelan pencak silatnya mulai menurun. Pada saat menari dengan drama tari tertentu nampak adanya penonjolan ekspresi wajah terkait dengan lakon. Penari laki-laki disebut dengan Tecak dan penari perempuan disebut dayang-dayang. Perlu pula dijelaskan yang dukup merupakan ciri khas identitas barugan gambelan jegog yang terdiri dari empat tungguh (suatu tempat bilah-bilah instrumen dalam gambelanjegog). Deretan depan ada tiga tungguh, gambelan yang di tengah disebut patus, di samping kiri dan kanan disebut pengapit. Deretan kedua disebut tiga tungguh disebut kancil. Deretan ketiga tiga tungguh disebut dengan jegog, kiri kanannya disebut pemade/mider. Deretan keempat satu tungguh. Alat-alat lainnya ; kendang, cengceng, rebana, tawa-tawa, dan seruling. Mula-mula jegog sebagai instrumen yang berfungsi sebagai hiburan, dikala salah seorang kampung ngajakan (kerja gotong royong), membuat atap dari daun buyuk yang disebut nyucuk, baik untuk keperluan mengganti atap rumah sendiri, maupun untuk persiapan membuat bangsal-bangsal dalam persiapan nanggap upacara adat. Sebelum orang-orang kompak datang, jegog sebagai colling dengan tabuhnya yang lincah mengalun meresap keseluruh kampung, sehingga yang ketiduran menjadi bangun. Waktu untuk ini, biasanya dimulai sekitar jam 13.00 siang. Setelah yang akan gotong-royong kompak datang, penabuh jegogpun berhenti nabuh dan turut pula ambil bagian bekerja sebagai yang lainnya. Kadang-kadang bisa juga tabuh jegog dilanjutkan dengan penabuhnya secara bergiliran, sampai kemudian kerja gotong-royong itu berhenti. Dahulu daun Gamelan jegog, dibuat dari bilah kayu bayur, dengan ukuran panjangnya : 4 x lebar, seperempat dari panjang pada kedua ujung bilah, diberi lubang. Pada lubang mana kemudian dipakukan pada tempat gamelan, yang berbentuk kotak besar dari papan. Jumlah daun gamelan 8 buah, nadanya sama dengan nada jegog sekarang yaitu 4 nada, mungkin diambil dari nada Angklung. Untuk satu tungguh berdaun 8 bilah dengan 2 rangkap susunan nada. Membunyikannya harus menggunakan 2 buah pemukul. Kotak besar ini di samping tempat daun gamelan, berpungsi juga sebagai pelawah. Lebar, panjang maupun tingginya disesuaikan dengan ukuran daun, yaitu lebarnya setengahnya panjang daun, panjangnya 9 x lebar daun, tingginya ? 1? x panjang daun. Mula-mula gamelan jenis ini dibuat hanya 3 tungguh. Makin lama semakin berkembang, sampai mencapai 9 atau 10 tungguh.Susunan instrumentnya adalah sebagai berikut : a. Barangan 3 tungguh (sedang). b. Kancilan 3 tungguh (kecil). c. Undir 2 tungguh (di atas sedang). d. Jegog 1 - 2 tungguh (besar - rendah). Setelah instrumennya lengkap dengan jegog, baru gamelan ini lazim disebut jegog, yaitu diambil nama instrumen yang terbesar (rendah), mungkin meniru gong di mana kumpulan dari instrumen yang lainnya Gong nyalah terbesar.Demikian pula prosesnya pada jegog. Dalam tangga-tangga nada pada gambelan jegog, pada undir dan jegog lain dengan kancil dan barangan, yaitu 8 daunnya, membawa 4 tangga nada rangkap.Jelasnya sebelah kanan dengan nada ndong sebelah kiri sama. Hanya tungguh pasangannya yang lain ngumbang. Nada-nada pada barangan dan kancil ndong kanan tinggi, ndong kiri rendah.

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010

Pelaku Pencatatan

Haji SaifulRahman

Jl. GunungMerapi, Loloan, Jembrana, Bali

?

?

?

?

?

?

?

?

?

?

Pelapor Karya Budaya

Nama: Dinas Kebudayaan Propinsi Bali

Alamat :Jl. Ir. Juanda no. 1, Denpasar

(0361) 245297, 243621, 245294

?

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2010

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047