Rencong

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300001
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Aceh
Responsive image

Menurut catatan sejarah, Rencong merupakan senjata tradisional yang digunakan di Kesultanan Aceh sejak masa pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah yang merupakan Sultan Aceh yang pertama. Kedudukan Rencong di Kesultanan Aceh sangatlah penting, Rencong selalu diselipkan di pinggang Sultan Aceh, selain itu para Ulee Balang dan masyarakat biasa juga menggunakan Rencong. Rencong emas milik Sultan Aceh dapat kita jumpai di Museum Sejarah Aceh, dari bukti sejarah tersebut dapat disimpulkan bahwa Rencong memang sudah terlahir sejak masa Kesultanan Aceh namun pembuat pertamanya sampai saat ini belum diketahui.

Rencong adalah simbol keberanian dan kegagahan ureueng Aceh. Bagi siapa saja yang memegang senjata akan merasa lebih berani di dalam menghadapi musuh. Pada masa sekarang, senjata ini memang sudah tidak begitu relevan untuk digunakan sebagai senjata penyerang. Namum demikian, senjata ini masih relevan sebagai sebuah simbolisasi dari keberanian, ketangguhan, dan kejantanan dari masyarakat Aceh. Untuk itu, pada beberapa upacara (seperti upacara pernikahan) rencong dipakai. Pemakaian benda ini lebih mengarah kepada simbolisasi dari keberanian dari seorang lelaki dalam memimpin keluarga setelah menikah.

Rencong termasuk salah satu hasil seni tradisional. Sejak zaman dahulu rencong dalam penggunaannya berfungsi sebagai berikut: sebagai perhiasan; rencong ini dipergunakan sehari-hari sebagai perhiasan (pakaian) yang diselipkan di pinggang; sebagai seni (seni ukir) dan sebagai alat kesenian seperti dipakai dalam pertunjukkan tari seudati; Rencong sebagai perkakas dipergunakan sebagai alat pelobang pelepah rumbia dan sebagainya. Rencong sebagai senjata perang untuk menghadapi musuh-musuh peperangan yang ingin menjajah Aceh seperti lnggris, Belanda dan sebagainya.

Menurut sejarah, sebelum rencong ada, senjata-senjata serupa telah ada jauh sebelum pengaruh agama Islam masuk ke Aceh. Baru setelah itu senjata tersebut diagungkan dengan mempersamakan bentuk rencong dengan bentuk aksara Arab. Sebenarnya keberadaan senjata tikam telah ada semenjak abad I Masehi yang berasal dari daerah Dong Son di Teluk Tonkin bisa jadi merupakan cikal bakal daripada keris. Sebagai senjata genggam keris memiliki sejarah perkembangan yang hampir sama dengan rencong.

Perbedaan antara keris dengan rencong terletak pada mata pisau keris yang berombak dan terasah pada kedua belah sisinya. Belati yang terasah hanya pada satu sisi adalah hal yang umum di antara bangsa-bangsa rumpun Melayu. Sebagai contoh badek dan tumbak Jada yang berbentuk tabung atau pipa sangat mirip dengan senjata siwah dari Aceh. Menu rut catatan sejarah rencong mulai dipakai pada masa Sultan Ali Mugayatsyah memerintah Kerajaan Aceh pada tahun 1514-1528. Pada waktu itu masih berorientasi pada kepercayaan Islam yang sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial budaya masyarakat di daerah Aceh. Sedangkan sumber-sumber lain, menyebutkan bahwa rencong telah ada sejak berdirinya kerajaan Islam pertama pada abad ke-13.

Masyarakat Aceh mengenal empat macam rencong, yaitu pertama reuncong meucugek. Penyebutan rencong meucugek karena pada gagang rencong tersebut terdapat suatu bentuk panahan dan perekat yang dalam istilah Aceh disebut cugek atau meucugek. Cugek ini diperlukan untuk mudah dipegang dan tidak mudah lepas waktu menikam ke badan lawan atau musuh. Kedua, reuncong meupucok memiliki pucuk di atas gagangnya yang terbuat dari ukiran logam yang pada umumnya dari emas. Gagang dari rencong meupucok ini kelihatan agak kecil pada gagang atau pegangan pada bagian bawahnya. Namun semakin ke ujung gagang ini semakin membesar. Jenis rencong semacam ini digunakan untuk hiasan atau sebagai alat perhiasan. Biasanya, rencong ini dipakai pada upacara-upacara resmi yang berhubungan dengan masalah adat dan kesenian.

Ukiran yang terdapat pada gagang rencong bermacam-macam bentuknya, ada yang menyerupai bunga mawar, kembang daun dan lainnya tergantung kepada selera pemakai. Ketiga, Reuncong Pudoi, istilah pudoi dalam masyarakat Aceh adalah sesuatu yang dianggap masih kekurangan, atau masih ada yang belum sempurna. Gagang rencong ini hanya lurus saja dan pendek sekali. Jadi, yang dimaksud pudoi atau yang belum sempurna adalah pada bentuk gagang rencong tersebut. Keempat, rencong meukuree. Yang berbeda dengan jenis rencong lain yaitu pada mata rencong. Mata rencong diberi hiasan tertentu seperti gambar ular, Ii pan, bunga dan lainnya. Gambar-gambar tersebut oleh pandai besi ditafsirkan dengan bermacam-macam kelebihan dan keistimewaan. Rencong yang disimpan lama maka pada mulanya akan terbentuk sejenis arit atau bentuk yang disebut kuree. Semakin lama atau semakin tua usia sebuah rencong makin banyak pula kuree yang terdapat pada mata rencong yang bersangkutan. Kuree ini dianggap mempunyai kekuatan magis.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Aceh Lon Sayang

Desa Baet Lampuot, kec. Suka Makmur, Aceh Besar

081360025413

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Abu Bakar

Desa Baet Lampuot, Kec. Suka Makmur, Aceh Besar

081360025413

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047