Sisingaan

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300026
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Jawa Barat
Responsive image

Pada mulanya kesenian Sisingaan hanya dipergelarkan untuk mengarak anak yang akan dikhitan. Namun dalam perkembangan selanjutnya kesenian inijuga sering dipergelarkan untuk memeriahkan hari-hari besar nasional maupun upacara-upacara resmi di tingkat desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, dan lain-lain. Kesenian Sisingaan pernah juga ditampilkan dalam acara pembukaan PON, menyambut tamu negara, bahkan pernah ditampilkan di luar negeri.

Pertunjukan kesenian sisingoon dalam rangka upacara khitanan biasanya diselenggarakan sehari sebelum anak itu dikhitan, bentuk pertunjukannya arak-arakan mengelilingi kampung. Sore hari, sebelum dikhitan, si anak diarak keliling kampung atau desa dengan menunggang sisingoon diiringi oleh tabuhan yang meriah dalam suatu helaran.

Fungsi kesenian sisingaan dalam kaitan ini menurut seorang informan, bukan hanya sekedar untuk menghibur anak yang akan dikhitan, melainkan juga sebagai beworo (memberitahukan kepada halayak) bahwa anak tersebut sudah "diislamkan". lnforman lain mengatakan bahwa belum sempurna menjadi orang Subang kalau seseorang belum dinaikkan sisingaan. Pernyataan-pernyataan ini menegaskan bahwa kesenian sisingaan bagi masyarakat Subang sudah menjadi identitas.

Dewasa ini kesenian sisingaan lebih berfungsi sebagai media hiburan bagi anak yang akan dikhitan. Sehari sebelum anak itu diusung di atas sisingaan untuk diarak keliling kampung/desa, ia dilulur dan dimandikan dengan air kembang oleh dukun rias, yaitu perias pengantin sunat. Keesokan harinya barulah anak itu dirias di tern pat khusus, yaitu di sebuah bilik yang khusus dibuat untuk itu secara tidak permanen.

Sebelum mulai dirias, anak yang akan dikhitan itu dimandikan terlebih dahulu. Selesai mandi barulah didandani. Pertama-tama merias muka dengan bedak lulur. Kemudian matanya dipoles dengan eye shadow dan bibirnya dipoles dengan lipstik. Untuk memberi kesan "kejantanan'; di atas bibir anak itu diberi kumis dengan pensil alis (menggambarkan tokoh Gatotkaca). Selanjutnya anak itu didandani dengan seperangkat pakaian khusus yang telah disediakan yang meniru pakaian Gatotkaca. Selesai anak yang akan dikhitan didandani, kemudian dukun rias mendandani anak yang akan mendampingi pengantin sunat. Anak itu didandani mengidentifikasi tokoh Arjuna.

Sementara itu rombongan penggotong sisingaan dan penabuh gamelannya sudah siap di halaman rumah atau di pinggir jalan. Setelah pengantin sunat dan pendampingnya selesai didandani, kedua anak itu dinaikkan ke atas sisingaan. Kemudian alat-alat tabuhan mulai dibunyikan membawakan lagu-lagu yang berirama dinamis. Bersamaan dengan bunyi alat tabuhan, para penggotong sisingaan mulai melakukan gerakan-gerakan tarian masal yang dinamis selaras dengan iringan musiknya. Setiap gerakan mereka lakukan secara bersama-sama, kompak, dan serempak. Dalam gerak-gerak tarian banyak terselip gerakan-gerakan pencak silat.

Pembentukan formasi para penari penggotong sisingaan diatur dan dikomando oleh seorang pemimpin. Melalui aba-aba pemimpin, para penggotong sisingaan mulai membuat formasi untuk menggotong sisingaan. Mereka membagi diri dalam 2 kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 4 orang. Sambil tetap melakukan gerak-gerak tarian, masing-masing kelompok mendekati sisingaan yang akan diusungnya. Mereka pun mulai membuat gerakan-gerakan atraktif dan akrobatis sambil mulai mengangkat sisingaan dan meletakkannya di atas pundak. Masing-masing kelompok mengusung sebuah sisingaan yang ditunggangi oleh masing-masing satu orang anak.

Komposisi gerak tarian yang dibawakan agak berbeda bila kesenian ini dipergelarkan dalam suatu pawai (arak-arakan) dalam kaitannya dengan upacara khitanan, dibanding dengan pergelaran di atas panggung. Susunan gerak tari sisingaan yang dipertunjukkan pada waktu mengarak anak sunat adalah: Ketuk Tilu yang terdiri atas gerakan-gerakan kuda-kuda, jurus, ngayun, jurus, minced, dan gurudugan. Gerakan-gerakan ini diiringi tiupan terompet dalam overtur Arang-arang dan gurudugan, lengkap dengan iringan karawitan. Gerakan selanjutnya adalah ancang-ancang dan najong dalam posisi badan berputar. Gerakan ini diiringi irama lagu Gurudugan. Kemudian disusul dengan gerakan-gerakan eway, minced, solor, minced yang diiringi lagu Kangsreng. Babak selanjutnya adalah atraksi akrobatik yang dilakukan di sepanjang jalan dengan iringan musik dalam irama yang dinamis.

Adapun komposisi gerak tari dan lagu kesenian sisingaan yang dipergelarkan di atas panggung adalah Overture Arang-arang yang dialunkan melalui tiupan terompet dan Gurudugan. Selanjutnya adalah lagu Kidung mengiringi gerakan-gerakan: kuda-kuda masang, ngayun, jeblagan. Kemudian lagu Kangsreng mengiringi gerakan-gerakan: eway, minced, so/or, minced. Disusul dengan lagu Gondang mengiringi gerakan: bankaret, gebrig, bajing /uncat, masang/ancang-ancang, depok. Kemudian lagu Kesenian Sisingaan mengiringi gerak tari Jaipongan. Atraksi selanjutnya adalah atraksi akrobatik dalam gerakan-gerakan putar katak, gendong singa, kait suku, melak cau, dan nincak acak.

Perihal asal-usul kesenian Sisingaan, ada beberapa pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa lahirnya kesenian Sisingaan terkait erat dengan situasi sosial politik pada masa kolonial, yaitu ketika wilayah Subang dijajah dan diduduki oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, dan selanjutnya ketika wilayah Subang menjadi daerah perkebunan yang dikuasai secara bergantian oleh para penguasa tuan tanah berbangsa Belanda dan lnggris.

Kesenian sisingaan merupakan perpaduan antara seni rupa, seni gerak (tari), dan seni karawitan. Ada pun peralatan karawitan (waditra) yang digunakan dalam kesenian ini adalah seperangkat alat musi tabuh yang terdiri atas; dua buah kendan indung (gendang induk), sebuah kulanter (gendang kecil), 3 buah bonang (ketuk), 2 goong (1 gong besar dan 1 gong kempun, sebuah kecrek, dan sebuah terompet. Peralatan ini biasanya dimiliki oleh masing-masing kelompok kesenian sisingaan (pergosi). Semua peralatan (waditra) itu ditabuh dalam irama yang padu dan dinamis dalam laras salendro (tangga nada pentatonik) mengiringi lagu-lagu yang dilantunkan oleh terompet. Kadang-kadang ada juga pesinden, terutama apabila kesenian ini ditampilkan di atas panggung sebagai hiburan pada orang kenduri besar. Adapun lagu-lagu yang biasa dibawakan diantaranya ialah; overtune, arang-arang (gurudugan), Kidung, Kangsreng, Senggot, Gondang, Kasenian Sisingaan, Daun Hiris, Wangsit Siliwangi dan lain-lain.

 

Pakaian seragam atau kostum yang biasa dikenakan dalam pertunjukan kesenian sisingaan dapat dikelompokan ke dalam 2 jenis sesuai dengan peran masing-masing dalam pertunjukkan itu. Pertama adalah pakaian orang yang diusung, yaitu anak yang dikhitan, dan kedua adalah pakaian para penggotong sisingaan dan para nayaga.

Kostum yang dipakai oleh anak yang akan dikhitan adalah seperangkat pakaian yang mengidentifikasi tokoh Gatotkaca, seorang tokoh ksatria dalam cerita pewayangan. Perangkat pakaian ini terdiri dari sebuah mahkota wayang, baju rompi warna hitam atau warna gelap yang dihiasi dengan manik-manik, celana pangsi ketat warna gelap (warnanya sama dengan warna rompi), selendang warna merah yang diikatkan di pinggang dan kedua ujungnya menjuntai ke depan. Sepasang susumping dari kulit yang dikenakan di telinga, sepasang kelat bahu dari kulit, di punggungnya memakai jangjang (sayap) Gatotgaca,dan sebilah keris diselipkan di pinggang.

Apabila yang akan dikhitan hanya satu orang, maka dicarikan seorang pendamping yang biasanya anak perempuan. Pendampingnya mengenakan seperangkat pakaian tokoh Arjuna, yang juga adalah seorang tokoh satria dalam dunia pewayangan. Kelengkapannya hampir sama dengan pakaian tokoh Gatotkaca, hanya bentuk mahkotanya yang agak berbeda, dan di punggungnya selain terselip sebilah keris juga membawa anak panah. Adapun kostum yang dikenakan oleh para pemain musik (nayaga) dan penggotong sisingaan terdiri dari baju berbentuk salontreng warna kuning atau warna terang yang mencolok. Celana pangsi warna hitam, dan kepalanya memakai cocontong (ikat kepala). Busana para pemain biasanya adalah milik pemimpin Pergosi atau milik grup, bukan milik perorangan, sedangkan pakaian yang dikenakan oleh anak yang dikhitan adalah milik dukun rias (perias pengantin sunat).

 


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047