Tomboi Sialong/Tomboi Ngambek Rapa

Tahun
2017
Nomor Registrasi
201700462
Domain
Pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta
Provinsi
Jambi
Responsive image

Nomboi naek sialong dan Nomboi Ngambek Mani Rapa adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh Orang Rimba pada saat mereka mengambil Mani Rapa atau madu. Biasanya pada zaman dulu dalam setahun Orang Rimbo bisa beberapa kali memanen madu, akan tetapi saat ini pohon sialong sudah mulai jarang. Hal ini berkaitan dengan laju kerusakan hutan dan semakin berkurangnya jumlah pohon besar yang ada. 

Madu hutan atau dalam bahasa rimbo biasa disebut dengan rapa adalah salah satu hasil hutan yang sangat berharga bagi masyarakat rimba yang sebenarnya adalah perimba sejati. Lebah madu hutan biasanya terdapat pada pohon-pohon kayu yang tinggi dan besar. Orang Rimba menyebut pohon besar tempat sarang lebah penghasil madu hutan tersebut dengan nama pohon sialong.

Pohon sialog termasuk kedalam pohon tanaman keras, batangnya tinggi, antara lain pohon pulai, kedundung, kruing, kawon, dan pohon pari. Musim madu biasanya berhubungan dengan musim bunga. Bunga-bunga yang telah mengembang dan memiliki sari dibawa oleh rapa atau lebah di kepala dan kakinya, sedangkan anak-anak rapa berasal dari tetesan embun kemudian dimasukan kedalam tempatnya yang rapi (sarang lebah).

Awalnya anak rapa akan berbentuk klayot kemudian memakan madu dan akhirnya tumbuh menjadi besar, memiliki kepala, kaki, dan sayap serta semakin lama menjadi semakin hitam. Orang Rimbo menyebut rapa untuk menamakan madu, dan rapa adalah sesuatu yang keramat karena bedewo dan yang sudah pasti bahwa pohon sialong sangat diperlakukan dengan hati-hati karena mereka berharap pohon sialong tetap menjadi sarang bagi lebah hutan. Kegiatan memanen madu dilaksanakan dengan cara yang unik dan menggunakan mantera-mantera serta ritual khusus. Kegiatan tersebut sering disebut dengan Nomboi ngambek rapa yaitu dimaksudkan agar lebah tidak pindah ke pohon yang lain.

Ada beberapa pantangan yang harus mereka hindari sebelum memanen rapa tersebut, misalnya saja pantangan untuk tidak memakan boung, ikan tono, kepuyu, tikus dan daging babi serta beberapa hewan lainnya karena Orang Rimbo meyakini bahwa hewan tersebut memiliki kemiripan dengan sifat yang ada pada lebah. Menjelang sore laki-laki rimbo yang telah belajar memanjat pohon sialong akan melakukan kegiatan melantak yaitu memasang kayu-kayu kecil yang dimanfaatkan sebagai tangga ke pohon sialong, mulai dari pangkal pohon hingga ke ranting pertama, kegiatan ini disambung lagi malam berikutnya. Pada saat melantak sialong ada senandung yang dinyanyikan, hal ini dimaksudkan untuk merayu pohon dan memanggil rapa agar tetap mau bersarang di pohon sialong.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017

Komunitas Karya Budaya

Orang Rimbo

Kawasan TNBD Kec Air Hitam Kab Sarolangun

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017

Maestro Karya Budaya

Pak Tarib (Temenggung Tarib)

Desa Pematang Kabau Kec Air Hitam Kabupaten sarolangun

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047