Hadroh Betawi

Tahun
2017
Nomor Registrasi
201700499
Domain
Tradisi dan Ekspresi Lisan
Provinsi
DKI Jakarta
Responsive image

Pada umumnya para seniman Hadro Betawi hanya dapat menyebutkan dua generasi sebelumnya yang diperkirakan pada akhir abad 19. Hadro Betawi diperkirakan berawal dari Jakarta Selatan baru menyebar ke wilayah Jakarta Pusat. Perkiraan ini didasarkan kepada jumlah dan mutu grup Hadro Betawi di Jakarta Selatan yang setingkat lebih menonjol dari pada wilayah lain. Irama pukulannya yang lebih dekat dengan musik rakyat Betawi di wilayah pinggiran seperti Rebana Biang, Tanjidor dan Topeng Betawi makin memperkuat kesan berasal dari Jakarta Selatan.

Tokoh legendaris dalam kesenian Hadro Betawi adalah almarhum Modehir yang baru meninggal sekitar tahun 1960. Pemain Hadro Betawi tuna netra ini memiliki keterampilan teknis yang baik. Jari tangan kanan maupun kirinya sedemikian hidup menghasilkan variasi pukulan yang kaya, ia juga dapat memukul rebana dengan kaki kanannya. Mengenai cara pemukulan yang terakhir ini seniman Hadro Betawi menganggap sebagai over acting, yang hanya dimungkinkan diperbuat oleh seorang tuna netra. Menurut Haji Murtadlo 52 tahun, dari Lenteng Agung Jakarta Selatan, almarhum Modehir memperkaya irama pukulan Hadro Betawi dengan mendapat inspirasi dari suara mesin batik cap yang sehari-hari ia dengar di rumahnya.

Cukup banyak kampung di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan yang terdapat Rebana Ketimpring dan juga Hadro Betawi seperti misalnya di Grogol Selatan, Kalibata, Duren Tiga, Utan Kayu, Kramat Sentiong dsb. Fungsi ritual Hadro Betawi tidak sekuat Rebana Ketimpring, karena unsur hiburannya yang lebih menonjol. Tidak ada lagu atau bagian dalam pergelaran Hadro Betawi yang dianggap sakral dan lebih dibawakan secara hikmat, misalnya seperti Asyraqal dalam pergelaran Rebana Ketimpring. Seluruh lagunya lebih banyak menampilkan keterampilan musik dan keindahan vokal. Apabila dalam pembacaan syair Syaraful Anam banyak dibacakan vokal solo berupa Rawi dan doa, dalam pergelaran Hadro Betawi kedua hal tersebut tidak ada. Sebagai penggantinya dibacakan atau dimainkan lagu-lagu Rebana Dor atau Yalil.

Sarmada dari Paseban mengatakan bahwa hal yang paling prinsip yang membedakan antara Rebana Ketimpring dan Hadro Betawi adalah bahwa yang terakhir "digendangin" yang berarti dipukul menyerupai permainan gendang. Hadro Betawi berukuran 25 cm - 35 cm, lebih besar dari rebana ketimpring. Pada kayu kelongkongan dipasang tiga pasang lingkaran logam berfungsi sebagai kecrek.

Rebana ini berfungsi sebagai hiburan. Rebana ini terdiri atas tiga instrumen yang posisi maupun fungsinya agak mirip, yakni: Bawa (berfungsi sebagai komando), Ganjil/Seling (pengiring), dan Gedug (pengiring). Bawa yang berfungsi sebagai komando irama pukulannya lebih rapat, Ganjil/Seling yang isi mengisi dengan Bawa dan Gedug yang fungsinya mirip dengan bass. Ciri khas dari tradisi Hadro Betawi adalah Adu Zikir yaitu lomba menghafal syair-syair Diwan Hadro maupun kitab maulid lainnya.


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017

Komunitas Karya Budaya

H. Tatang Hidayat, SH

Gd. Nyi Ageng Serang Lt. 6, Jl. HR. Rasuna Said Kav. C-22 Kuningan, Jakarta Selatan.

rudyalbdr@gmail.com, megafebriana99@yahoo.co.id

Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB)

Gd. Nyi Ageng Serang Lt. 6, Jl. HR. Rasuna Said Kav. C-22 Kuningan, Jakarta Selatan.

rudyalbdr@gmail.com, megafebriana99@yahoo.co.id

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047