Kesenian Krumpyung ini berkembang di Kabupaten Kulon Progo. Dalam penyajiannya menceritakan kisah Raden Panji Asmorobangun yang sedang mengadakan gladi perang untuk persiapan perang untuk menghadapi musuh dari Bantar Angin yang dikomandani oleh Patih Singo Lodra dan Bantheng Wulung. Di pihak Kraton Jenggolo di bawah komando Panji Asmorobangun yang diikuti oleh Bancak dan Doyok (Bejer dan Penthul). Keduanya memang saling bermusuhan, akhirnya peperangan pun terjadi, kerajaan Bantar Angin kalah dan menyerah. Oleh Panji Asmorobangun kedua orang ini diberi tugas untuk menjaga pintu gerbang kerajaan Jenggolo. Fungsi kesenian dalam masyarakat dapat digunakan sebagai hiburan, upacara, penerangan, dan sebagainya. Tempat pergelaran Krumpyung bisa di gedung, halaman, tanah lapang maupun jalan. Jumlah pendukung meliputi pimpinan, sutradara, stage manager, penata tari/musik, pemain, penari, pemusik/pengrawit, penyanyi, dan lain-lain berjumlah sekitar 30 orang.
Setelah berubah fungsi dari sarana upacara, kesenian Krumpyung semakin melebar luas dan keluar dari wiliyah asalnya. Kini perkembangan kesenian Krumpyung dapat dinikmati di luar komunitas asalnya, di wilayah Sentolo, Wates dan beberapa wilayah di bagian utara Kulon Progo. Dari sisi kualitas, keberadaan krumpyung hingga saat ini masih tetap berpegang pada pola tradisi. Namun demikian upaya untuk melakukan inovasi juga dilakukan, sehingga kesenian tersebut tidak terlihat statis.
Krumpyung memiliki keunikan tersendiri dalam penampilannya, yakni dengan iringan krumpyung. Krumpyung adalah instrument yang secara khusus merupakan ciri dari musik khas Kulon Progo yang mayoritas terbuat dari unsur bambu. Dalam mengiringi Jathilan musik Krumpyung menjadi dominan, ada beberapa instrumen tambahan yang masuk sebagai penguat adegan. Tambahan instrumen itu adalah bandhe dan kecer. Dua instrumen ini diluar instrument krumpyung yang terbuat dari bambu. Tambahan dua instrumen ini tidak tidak mempengaruhi pola tabuhan dan nuansa krumpyung yang dominan suara bambu. Namun justru dengan sisipan bandhe dan kecer, dapat memberikan suasana jathilan yang dinamis.
Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2017
© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya