Sasandu (Sasando)

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300059
Domain
Seni Pertunjukan
Provinsi
Nusa Tenggara Timur
Responsive image

Sasandu adalah sebuah alat musik khas Rote Ndao di Nusa Tenggara Timur yang terbagi atas sasandu meko (sasandugong) dan sasandu biola. Sasandu sering disebut dengan Sasandu walaupun pengucapan yang sebenarnya adalah sasandu. Dalam bahasa daerah Rote Ndau, arti kata sandu adalah getaran. Alat musik sasandu biasa bersenandung menghibur diri sendiri dan sesama.

Sejarah keberadaan Sasandu di masyarakat Rote memiliki berbagai versi yaitu:

- Cerita seorang pemuda bernama Sangguana (1950-an) yang terdampar di Pulau Ndana saat melaut. la dibawa oleh penduduk menghadap raja di istana. Selama tinggal di istana inilah bakat seni yang dimiliki Sangguana segera diketahui banyak orang sehingga sang putri pun terpikat. la minta Sangguana menciptakan alat musik yang belum pernah ada. Suatu malam Sangguana bermimpi sedang memainkan suatu alat musik yang indah bentuk maupun suaranya. Diilhami oleh mimpi tersebut, Sangguana menciptakan alat musik yang diberi nama Sandu (artinya bergetar). Ketika sedang memainkannya Sang Putri bertanya lagu apa yang dimainkan dan Sangguana menjawab "Sari Sandu': Alat musik itupun la berikan kepada Sang Putri yang kemudian menamakannya Depo Hitu yang artinya sekali dipetik Tujuh Dawai Bergetar (Cerita tentang Sangguana ini dimunculkan oleh Yusuf Nggebu Alm, dimuat di harian Kompas Online tahun 2002).

- Sasandu ditemukan oleh dua orang penggembala bernama Lumbilang dan Balialang (diceritakan oleh Jeremias Pah). Ketika meladang besama domba-domba, mereka membawa sehelai daun lontar, saat kehausan di siang hari mereka melipat daun lontar tersebut untuk menimba air. Untuk melipat, bagian tengah daun yang berwarna kuning muda ha- rus dibuang dan ketika hendak melepas, tali tersebut dikencangkannya. Tanpa disangka, ketika ditarik keras menimbulkan bunyi nada yang berbeda-beda. Tetapi karena sering terputus, keduanya lantas mencungkili lidi-lidi tersebut. Akhirnya dia menemukan jika sebenarnya dikaitkan rapat akan membunyikan nada tinggi dan sebaliknya semakin merenggang, dawai akan menghasilkan nada yang rendah (Sasandu Rote, 17 Januari 2008).

- Sasandu diciptakan oleh dua orang sahabat yaitu Lunggi dan Balok Ama Sina yaitu pengembala domba sekaligus penyadap tuak. Ketika mereka sedang membuat haik dari daun lontar, di antara jari-jari dari lembaran daun lontar terdapat semacam benang/fifik yang apabila dikencangkan akan menimbulkan bunyi. Pengalaman ini menimbulkan inspirasi mereka untuk membuat suatu alat musik petik yang dapat meniru suara atau bunyi-bunyian yang ada pada gong, dengan cara mencukil tulang-tulang daun lontar yang kemudian disenda dengan batangan kayu. Karena suara yang dihasilkan kurang bagus, maka kemudian diganti dengan batangan bambu yang dicungkil kulitnya ser- ta disenda dengan batangan kayu (Djoni L.K. Theedens; Sasandu dan orang Rote, Timex 8 September 2009). 

- Samuel Ndun alias Sembe Feok (1897-1990) seorang Manhelo (ahli silsilah dan syair) di Rote bagian barat mengatakan bahwa penemu Sasandu adalah seseorang yang bernama Pupuk Soroba. Inspirasi pembuatan Sasandu diperoleh Pupuk Soroba saat menyaksikan seekor laba-laba yang besar sedang asik memainkan jaring (sarangnya) sehingga terdengar alunan bunyi yang indah. Berdasarkan pengalamannya itu ia ingin menciptakan suatu alat yang dapat mengeluarkan bunyi yang indah. Untuk merealisir idenya itu, mula-mula Pupuk Soroba mencukil lidi-lidi daun lontar yang mentah lalu disenda, kemudian dipetik. Bambu dipasang pada haik yang terbuat dari daun lontar, serta senar atau dawai mula-mula dibuat dari serat akar pohon beringin, sesudah itu dibuat dari usus musang yang kering, dan ternyata menghasilkan resonansi bunyi yang lebih besar (Paul A. Haning: Sasandu, Alat Musik Tradisional Masyarakat Rote Ndao, Penerbit CV. Kairos).

Oleh karena Sasandu didapat dengan menirukan cara kerja laba-laba, maka berdasarkan kepercayaan (mitos) di Rote bila seseorang ingin pandai bermain/memetik Sasandu, maka ia harus menangkap seekor laba-laba lalu menghancurkannya. Setelah itu dicampur dengan minyak kelapa lalu diremas-remas pada jari-jemari. Oleh karena alat musik yang telah dipasang dalam haik itu beresonansi, maka disebut Sandu-sandu atau Sanu-sanu yang berarti bergetar berulang-ulang.

Sasandu dalam bidang organologi (ilmu tentang alat-alat musik) tergolong Sitar Tabung Bambu. Menurut para peneliti musik, Sitar Tabung Bambu adalah alat musik asli Asia Tenggara (misalnya Filipina dan Indonesia), di Madagaskar disebut Valiha/Ali yang berasal dari Asia Tenggara melalui perpindahan penduduk (Stanley Sadiebed; The New Grove Dictionary of Musical Instruments). Perkembangan sasandu berjalan terus seiring perjalanannya waktu, terjadi modifikasi bentuk dan peningkatan kualitas bunyi yang diproduksi dengan penggantian dawai. Fisik berganti tulangan daun lontar, kulit bambu berganti dengan kawat, senar tunggal berganti dawai rangkap, akustik berkembang menjadi eiektrinik, Sasandu Gong berkembang ke Sasandu Biota menjadi Sasandu sebagai alat musik tradisional dengan sentuhan teknoiogi modern. Kemampuan dan semangat memodifikasi Sasandu ini mencerminkan karakter serta etos kerja orang Rote yang tinggi dan kedinamisannya dalam musik.

Keunikan alat musik sasandu iaiah seperti gitar dan kecapi, namun bedanya tanpa chord (kunci). Senar sasandu harus dipetik dengan dua tangan dari arah beriawanan, kiri ke kanan dan kanan ke kiri. Tangan kiri berfungsi memainkan metodi dan bas, sementara tangan-tangan memainkan accord.

Pada awalnya oleh sang penemu, sasandu diciptakan untuk menghasiikan lima nada (pentatonic), yang kini bisa dianalogikan dengan nada C (do), D (re), E (mi), G (sot), A (la) atau dalam tangga nada biasa dikenal dengan tangga nada slendro. Dawai-dawai dari sasandu, menyesuaikan dengan perkembangan gong, yaitu mula-mula 7 buah, kemudian menjadi 9 buah dan terakhir menjadi 10 buah. Jumlah dawai ini (7,9,10) melambangkan siklus kehidupan manusia serta kemahakuasaan sang pencipta.

Menurut penuturan dari seorang tokoh seniman muda sasandu, pemain yang sudah dapat memainkan sasandu dengan balk dapat mengatur jari-jari tengah kiri dan kanannya dengan menyimpang dari petunjuk diatas sesuai dengan selera dan kelincahan sendiri. Dalam memetik sasandu ada aturannya dengan stabilizer jari untuk mengatur perpindahan jari dari nada yang tinggi ke nada yang rendah. Pemain berperan memainkan 3 (tiga) irama yaitu, melodi, rithim dan bas. Posisi jari kiri memetik bas dan melodi, jari kanan memainkan accord (mengiring).

 


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047