Sistem Garis Keturunan Ibu di Masyarakat Minangkabau

Tahun
2013
Nomor Registrasi
201300007
Domain
Adat Istiadat Masyarakat, Ritus, dan Perayaan-Perayaan
Provinsi
Sumatra Barat
Responsive image

Tambo Alam Minangkabau digunakan sebagai dasar dalam menjelaskan asal-usul nenek moyang, pengelompokkan anggota masyarakat, asal-usul nagari, dan termasuk didalamnya adalah tata laku anggota masyarakat empunya budaya, dalam hal ini masyarakat Minangkabau. Pola tingkah laku seseorang dalam keluarga, kerabat, kerabat luas, dan masyarakat diatur dalam Tambo Alam Minangkabau melalui sistem matrilineal. Dari Tambo Alam Minangkabau inilah muncul adat sopan sa ntun dalam berbicara yang disebut dengan kata-kata melereng- yang termasuk ke dalam tradisi dan ekspresi lisan. Kata-kata melereng disampaikan melalui kata-kata kiasan seperti mamang, bidal ,pantun, pepatah, petitih, dan lain-lain. Kata melereng akan lebih mengenai sasaran dari pada kata-kata yang disampaikan dengan kalimat biasa, karena bagi orang Minang, berkata-kata dengan kiasan sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Sejalan dengan itu, Datuak Sanggoeno Diradjo (2004:332-338) menjelaskan bahwa orang Minang diajarkan oleh adatnya supaya arif dan bijaksana dalam menafsirkan ke mana maksud perkataan seorang. Sikap arif dan bijaksana yang dikaitkan dengan sistem matrilineal ini ada dalam Tambo Alam Minangkabau.

Penuturan adat di atas, lekat kaitannya dengan posisi Bunda Kanduang pada masyarakat Minangkabau yang menganut sistem matrilineal. Mengacu kepada Datuak Sanggoeno Diradjo, masyarakat Minarigkabau memiliki beberapa pengertian mengenai Bunda Kanduang, di antaranya:

• Bunda Kanduang adalah seorang raja atau ratu dari kerajaan Minangkabau pada salah satu periode pemerintahan di masa lampau

• Bunda Kanduang adalah sebutan kepada kelompok perempuan yang berpakaian adat Minangkabau sebagai pendamping kelompok ninik mamak dalam acara-acara seremonial yang diadakan oleh pemerintah

• Bunda Kanduang adalah salah satu unit lembaga kerapatan adat di Minangkabau yang mungkin terdapat pada semua tingkat lembaga kerapatan adat itu, mulai dari tingkat nagari sampai tingkat alam Minangkabau.

• Bunda Kanduang adalah seorang (perempuan) pemimpin non-formal untuk seluruh perempuan beserta anak cucu yang ada dalam kaumnya.

Kedudukan Bunda Kanduang dalam masyarakat dimaknai sebagai perempuan yang diberi kehormatan dan keutamaan menurut adat. Bunda Kanduang sebagai penerima ketentuan keturunan menurut garis ibu, penerirria ketentuan rumah tempat tinggal diberikan kepada perempuan, penerima ketentuan bahwa harta dan sumber ekonomi diutamakan untuk perempuan, penerima ketentuan bahwa yang menyimpan hasil usaha perekonomian adalah juga perempuan, serta pemegang hak suara istimewa dalam bermusyawarah.

Kedudukan Bunda Kanduang dalam masyarakat dimaknai sebagai perempuan yang diberi kehormatan dan keutamaan menurut adat. Bunda Kanduang sebagai penerima ketentuan keturunan menurut garis ibu, penerirria ketentuan rumah tempat tinggal diberikan kepada perempuan, penerima ketentuan bahwa harta dan sumber ekonomi diutamakan untuk perempuan, penerima ketentuan bahwa yang menyimpan hasil usaha perekonomian adalah juga perempuan, serta pemegang hak suara istimewa dalam bermusyawarah.

Sistem matrilineal merupakan sebuah sistem yang dipegang teguh oleh masyarakat Minangkabau sampai sekarang ini. Di Minangkabau terkenal dengan garis keturunan matrilineal. Biasanya wanita-wanitanya yang memiliki rumah dan sawah ~ Rumahtangga-rumahtangga dikelompokkan menjadi clan yang didasarkan pada garis keturunan wanita. Setiap anak wanita mendapat warisan dari ibunya dengan memperoleh bagian yang sama besarnya dari sawah milik ibunya. Tanah tidak dapat dijual kecuali dengan syarat yang ketat dan dalam situasi khusus dan hanya dengan persetujuan dari kepala suku.

Ketegasan adat Minang dengan konsepsi matrilineal terlihat jelas melalui kedudukan dan hak yang jelas terhadap harta, yang terbagi menjadi pusako, harta pusako,dan pusako rendah. Pusako adalah milik kaum secara turun-temurun menurut sistem matrilineal, yang berbentuk material, seperti sawah, ladang Rumah Gadang, dan lain-lainnya. Pusako tinggi adalah harta pusaka kaum yang diwariskan secara turun-temurun berdasarkan garis ibu. Pusaka tinggi lainnya boleh digadaikan bila dalam keadaan sangat mendesak, yaitu untuk tiga hal saja, pertama, gadih gadang indak balaki; kedua, maik tabujua tanggah rumah; ketiga, Rumah Gadang katirisan. Sementara pusako rendah adalah harta pusaka yang didapat selama perkawinan antara suami dan istri. Pusaka ini disebut juga dengan harta bawaan, artinya modal dasarnya berasal dari masing-masing kaum. Pusako rendah diwariskan kepada anak, istri dan saudara laki-laki berdasarkan hukum faraidh atau hukum Islam (Datuak Sanggoeno Diradjo, 2004:379) .


Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Komunitas Karya Budaya

Prof. Ir. Rauda Taib, MS

Jalan Kesehatan Lapai, Padang Propinsi Sumatera Barat

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

Maestro Karya Budaya

Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013
   Disetujui Oleh admin WBTB Pada Tanggal 01-01-2013

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047