Uma

Tahun
2020
Nomor Registrasi
202001095
Domain
Kemahiran dan Kerajinan Tradisional
Provinsi
Sumatra Barat
Responsive image

Uma adalah hunian tradisional masyarakat Mentawai yang paling utama, yang keberlangsungannya saat ini cukup merisaukan karena semakin berkurangnya kayu, khususnya kayu Arriribuk, sebagai bahan baku utama pembuatannya. Bagi masyarakat Mentawai, Uma bukan hanya rumah tempat tinggal biasa. Uma adalah pusat kehidupan sekaligus identitas, baik sosial maupun spiritual, dan jati diri masyarakat. 

 

Uma dibangun tanpa menggunakan paku. Kekuatan konstruksinya didapat dari sistem sambungan silang bertakik dansambungan berpasak yang piawai. Bangunan Uma menyerupai rumah dengan atap tenda memanjang yang dibangun di atas tiang-tiang. Hal ini karena atap yang terbuat dari rumbia yang menaungi menjulur ke bawah sampai hampir mencapai lantai rumah. Kerangka bangunan terdiri atas lima perangkat konstruksi dari tonggak-tonggak, balok-balok, dan tiang-tiang penopang atap. Kerangka bangunan ini dibangun berjejer melintang ke belakang dan saling berhubungan dengan balok memanjang. Kekuatan struktur Uma dihasilkan oleh teknik ikat, tusuk, dan sambung tradisional.

 

Luas rumah persatuan kepala keluarga dengan rata-rata panjang 31 m, lebar 10 m, dan tinggi 7 m. Pembagian ruangan cukup sederhana. Di bagian depan, terdapat serambi terbuka yang merupakan tempat untuk menerima tamu, disebut talaibo. Bagian dalam digunakan untuk ruang tidur keluarga. Di ruangan ini terdapat pula perapian yang digunakan untuk memasak. Hal ini merupakan suatu keadaan yang wajar mengingat kegiatan siang hari bagi laki-laki dihabiskan di ladang atau di hutan, sementara istrinya bertugas di kebun halaman dan memasak. Uma ini terdiri atas dua bagian ruangan besar. Di depan ada beranda yang luas tanpa dinding berfungsi untuk ruang tamu dan ruang keluarga berkumpul dan bercakapcakap pada malam hari. Di belakangnya, ruangan yang berdinding menjadi ruang tidur dan dapur, tanpa sekat.

 

Hal yang paling menarik adalah tiap-tiap bagian Uma ini terpisah atas dua wilayah. Wilayah kiri dan kanan. Kiri dan kanan pada Uma merupakan sesuatu yang sakral dan berhubungan erat dengan konfigurasi pemasangan setiap elemen pada Uma yang berasal dari alam mereka sendiri. Wilayah kiri merupakan tempat bagi tamu dan wanita, bagi orang yang berkunjung, maupun penghuni Uma. Wilayah kanan merupakan tempat bagi lelaki dan kepala suku keluarga. Hal ini disebabkan pada saat pemasangan elemen Uma, bagian pangkal dari pohon selalu ditempatkan di kanan dan depan. Sementara itu, bagian ujung ditempatkan di bagian kiri dan belakang. Mereka menganggap bahwa Uma mereka merupakan bentuk alam yang “berubah-bentuk” menjadi tempat tinggal mereka.

 

Para pria suku Mentawai dan tamu pria akan tinggal dan tidur di teras atau ruang bagian depan dari Uma. Sementara itu, para wanita dan anak-anak akan tidur di ruang belakang Uma. Secara ideologis, klan ini direpresentasikan oleh suatu rangkaian daun yang disebut bakkat katsaila yang ditempatkan di ruang kedua (bagian dalam) Uma dan ditancapkan pada balok pertama di sisi kanan (sisi baik) di ruangan itu sebagai posisi yang paling sakral dari Uma. Tujuannya adalah agar klan ini mendapatkan dukungan dan kekuatan supranatural senantiasa dalam kehidupan mereka. Balok ini memiliki muatan spiritual yang sangat signifikan bagi masyarakat Mentawai.

 

Ketika sebuah Uma dibangun, khusus untuk peletakan balok ini diadakan suatu upacara khusus yang melibatkan roh-roh nenek moyang yang mereka percayai sebagai pelindung. Balok ini merupakan jembatan yang menghubungkan klan dengan dunia mistis para nenek moyang Fondasi Uma terbuat dari batu karang. Batu karang terbukti cocok untuk menjadi pondasi. Batu kali sulit didapatkan di Mentawai sehingga batu karang menjadi pilihan utama. Tiang-tiang utama (uggla) misalnya, selalu dipilih dari pohon uggla yang sudah tua. Dua batang pohon setara dengan 7 – 9 meter kayu. Untuk mendirikan Uma sebesar 7x 22 meter, diperlukan 10 buah uggla. Material uggla adalah berupa kayu arriribuk (Oncospermae horridum, merupakan salah satu marga dari suku pinang-pinangan/Arecaceae).

 

Tiang-tiang pada Uma dibuat tidak sama panjang untuk menanggulangi keadaan kontur tanah yang tidak rata. Penyusunan tiang dan balok pada prinsipnya menggunakan paku, tetapi dengan cara memakai teknik ikat, tusuk, dan sambung, juga menggunakan sambungan lubang dengan pasak, sambungan pangku, dan sambungan takik. Sisi depan Uma ditutup dengan dinding rumbia yang terbentang ke bawah sampai batas 1 meter dari lantai. Lantai beranda terbuat dari papan, sedangkan lantai ruangan tidur dan dapur dari belahan kayu pohon kelapa yang dipasang jarang-jarang sehingga sepanjang malam penghuni rumah akan mendengar suara babi yang berisik di kolong rumah. Uma dibangun di tempat yang tidak rata. Perbedaan ketinggian ini ditanggulangi dengan tiang-tiang penopang lantai yang panjangnya berbeda-beda. Tanah di bawah kolong dijadikan kubangan babi.

 

Lantai kayu yang disusun jarang itu juga menjadi solusi bagi masalah sampah rumah tangga. Saat memasak, potongan sayur, kulit kentang, dan sisa makanan dibuang ke sela lantai dan dimakan oleh babi-babi di kolong. Lantai digunakan pula untuk menari (puturukat). Bagian lantai yang letaknya di lorong tengah, antara perapian dan dinding belakang bangsal, terbuat dari papan yang lebar serta diserut sampai halus sehingga permukaannya tidak kesat lagi, bahkan dapat menghasilkan instrumen musik pula.

 

Atap Uma disebut tobat, yang dipilih dari daun sagu tua dan disusun rapat. Oleh karena itu, Uma sanggup bertahan selama puluhan tahun. Atap Uma baru diganti setelah lebih dari 20 tahun. Sebuah Uma masih bisa dipakai setelah tobatnya diganti dua atau tiga kali. Reng–reng yang terbuat dari kayu pohon palem, mendukung atap dan rumbia yang bertopang ke balok–balok memanjang sebelah bawah dan tengah.

 

Uma tidak memiliki daun pintu. Yang unik dari Uma ini adalah banyaknya tengkorak binatang terpajang di dekat atap pintu masuk teras tamu dan ruang utama serta ada anyam-anyaman kering yang terpintal panjang. Tengkorak yang digantung pada sisi atas pintu masuk adalah tengkorak babi peliharaan yang dipasang menghadap ke dalam. Banyaknya tengkorak babi menandakan jumlah pesta yang telah digelar di Uma tersebut. Sementara tengkorak yang digantung di dekat sisi atas pintu ruang utama adalah tengkorak hasil buruan yang dimaksudkan agar penunggu Uma senantiasa mendapatkan rezeki.

 

Uma dengan bentuk yang lebih tradisional seperti Uma Saurei di Bajoja menjadi objek turis yang menarik. Gubahan tradisional ini tidak hilang, tetapi justru diperbanyak dan dilestarikan oleh dinas pariwisata sebagai bangunan untuk studi. Selain itu, para investor untuk dijadikan resort  bagi  para  turis mancanegara.

 


Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020

Komunitas Karya Budaya

Komunitas Kampung Adat Muntei

Desa Muntei Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepualauan Mentawai

0759320001

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020

Maestro Karya Budaya

Daniel Tatetburuk

Desa Muntei Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepualauan Mentawai

08121420067

Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020

Uma Mentawai 3

1586440447-tetap-Cerita_Budaya-_Bagaimana_membangun_Uma_Mentawai.mp4 44.90 MB download
   Disetujui Oleh Mochtar Hidayat Pada Tanggal 05-11-2020

© 2018 Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya


Kontak kami

  • Alamat
    Komplek Kemdikbud Gedung E Lt 10,
    Jln. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta, 10270.
  • Email: kemdikbud.wbtb@gmail.com
  • Telp: (021) 5725047, 5725564
  • Fax: (021) 5725047